Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lomba purba

Radio amatir rakosa fm menyelenggarakan lomba berjalan dengan mata ditutup dari depan sasana hinggil dwi abad ke arah selatan melewati 2 pohon beringin kurung di alun-alun selatan, yogya, berjarak 100 m.

6 Oktober 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

~RESEP sukses itu 99% keringat, 1% bakat. Itu menurut orang yang serius. Namun, untuk kalangan awam tampak ada jalan pintas atau untung-untungan. Begitulah, misalnya, kepercayaan di masyarakat Yogyakarta: sukses bakal diraih apabila sanggup berjalan dengan mata ditutup dari depan Sasana Hinggil Dwi Abad ke arah selatan melewati dua pohon beringin kurung di Alun-Alun Selatan. Jarak dari Sasana Hinggil hingga dua pohon beringin sekitar 100 meter. Dan jarak dua pohon beringin itu 50 meter. "Setiap hari ada 50 orang melintasi tengah-tengah pohon beringin itu," kata Heru, penduduk Ngadisuryan, kampung di sebelah Alun-Alun Selatan. Dari jumlah itu cuma sekitar sepuluh yang berhasil melintas. Menurut Yuso Sudjiwo, 69 tahun, abdi dalem Keraton Mataram, kepercayaan tersebut sudah ada sejak masa Pangeran Mangkubumi, raja pertama Kerajaan Mataram. Yuso sendiri mengaku dapat berkah dari kepercayaan purba itu. Setamat SMA, 1952, ia bercita-cita menjadi pegawai Departemen Luar Negeri (Deplu). Ia ini berjalan dengan mata tertutup dari depan Sasana Hinggil melewati celah dua beringin. "Pertama dan kedua saya gagal, melenceng ke kiri dan menabrak tembok," Yuso berkisah. Walau menabrak tembok kepalanya tidak benjol. "Saya ulangi dan berhasil," ujarnya. Kemudian, hubungannya dengan Deplu itu apa? "Lamaran saya diterima, dan 1973 saya pensiun," tutur Yuso. Setelah itu ia kemudian menjadi abdi dalem untuk membalas jasa atas suksesnya sebagai pegawai Deplu tempo hari. Ternyata, "sirkus ala Yogya" ini bukan hanya milik orang setempat. Dari daerah lain juga kepingin memainkannya. Terutama di hari libur banyak anak muda datang, serta mobil mereka ada yang berplat Jakarta dan Surabaya. Kegandrungan masyarakat ini, oleh radio amatir "Rakosa FM", kemudian disulap sebagai ajang lomba, tengah September lalu. "Tujuan utamanya agar 'masangin' ini bisa jadi obyek wisata," ujar Awik Rusprayitno, Dirut Rakosa. Harap maklum, "masangin" itu singkatan dari "masuk antara dua beringin". Peserta lomba ini meliputi 400 orang: mayoritasnya anak muda. Tapi tak semua peserta hanya coba-coba. Lihat saja, Nanang, 26 tahun. "Saya yakin akan kebenaran kepercayaan itu, sebab saya orang kebatinan," ujarnya kepada Aji Surya dari TEMPO. Mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Yogya ini tertarik ikut lomba itu karena ingin menang SDSB. "Kalau nembus SDSB tentu saya bisa membiayai kuliah yang terkatung-katung delapan tahun itu sehingga bisa cepat selesai," katanya. Awik yang menyelenggarakan lomba mengaku bahwa ia tak percaya mangkusnya kepercayaan "masangin" ini. Tapi toh ia heran juga banyak orang gagal melakukannya. "Barangkali memang sebuah misteri," ujarnya. Waham, namanya pun kan untung-untungan. E~d Zoelverdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus