Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Romualdo Locatelli adalah pelukis Italia yang cemerlang dan dinominasikan untuk Prince Umberto Grand Prize pada 1925.
Melanglang ke beberapa negara, termasuk wilayah Hindia Belanda, dan tinggal di Batavia, Bandung, dan Bali.
Sangat produktif melukis saat tinggal di wilayah tersebut.
ROMUALDO Frederico Locatelli lahir di Bergamo, Italia, pada 4 April 1905. Sejak kecil, ia sudah dikondisikan mencipta seni rupa karena ayahnya, Luigi Locatelli, adalah pelukis. Pada masa remaja, ia bahkan bergabung secara profesional dengan sang ayah untuk mengerjakan lukisan dinding serta elemen-elemen dekoratif ruangan besar. Bakat hebat ini mendorong Luigi menyekolahkan Romualdo Locatelli di Accademia Carrara-Bergamo. Prestasinya dalam melukis realisme potretis dipuji sehingga karyanya masuk nominasi Prince Umberto Grand Prize pada 1925, penghargaan yang amat bergengsi di Italia kala itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekeluar dari akademi, ia merayap ke Milan dan Roma, bermukim sebentar-sebentar di sana dan mencipta. Pada periode ini, sapuan ekspresionis dan impresionisnya mulai tampak. Sapuan itu mulai kentara ketika ia sampai di Sardinia, Sisilia, dan Maremma hingga di Afrika Utara. Ketika berada di Afrika Utara, ia menyadari bahwa dirinya adalah seniman orientalis. Pikirannya berkata: ada budaya negeri di luar Eropa yang pantas dicatat dalam kanvas, sebagai “pembanding unik” budaya Eropa yang selama itu ia kenal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 1938, ia menggelar pameran tunggal di Roma. Lukisan-lukisan tentang Afrika Utara ditampilkan dan mendapat pujian. Pada saat itu muncul saran agar Romualdo melakukan perjalanan orientalis ke Selatan, seperti Filipina dan Hindia Belanda. Ia sangat tertarik. Ia pun langsung berangkat beberapa bulan kemudian. Di Hindia Belanda, Romualdo terpikat oleh Bandung yang sejuk sekaligus hangat, dan diberi predikat “Parijs van Java”. Namun ia juga terpesona oleh Batavia, yang menyimpan ragam kehidupan.
Romualdo Locatelli, 1930. Wikimedia
Di Batavia, ia tentu saja melukis bebas. Warga kampung dan pedagang keliling acap menjadi sasaran kuasnya. Namun keahliannya dalam melukis potret membuat ia banyak menerima pesanan. Di antaranya dari wanita bernama Grazielle Reehry, istri seorang bangsawan. Pesanan itu tentu menyenangkan, meski ternyata juga menghadirkan kisah yang sungguh menyeramkan, sebagaimana diceritakan Erminia Locatelli Rogers dalam buku Romualdo Locatelli: The Ultimate Voyage of An Italian Artist in the Far East (1994). Erminia adalah istri Romualdo. Begini kisahnya.
Syahdan, Romualdo Frederico Locatelli yang siap dengan alat-alat melukis sudah berada di kamar Grazielle Reehry yang megah-mewah dan dihiasi cermin di dinding dan langit-langit. Di tengah keterpesonaan Romualdo itu, si cantik jelita Reehry memasuki kamar dengan gaunnya yang menawan. Melihat Reehry, naluri kelelakian Romualdo bangkit. Ia lalu menjumput parfum “Narcise Noir” yang ada di situ dan memercikkannya sedikit kepada Reehry. Pada saat itulah Reehry menyambut Romualdo dengan pelukan, yang kemudian berlanjut ke cerita percintaan. Setelah beberapa kali, Reehry bangkit dari ranjangnya dan buru-buru memakai gaunnya. “Suamiku sudah kembali. Jangan marah, ya. Ayo turun sekarang,” katanya.
Cerita roman sudah lewat. Ketika pada tahun-tahun berikutnya Romualdo berada di Manila, Erminia menerima surat yang mengejutkan dari sahabatnya, penyanyi Nunu Sanchioni. Surat itu mengabarkan bahwa Grazielle Reehry mati ditikam di ranjangnya yang mewah. Banyak yang menduga si penikam adalah suaminya sendiri, setelah tahu betapa Reehry gemar bermain cinta dengan lelaki lain.
•••
ROMUALDO Locatelli hidup di Jawa (Batavia dan Bandung) pada Januari-September 1939. Di Jawa, ia menghasilkan lukisan-lukisan yang unik dan sangat orientalis. Misalnya Penari Muda dan Pemain Kendang (1939) yang menangkap momentum penari cilik sedang berpentas dengan penuh penghayatan. Juga Menggaru Sawah di Jawa (1939) dan Memotong Padi (1939) yang menjadi koleksi Presiden Sukarno.
Setelah menghasilkan karya-karya yang bagus, dan digelar dalam pameran tunggal, ia berlayar ke Bali. Baru beberapa minggu di Bali, ia berniat hidup di sana. Kepada Colin McPhee, komposer Kanada yang memberinya tempat tinggal di Bali, Romualdo berkata, “Apabila di Roma orang berdoa untuk mencari surga, di Bali orang-orang jauh hari sudah menemukannya.”
Di Bali, ia sangat produktif. Seperti di Jawa, ia kerap melukis gadis belia di kanvasnya, dan menghasilkan sejumlah adikarya. Tigah, Sang Dewi Bali (1940) salah satunya. Lukisan ini dengan provokatif dan sempurna menggambarkan gadis Bali yang telanjang bulat telentang di tempat tidur dengan posisi dan gestur persis seperti Yesus sedang disalib. Gadis yang tersenyum sangat manis itu digambarkan sangat terbuka, dalam pandangan mata burung.
Pada hari-hari kemudian, mungkin lantaran perasaannya diguncang situasi Perang Dunia II, Romualdo mendadak ingin meninggalkan Bali untuk sementara. Ia menuju Filipina pada 1940 bersama seniman Italia lain, Emilio Ambron. Ketika ingin kembali ke Bali pada 1942, ia mendengar kabar bahwa Jepang telah menguasai Indonesia. Ia pun memilih berdiam dulu di Filipina, sampai akhirnya Kota Manila dibom Jepang hingga menyebabkan tempat tinggalnya hancur dan 75 lukisannya menjadi abu.
Lukisan karya Romualdo Locatelli berjudul Menggaru Sawah di Jawa (1939). Koleksi Agus Dermawan T.
Dalam kekacauan itu, Romualdo menyelinap ke Rizal Forest yang lebat dan gelap, di dekat Manila, pada 23 Februari 1943, untuk kemudian tidak pernah muncul lagi. Kepergiannya yang misterius ini membuat banyak orang menyebutkan ia meninggal. Walaupun begitu, beberapa orang—termasuk Erminia, istrinya—meyakini Romualdo kala itu masih hidup dan sedang berjuang di dalam hutan melawan Jepang. Mereka baru meyakini kematian itu pada 1946, ketika Romualdo tidak juga muncul meski Perang Dunia II sudah berakhir.
Nama Romualdo Locatelli pun menjadi legenda. Lukisannya yang berjudul Wanita Remaja Bali dengan Hibiscus (1939), 116 x 96 cm, terbayar HK$ 6,2 juta atau sekitar Rp 12,4 miliar dalam lelang Christie’s Hong Kong edisi Mei 2010. Adapun lukisan Merokok, 88 x 58 cm, terbeli HK$ 4,7 juta atau Rp 9,4 miliar dalam lelang Modern Art and Contemporary Southeast Asian Art Sotheby’s, Hong Kong, edisi 31 Maret 2019. Karya-karya lain yang berukuran setengah depa juga ratusan juta dan miliaran rupiah harganya.
•••
KEMUNCULAN Romualdo Locatelli selalu menarik perhatian sejak awal. Pada Juli 1939, ia menggelar pameran 50 lukisannya yang bertema Hindia Belanda serta 10 lainnya dengan tema kehidupan dan pemandangan Italia. Pameran bertajuk “Romualdo Locatelli: Figuurstudies uit Italië en uit Indië, portretten en landschappen” ini diselenggarakan di gedung Bandoengsche Kunstkring. Potensi pelukis 34 tahun ini amat dihargai sehingga Wali Kota Bandung N. Beets antusias membukanya. Sejumlah kritikus juga memberi sambutan yang menyenangkan hati, seperti ditulis VN dari De Java-Bode edisi 5 Mei 1939, sebelum pameran dibuka.
“Bagi Locatelli, tidak ada masalah di luar keindahan kelimpahan hidup. Seseorang akan menemukan kedalaman dan gagasan metafisik dalam karyanya. Dengan spontan ia mengungkapkan keindahan tubuh dan alam. Di sini tidak ada kesedihan yang ditampilkan. Di sini tidak ada suara suara-suara rumit dari jiwa misterius....”
Reputasi artistik Romualdo yang liat, diimbuhi dengan riwayat hidupnya yang bergemuruh, menyebabkan namanya dikenang banyak orang. Sejumlah momentum lalu dicipta agar masyarakat punya alasan untuk mengingat kebesaran namanya.
Pada 1994, Darga Fine Art Editions Indonesia meluncurkan buku Romualdo Locatelli: The Ultimate Voyage of An Italian Artist in the Far East. Ada pula buku Romualdo Locatelli: Eternal Green Under an Eternal Sun susunan Gianni Orsini. Pada Agustus 2019, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Belanda mengadakan acara “Journalist Gathering” di restoran khas bernuansa Indonesia, Ron Gastrobar Downtown, Amsterdam. Dalam acara yang dihadiri puluhan wartawan media penting itu—di antaranya De Telegraaf—ditampilkan satu lukisan Romualdo, tak ada lukisan lain. Lukisan berjudul Gadis Jawa tersebut dipacak di tripod.
Apa maksud penghadiran tunggal lukisan itu? Penyelenggara mengatakan, “Kami ingin menyiarkan realitas kepada masyarakat internasional, betapa Indonesia memang sangat menarik sejak dulu kala. Sampai seniman besar Italia semacam Romualdo Locatelli juga datang, bermukim, meneliti, merasakan, dan melukis Indonesia dari banyak sisi.”
Sebelumnya, pada Juli 2019, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, juga diluncurkan buku monografi bertajuk Romualdo Locatelli: An artistic voyage from Rome, the Eternal City to Bali, the Island of the Gods. Peluncuran buku ini dikaitkan dengan perayaan spesial 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Italia, juga peringatan 80 tahun pameran perdana Romualdo di Jawa. Acara yang diselenggarakan Kedutaan Besar Italia, Locatelli Art Association, dan Istituto Italiano di Cultura itu mengangkat nama Romualdo ke langit tinggi. Meski kenyataan itu membuat para pencinta seni dan kolektor gigit jari, lantaran lukisan Romualdo tetap susah dilihat, dicari, dan dibeli.
Romualdo Locatelli bisa disamakan dengan Van Gogh dan Chairil Anwar. Ia berkarier dalam waktu singkat, tapi begitu intens dan sangat bermutu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Gemuruh Riwayat Romualdo"