Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lurah Pun Mengadu

Slamet, lurah desa pandu Gresik mengirim wakil ke DPR-RI untuk mengadukan seorang warganya, Jasipan. Dalam sengketa tanah, MA memenangkan Jasipan, Slamet tidak puas, karena menurutnya tanah tersebut milik desa. (kt)

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERBEDA dengan biasanya, sekali ini seorang lurah mengadukan warganya kepada DPR-RI. Awal Mei kemarin Lurah Desa Pandu Kecamatan Cerme (Kabupaten Gresik) mengutus sebuah tim terdiri dari 3 orang Jasipan, penduduk desa bersangkutan, diadukan sebagai telah menguasai tanah seluas 3,5 hektar secara tidak sah. Sampai pekan lalu persoalannya masih ramai. Bermula adalah Sastrosumitro Sukri, Lurah Desa Pandu, awal 1950- an menggarap tanah penduduk, Djojoasmorais. Pada 1955 ada verifikasi tanah. Tanpa pengetahuan Djojo tanah tadi dicatat menjadi atas nama Lurah. Beberapa waktu kemudian Djojo meninggal dunia. Sastro menyerahkan tanah itu kepada Ariokacing. Dia ini hanya anak angkat dari Djojo. Tapi lantaran Djojo tidak mempunyai anak, dia dianggap ayah sebagai pewaris. Masalahnya kemudian tanah itu rupanya masih tercatat dalam buku verifikasi tanah sebagai harta kelurahan. Maka ketika Ariokacing terakhir mewariskan pula tanah itu kepada anaknya Jasipan, pewaris terakhir ini tidak otomatis bisa menggarapnya Malah dalam lampiran Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur tentang pengesahan Lurah Pandu Slamet (1966) tanah itu disebut dalam status intil-intil dan suguh dayuh -- pokoknya milik desa. Persoalan sampai di pengadilan setelah di satu pihak Jasipan berusaha menggarap tanah itu di lain pihak Lurah Slamet mengklaimnya. Pengadilan Negeri Gresik, dalam putusannya pada 1973 memenangkan Jasipan. Pengadilan Tinggi sebaliknya. Jasipan meneruskan pengaduan sampai ke Mahkamah Agung. Putusan MA pertengahan tahun lalu membenarkan putusan Pengadilan Negeri Gresik. Yang Penting Lurah Slamet tidak puas, sekalipun secara hukum persengketaan itu sudah final. Tapi dengan alasan hukum pula bahwa dalam salah satu SK Gubernur Jawa Timur tanah yang semula dipersengketakan itu disebut-sebut dalam status intil-intil dan suguh dayuh, Lurah Slamet melakukan berbagai aksi. Mulai dari minta perlindungan camat atas tanah tadi, sampai kepada melaporkan Jasipan kepada Kodak X sebagai telah "menyalah gunakan keputusan Mahkamah Agung." Berbagai instansi berusaha menyadarkan Slamet akan kewenangan Mahkamah Agung memberikan putusan final sesuatu peradilan. Slamet tetap tidak puas. Sampailah akhirnya 5 Mei lalu ia mengutus 3 orang penduduk desa Pandu ke DPR-RI di Jakarta. Sebelumnya, 1 Mei, ia telah pula menulis surat kepada Menteri Kehakiman. Isinya menuntut agar tanah itu dikembalikan menjadi milik desa. Tim utusan Slamet dipimpin Hadi Sukamto, juru tulis desa. Kepada Soekardjono dari Fraksi Karya ia mengatakan: "terserah mau diapakan tanah itu oleh pemerintah, yang penting bisa dimanfaatkan bersama." Bisakah? Siapa pun tahu kewenangan Mahkamah Agung. Tapi, Soekardjono rupanya mengkhawatirkan terjadinya kerusuhan fisik. Setelah menerima delegasi Desa Pandu tadi ia meminta agar DPRD Jawa Timur menyelesaikan persoalan ini. Ketua DPRD Blegoh pun memahami maksud Soekardjono. Kepada Gubernur ia meminta agar mengambil langkah-langkah prefentip. "Kalau memang terdapat kesalahan admimstrasi seperti tercantum dalam besluit yang diterima Slamet, saya minta kepada (lubernur untuk mengadakan pembetulan," ujar Blegoh kepada TEMPO. Belum jelas betul apakah dalam besluit yang disebut-sebut itu memang ada kekeliruan. Namun menurut Bupati Gresik Wasiadji SH instruksi Gubernur untuk mengatasi sengketa itu sudah diterimanya. Yakni tahap pertama antara Lurah Slamet dan Jasipan akan diusahakan bermusyawarah mengenai nasib ikan milik Slamet yang kini tersebar di sawah yang disengketakan. Tapi tahap kedua, putusan Mahkamah Agung memang harus dilaksanakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus