Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Poin seruan para pekerja pada Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2022 mendatang, bertambah. Dalam aksi long march yang rencananya digelar di berbagai titik di Jakarta, buruh akan menyuarakan kekecewaannya terhadap ulah mafia minyak goreng yang membuat produk bahan pangan itu langka hingga harganya melambung di pasaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Rakyat rugi karena mereka korupsi. Buruh menanggung beban biaya akibat harga minyak tinggi. Ini kan enggak adil,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal saat dihubungi, Kamis, 21 April 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buruh meminta Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengevaluasi Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Lutfi dianggap tidak berhasil mencegah munculnya mafia minyak sawit yang mengakibatkan konsumen harus menanggung rugi.
Nama-nama tersangka mafia minyak goreng dua hari lalu diumumkan Kejaksaan Agung. Tercatat ada empat tersangka yang langsung ditahan dengan perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) pada Januari 2021 hingga Maret 2022.
Tim Kejaksaan mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan keempat orang tersebut sebagai tersangka. Adapun keempat tersangka itu adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri pada Kementerian Perdagangan Indrashari Wisnu Wardhana, Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup Stanley MA, dan Pierre Togar Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
Tiga perusahaan swasta tempat para tersangka itu bernaung merupakan produsen besar minyak goreng kemasan di Indonesia. PT Wilmar memiliki produk minyak goreng kemasan dengan merek Sania dan Fortune. Kemudian, Musim Mas memiliki minyak goreng dengan merek SunCo. Sedangkan Permata Hijau memproduksi minyak goreng dengan merek dagang Parveen.
Ketiga tersangka dari perusahaan ini diduga berkomunikasi secara intens dengan Indrasari untuk mendapatkan izin ekspor. Sebabnya, pada akhir Januari lalu, Menteri Perdagangan mewajibkan pengusaha memenuhi kewajiban domestic market obligation (DMO). Setiap perusahaan sawit yang akan mengekspor harus memenuhi ketentuan DMO 20 persen sebelum mendapatkan izin tersebut.
Sejumlah perusahaan diduga mendapatkan izin, meski tidak memenuhi syarat DMO. Inilah yang disinyalir menjadi akar penyebab stok minyak goreng di dalam negeri langka dan harganya meroket sampai nyaris dua kali lipat.
Said menjelaskan tingginya harga minyak goreng dalam beberapa waktu belakangan menambah beban para buruh di tengah perolehan upah yang stagnan. Dalam tiga tahun terakhir, kata dia, buruh tidak menikmati kenaikan upah. Padahal pada saat yang sama, laju inflasi terus terkerek dan harga-harga kebutuhan pokok melejit.
Walhasil, situasi ini menyebabkan daya beli buruh merosot sampai 30 persen. Dalam pertemuan dengan Kementerian Perdagangan pada Maret lalu, Said mengaku bahwa serikat buruh telah mendesak pemerintah membongkar mafia minyak goreng yang berpotensi merugikan negara dan rakyat.
“Karena setiap mau puasa, ada gejolak harga, selalu terjadi ada mafia. Kementerian Perdagangan tidak ada kemampuan mengantisipasinya,” kata Said.
Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan mafia telah mencoreng promosi perdagangan minyak kelapa sawit di Indonesia. Apalagi mafia ini melibatkan tiga perusahaan strategis yang menjadi anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil—sebuah lembaga sertifikasi minyak sawit berkelanjutan dunia.
“Mereka memiliki kekuatan dan dapat menciptakan instabilitas politik, ekonomi, keamanan,” ujar Darto.
Adapun SPKS melihat kemunculan mafia minyak sawit tak terlepas dari struktur pasar yang cenderung dikuasai segelintir perusahaan. Kartelisasi ini, kata dia, seharusnya menjadi bahan evaluasi secara menyeluruh oleh pemerintah.
Di sisi lain, Darto menyoroti potensi penyaluran subsidi minyak goreng yang disinyalir berpeluang menimbulkan kerugian bagi negara. Subsidi disalurkan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS), yakni badan layanan umum yang dimandatkan mengelola dana perkebunan kelapa sawit.
Subsidi ini diterapkan selama kebijakan DMO berlangsung. Pada periode tersebut, BPDPKS menyalurkan subsidi sebesar Rp 11,2 triliun, dengan dua tahap pembayaran. Tahap pertama Rp 3,6 triliun dan tahap kedua Rp 7,6 triliun. Namun, penerima subsidinya ditunjuk oleh Kementerian Perdagangan.
Dia menduga, pemberian subsidi berkaitan dengan peran konglomerat sawit yang duduk sebagai komite pengarah di BPDP-KS. Tak hanya itu, Dirjen Perdagangan Luar Negeri yang telah ditetapkan sebagai tersangka juga menduduki posisi Dewan Pengawas BPDPKS.
“Komite pengarah sangat sentral dalam pemberian subsidi dan konglomerat sawit duduk di sana. Ada conflict of interest,” ucapnya.
Proses penyaluran pendistribusian subsidi, menurut Darto, pun tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Secara mandat, menurut dia, BPDPKS tidak memiliki kewajiban atau kewenangan menyalurkan subsidi untuk menstabilkan harga minyak goreng. Darto berharap Kejasaan Agung turut mendalami peran BPDPKS, seluruh direksi perusahaan minyak goreng, dan komite pengarah yang membuat kebijakan.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kerugian akibat munculnya mafia dirasakan oleh banyak pihak. Dari sisi pelaku usaha di sektor makanan minuman, mereka harus menanggung akibat karena naiknya biaya produksi secara signifikan.
“Imbasnya tidak sedikit usaha makanan minuman yang terpaksa memangkas marjin, efisiensi karyawan, dan melakukan penutupan secara permanen,” ucap Bhima.
Kemudian dari sisi rumah tangga kelas menengah bawah, kelompok ini terpaksa mengantre di retail modern untuk mendapat jatah minyak goreng kemasan subsidi. Saat harga eceran tertinggi (HET) dicabut untuk minyak kemasan, antrean berpindah ke penjual minyak curah.
Masalah stabilitas pasokan dan harga, kata Bhima, tidak selesai meski kebijakan berganti-ganti. Kemudian, ia melanjutkan, masyarakat diminta beralih ke minyak goreng curah karena skema subsidi bergeser dari kemasan ke produk tersebut.
“Padahal minyak curah sebelumnya ingin dihapuskan karena pengawasan sulit dan dianggap berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Indonesia satu-satunya negara G20 yang masih konsumsi minyak curah,” ucap Bhima.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sebelumnya mengatakan Kementeriannya akan mendukung proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung ihwal dugaan gratifikasi atau suap pemberian izin penerbitan ekspor minyak goreng. Dalam menjalankan fungsinya, Lutfi mengklaim dia selalu menekankan jajarannya agar pelayanan perizinan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan transparan.
"Kementerian Perdagangan mendukung proses hukum yang tengah berjalan saat ini. Kementerian Perdagangan juga siap untuk selalu memberikan informasi yang diperlukan dalam proses penegakan hukum," ucap Lutfi saat dihubungi melalui pesan pendek, Selasa, 19 April 2022.
Lutfi juga memastikan pihaknya mendukung proses hukum jika terbukti terjadi penyalahgunaan wewenang. "Saya telah menginstruksikan jajaran Kemendag untuk membantu proses penegakan hukum yang tengah berlangsung karena tindak korupsi dan penyalahgunaan wewenang menimbulkan kerugian negara dan berdampak terhadap perekonomian nasional serta merugikan masyarakat," ucap dia.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu