Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Herv Darmenton alias Achd, 51 tahun, komikus asal Prancis, tampak sibuk membubuhkan tanda tangannya di buku-buku komik Lucky Luke di Hall 3.0 stand F 170 Frankfurt Book Fair, Jerman, milik penerbit Egmont, Jumat dua pekan lalu. ”Beginilah risiko jadi bintang. Meski capek, show harus jalan terus,” kata Achdé melihat panjangnya antrean.
Achdé menegakkan punggung dan mengibas-ngibaskan jari-jarinya yang pegal. Di depan pria beruban, berkacamata, dan berkemeja biru kotak-kotak itu, terdapat kotak perkakas menggambar. Selain memberi tanda tangan, ia menggoreskan kartunnya di buku yang dibeli penggemarnya.
Achdé adalah komikus yang menjadi pengganti Morris, komikus kondang asal Belgia, pencipta sosok kartun legendaris Lucky Luke. Morris meninggal sekitar sepuluh tahun lalu. Nomor-nomor baru Lucky Luke kini mengalir dari tangan Achdé. Ia mantan dokter spesialis radiologi yang beralih profesi menjadi komikus. Achdé menuturkan, Lucky Luke adalah pahlawan pujaannya sejak kecil. Komik sang pujaan yang pertama dibacanya berjudul Luke et Phil Defer.
Kepada gurunya, Achdé kecil mengutarakan obsesinya, kalau besar ingin jadi kartunis. Tapi, sayang, cita-citanya itu justru diragukan ibunya. ”Ah, yang benar saja, mana mungkin? Banyak orang juga punya cita-cita seperti kamu,” kata Achdé, menirukan ucapan ibunya, sembari tertawa. Pada awal-awal kariernya sebagai komikus, Achdé mengakui karya-karyanya adalah plagiat gaya komikus ternama. ”Tak berbeda dengan yang dilakukan komikus besar Albert Uderzo (Asterix) dan André Franquin (Gaston),” ujar komikus kelahiran 1961 ini.
Namun bakatnya sebagai kartunis terus berkembang, sehingga pada 1985 ia memutuskan berhenti jadi dokter dan beralih profesi sebagai komikus. Keputusannya tak salah langkah. Kemunculan komik pertamanya, Destins croisés, yang penerbitannya dia biayai sendiri, mendapat sambutan hangat. Achdé mendapat tawaran dari sejumlah penerbit.
Desakan menjadi komikus kian besar ketika dia mendapat pujian dari Morris, pencipta Lucky Luke. ”Morris sangat menyukai komik ciptaanmu,” kata Nyonya Morris menyampaikan pujian sang suami kepada Achdé, yang saat itu tengah merayakan ulang tahun ke-27. ”Saat itu Morris tidak bisa hadir. Tapi sepenggal kata-katanya itu membuat saya gembira luar biasa. Itulah hadiah ulang tahun terindah yang pernah saya peroleh,” ujar Achdé kepada Tempo.
Morris meninggal pada 2001. Penerbit yang tadinya menolak menerbitkan komik-komik Achdé lantaran mirip goresan kartunnya dengan Morris itu menyuruhnya melanjutkan serial komik Lucky Luke, yang sudah diterjemahkan ke 25 bahasa dan meraup sukses lewat lebih dari 30 juta kopi di seluruh dunia.
Kini Achdé disebut-sebut sebagai Walt Disney-nya Prancis. Berikut ini wawancara Tempo dengan Achdé yang ramah dan banyak tawa itu. Wawancara dilakukan dalam berbagai kesempatan, di antaranya di sela makan siang dengan penerbit dan sehabis acara jumpa penggemar.
Ada tip dari kartunis terkenal Chris Scheuer, ”Kalau saya mau menggambar pohon, saya harus menjadi pohon.” Apakah Anda menjadi Morris ketika menggambar komik Lucky Luke?
Tidak. Saya penerus Morris, saya tidak ingin dan tidak bisa menjadi Morris. Itu sebabnya, di sampul komik Lucky Luke yang sekarang tertulis ”Achdé setelah Morris”, untuk menunjukkan bahwa Lucky Luke bukan lagi ciptaan Morris.
Bagaimana ceritanya sampai Anda tertarik pada Lucky Luke?
Sewaktu saya kecil, hero yang dikenal di Prancis hanya koboi dan Tarzan. Pahlawan yang muncul di bioskop semacam Superman dan Batman tidak dikenal. Begitu selesai membaca Lucky Luke pada usia 9 tahun, saya langsung terkesan. Sejak itu, saya ingin menjadi hero seperti dia. Dan dorongan menjadi kartunis kemudian muncul. Inilah impian saya.
Dan impian Anda terkabul?
Dari dulu saya ingin bisa menggambar Lucky Luke. Suatu hari satu penerbit mau memberi hadiah kehormatan buat Morris. Saya diminta ambil bagian, membuat album empat halaman komik. Dan ternyata Morris tertarik pada komik ciptaan saya, karena katanya kartun saya mirip dengan kartun-kartunnya yang memang dari kecil sudah saya pelajari. Lalu saya datang ke penerbit dan mengatakan keinginan saya untuk menerbitkan kartun seperti Morris. Tapi kata penerbit, ”Tidak. Tidak boleh. Kami tidak perlu ’Morris kedua’. Orang boleh meniru (André) Franquin atau (Maurice) Tilleux, tapi meniru gaya kartun Morris ilegal.”
Tapi, tak lama sesudah itu, saya ditawari Morris untuk membuat serial komik Rantanplan. Saya seperti diangkat ke atas langit mendapat tawaran dari komikus pujaan. Persis kegembiraan anak delapan tahun yang mendapat hadiah sepeda. Sayangnya, beberapa bulan kemudian Morris meninggal, sebelum saya sempat mempelajari teknik goresan-goresannya. Saya sedih sekali. Selang beberapa saat setelah kepergian Morris, penerbit menelepon saya, menanyakan apakah saya mau melanjutkan kisah-kisah Lucky Luke, karena sebelum meninggal Morris meminta penerbit agar komik seri Lucky Luke terus berlanjut.
Anda langsung mengiyakan?
Saya sampai kehilangan kata-kata saking terkejutnya. Saya diminta membuat uji coba karena gaya kartun Rantanplan berbeda dengan Lucky Luke. Kemudian saya ciptakan cerita pendek berjudul Le Cuisiner Francais. Tiga bulan sesudah itu, penerbit menelepon lagi. ”Saya punya berita gembira. Anda menjadi kartunis Lucky Luke yang baru buat kami,” katanya.
Tidak tergambarkan kegembiraan yang saya rasakan waktu itu. Saya perlu waktu lama sekali untuk menyadari bahwa impian kecil saya ini benar-benar terkabul. Pada 2004, muncul Lucky Luke karya saya yang pertama berjudul Harcelemént au Quebec (Kekerasan di Quebec). Saya bekerja sama dengan komikus humoris Prancis, Laurent Gerra.
Adakah kesulitan ketika Anda menciptakan Lucky Luke?
Kesulitannya bukan ketika menggambar Lucky Luke. Kesulitan terbesar adalah menangkap mood Lucky Luke. Adalah kehormatan besar mendapat warisan Morris itu. Tapi kegembiraan itu sekaligus beban buat saya, karena tidak gampang menemukan mood Lucky Luke agar klop dengan alur cerita yang diciptakan Gerra. Apalagi Lucky Luke adalah panutan. Harus ada perspektif yang seimbang antara Lucky Luke yang bijaksana dan karakternya yang sering seenaknya sekaligus kocak. Maka hal yang amat menggembirakan buat saya jika orang bilang tidak ada perbedaan antara Lucky Luke yang dulu dan sekarang, ha-ha-ha....
Tapi Lucky Luke yang sekarang tidak lagi merokok dan minum bir?
Morris menghentikan rokok Lucky Luke pada 1982, karena Lucky Luke akan dipasarkan di Amerika Serikat dan di sana sedang digalakkan kampanye antimerokok. Kebiasaan minum masih ada, tapi jarang. Kadang minum bir, wiski, atau cuma lemonade. Di tangan saya, Lucky Luke juga minum, tapi tidak saya katakan dia minum apa, ha-ha-ha....
Lucky Luke mana yang kemudian menjadi pakem Anda?
Di tangan Morris, Lucky Luke disesuaikan dengan perkembangan zaman, sehingga ia menjadi figur yang menakjubkan. Saya berusaha menciptakan gaya sendiri. Orientasi saya sebetulnya ada di periode Calamity Jane sampai pada nyanyian Lucky Luke yang terkenal itu: ”I’m a poor lonesome cowboy, and a long way from home....”
Apa yang Anda kagumi dari Morris?
Dia seorang jenius. Saya tidak bisa 100 persen meniru dia. Contohnya saja, gambar langkah kuda. Kaki depan dan belakang bisa digambarnya melangkah serentak dan harmonis. Komik baru berhasil jika bisa menggabungkan alur cerita dan gambar kartun dengan harmonis. Tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Saya berusaha mempelajari gayanya memadukan, misalnya antara keharmonisan kuda dan penunggangnya (Lucky Luke), tapi sejauh ini belum bagus hasilnya.
Berapa lama Anda butuhkan untuk menciptakan satu judul?
Saya bekerja dari pagi sampai malam selama sebulan untuk menyelesaikan satu komik. Kadang saya merasa bekerja seperti budak, tapi saya senang dan bergairah menyelesaikan pekerjaan saya. Pada awalnya saya memang bekerja demi uang, karena kehidupan kami (ia dan keluarganya tinggal di Kota Le Gers, sebelah barat daya Prancis) amat sederhana waktu itu.
Dan sekarang Anda makmur berkat Lucky Luke?
Boleh dibilang begitu. Dan saya amat berterima kasih kepada Morris, ha-ha-ha....
Anda juga membuat Lucky Kid. Dari mana inspirasi Lucky Kid muncul?
Sederhana saja. Lucky Luke digemari anak-anak mulai 12 tahun sampai dewasa. Lucky Kid ditujukan untuk anak-anak 6-7 tahun. Lucky Kid mengisahkan petualangan Lucky Luke sewaktu kecil, sehingga penggemar dewasa tahu asal-muasal Lucky Luke. Kenapa namanya Lucky Luke. Kenapa ia menjadi koboi.
Tutty Baumeister (Frankfurt)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo