Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Goyang lawu, terserah nasib goyang lawu, terserah nasib

Desember 1978 & 3 bulan berikutnya gempa telah melanda daerah sekitar gunung lawu. jumlah turis menurun sampai 30% dari jumlah pada bulan januari 1979. pendapatan masyarakat menurun.(dh)

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDUDUK di sekitar Gunung Lawu boleh sedikit lega. Meskipun gempa beruntun sejak Desember tahun lalu sampai hari-hari Mei lalu diperkirakan tidak akan timbul gas beracun seperti di pegunungan Dieng. Sungguhpun begitu seperti dikatakan Dr Matahelumual sebagai ketua tim peneliti "kewaspadaan penduduk tetap diperlukan." Gempa di sekitar gunung itu dirasakan pertama kali 13 Desember 1978. Terus menerus beberapa kali di akhir tahun lalu itu dan Januari-Pebruari reda. Tapi Maret, April dan hari-hari di bulan Mei berkali-kali terjadi lagi. Selama 13 hari pertama Mei itu menurut catatan di Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan tercatat 160 kali getaran. Di sekitar lereng gunung itu sendiri lebih banyak lagi. "Dalam 24 jam bisa 200 kali," ujar Kusnulwaton penanggung jawab pemancar penghubung (relay) TVRI Cemorosewu yang berada di ketinggian 1881 meter di atas permukaan laut. Pemancar teve hanya terletak sekitar 3,4 Km dari kawah Candradimuka, salah satu dari 3 kawah besar di Gunung Lawu -- di samping Argodumilah dan Jobolarangan. Begitu dekatnya jarak pemancar teve dengan kawah gunung hingga kerusakan-kerusakan kecilpun terjadi. Bangunan retak-retak sekitar 25 buah. Sebegitu jauh siaran teve tetap normal. Hanya saja manakala terjadi getaran bumi Kusnul menjauhi menara sampai beberapa meter. Ia khawatir menara itu ambruk dan lalu menimpa dirinya. "Belakangan saya tidak takut lagi," kata Kusnul "terserah nasib . " Tanah longsor terjadi di Dukuh Ngluweng Kecamatan Plaosan. Penduduk menghindar ke desa lain sejauh 3 Km. Bupati Magetan drs Bambang Koesbandono berusaha menenangkan mereka agar tidak asal mengungsi. Pertengahan Mei lalu sebagian penduduk ternyata masih ada yang ketakutan dan betah tinggal di balai desa Sarangan. Akibat kegiatan Gunung Lawu memang terasa juga di sekitar Sarangan yang terkenal sebagai obyek wisata itu. Apabila di bulan pertama tahun ini obyek wisata itu dikunjungi pelancong sekitar 20 ribu orang, 3 bulan berikutnya hanya 7000 saja. Akibatnya yang langsung sekitar 50 pengusaha perahu di telaga Sarangan, 80 pemilik kuda sewaan dan puluhan tukang sate tentu saja prihatin. Namun tak kurang sedih nasib pengusaha hotel. Hotel Indah, satu di antara 6 hotel di dataran berketinggian 1287 meter dari permukaan laut itu, dua minggu pertama Mei kemarin hanya menerima tamu 10 orang saja. Menurut seorang pegawainya, di samping pelancong biasa juga berbagai instansi atau organisasi selama ini sering mengadakan rapat kerja atau semacamnya di hotel itu. "Sekarang-sekarang ini kosong," kata pegawal itu kepada Latif Sunaryo dari TEMPO. Sebegitu jauh Gunung Lawu itu sendiri, setelah meletus di tahun 1600, masih tergolong tenang. Artinya sepanjang penilaian terhadap getaran-getaran yang terjadi belakangan ini belum tentu meletus. 30 Juta M3 Menurut seorang mahasiswa geologi ITB bernama Pudjo Hardjono, kepada Bupati Magetan sudah dimintakan agar air telaga Sarangan yang sekarang berjumlah sekitar 30 juta M3 itu dikurangi. Alasannya, air bisa berfungsi sebagai pelatuk gempa tektonis. Bagaimanapun penduduk di sekitar gunung itu tidak tenang. Lebih-lebih setelah ada pengalaman berbagai bencana alam akhir-akhir ini. Setelah bencana Dieng, menyusul Ile (gunung) Mandiri. Lalu Merapi. Dan tak kurang penting untuk dicatat, sementara rakyat beberapa kabupaten di Jawa merasakan kegiatan Gunung Lawu, penduduk Bali dan Lombok pun Senin malam pekan lalu digoncang gempa. Di Lombok Barat masjid dan 4 madrasah rusak berat, 8 rumah roboh, lebih seratus rumah lagi rusak. Juga 14 orang luka-luka termasuk 3 orang yang terbilang parah. Di Sumatera Barat, sisa-sisa musibah Gunung Merapi 30 April lalu masih terasa. Sebanyak 535 KK terdiri dari 2000 jiwa harus hijrah dari tempatnya semula. Di antaranya 137 KK sudah tertampung di rumah-rumah jatah kaum transmigran di Sitiung dan di Pesisir Selatan yang kebetulan kosong. Sisanya? "Inilah yang menjadi problem," kata Gubernur Sumatera Barat Azwar Anas. Maksudnya kira-kira: biaya untuk itu belum kelihatan. Sementara rumah-rumah jatah kaum transmigran yang terpaksa dipakai tentu saja harus difikirkan gantinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus