SEMUA orang tua tentu dulunya muda juga. Jadi, kalau orang yang tua sampai melupakan orang muda, apalagi dalam urusan perayaan hari besar negara, ya, repot. Dan itulah yang terjadi di RW 04 Karang Anyar, Bandung. Ada sebuah panitia yang menyiapkan acara berkenaan dengan peringatan ulang tahun ke-44 RI. Poster kuning yang dihiasi spidol warna-warni, tertempel di tembok pinggir kantor koperasi warga RW tersehut. Di situ diumumkan aneka lomba, seperti bersepeda lambat, cari uang dalam terigu, lomba bakiak, balap karung, maraton anak-anak, dan jalan cepat. Pagi ditempel, sorenya poster itu segera menggelitik lima remaja setempat. Mereka merasa tak diajak serta dalam kepanitiaan? sedangkan tema lomba dianggap tidak trendy lagi. Maka, Agung, 17 tahun, menyuruh Hendri, 15 tahun, mencopot poster itu. Lalu masih menggunakan kertas yang sama Agung menulis di balik poster itu coretan lain: Dalam Rangka HUT RI kami The Bronx mengadakan lomba chikitif, serta pelbagai istilah Sunda yang mengandung arti mesum. Teman Agung, yaitu Cece, Dicky, Teguh, menempelkan poster baru itu sebagai pengganti yang ditempelkan panitia. Warga yang melihat poster tadi ada yang terpancing geli, ada yang istigfar, dan sewot. Basuki Rosyadi, 32 tahun, misalnya, malah melaporkan "poster ugal-ugalan" itu kepada panitia. Atang, 35 tahun, ketua panitia, selanjutnya mengadu ke Ketua RW. 04, Nyonya Yeyet Setiawan, 42 tahun. Ibu RW merinding membaca ulah warganya yang muda itu. Usut punya usut akhirnya pembuat poster tersebut menjadi urusan polisi. Dan awal Juni barusan kelima remaja itu digelandang ke meja hijau. Jaksa Samiun Yahya, S.H. membacakan dakwaannya yang disimak hakim tunggal Nyonya Tirafiah Harahap, S.H. Ibu Hakim terpingkal-pingkal bersama riuhnya tawa pengunjung. Yang bikin orang gerrr tak lain karena Pak Jaksa menguraikan arti cikitif -- sebuah istilah Sunda untuk adegan ranjang. Singkatnya, tema poster itu seluruhnya serba serong sehingga para remaja tadi didakwa melanggar pasal 282 ayat (1) KUHP. Menurut Jaksa, pihak kepolisian menginginkan para remaja ini dituntut karena menghina HUT RI. "Ya, nggak bisa, dong. HUT RI kan bukan pejabat negara, tapi hanya panitianya saja," katanya tersenyum. "Sebenarnya, urusan ini cukup diselesaikan secara kekeluargaan di lingkungan tersebut," tambah Samiun pada Ahmad Taufik dari TEMPO. Dan ia menyesali mengapa para remaja itu tak dilibatkan dalam kepanitiaan. Sedangkan Hakim Tirafiah wanti-wanti. "Saya titip-titiplah remaja-remaja untuk diikutsertakan," ujarnya kepada Yeyet. Nyonya Yeyet juga sudah berusaha. Tapi wewenang selanjutnya ada di tangan ketua panitia sehingga di tiap RT warganya ikut serta. "Sudah, sudah saya perintahkan tiap RT," serunya bagai gaya pejabat tinggi saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini