Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JET tempur Sukhoi Su-27SK dan Su-30MK yang dibeli pemerintah Indonesia termasuk peranti perang kelas wahid militer Rusia. Tapi proses pembeliannya yang acak-adul membuat anjlok nilai kecanggihan "mahakarya" Negeri Beruang Merah itu. Menurut Yusman Syafei Djafar, bekas Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia, beban anggaran pemerintah Indonesia bakal melonjak tajam. "Kalau menganggur tiga tahun, mesin pesawat harus ganti," katanya. Padahal harga satu mesin Sukhoi US$ 1 juta atau setara dengan Rp 9 miliar.
Selain itu, masih menurut Yusman, Sukhoi tidak bisa diadaptasi oleh radar Thomson buatan Prancis, yang selama ini digunakan militer Indonesia. Jika radar itu belum diselaraskan, kode merah akan menyala. "Untuk membenahinya, diperlukan fulus puluhan juta dolar AS," ujarnya. Masalahnya: mampukah APBN kita merawat Sukhoi?
SEJARAH
Pada 1969, Rusia memutuskan untuk mengimbangi kemampuan jet tempur Amerika saat itu, F-15 Eagle dan F-16 Fighting Falcon. Pavel Osipovich Sukhoi, yang mengepalai Kulin Machine-Building Plant, memenangi kontrak dan melakukan riset serius untuk merekayasa sebuah pesawat tempur mutakhir. Riset yang diberi nama Proyek T-10 ini menargetkan terciptanya jet tempur dengan kemampuan manuver udara dan serangan darat yang canggih serta dapat melibas sasaran dari jarak jauh.
Model pertama—berkode T10-1—diuji coba pada 20 Mei 1977. Kreasi awal ini kemudian disebut sebagai Su-27 tahap pertama. Setelah dilakukan evaluasi, ditemukan banyak kekurangan. Selain daya jelajahnya pendek, kelincahan bermanuvernya rendah. Bahkan ditemukan masalah pada fungsi aerodinamik, daya tahan mesin, dan pengisian bahan bakarnya. Rusia menilai T10-1 masih jauh dari pesawat bikinan negara Barat.
Pesawat T10-1 kemudian disempurnakan menjadi T10-2. Dalam tahap uji coba, terjadi kecelakaan yang menewaskan pilotnya, Yevgeny Solovyov. Proyek militer ini tetap berlanjut hingga menghasilkan prototipe T10-3 dan T10-4. Meski begitu, program T10 dinilai gagal dan dihentikan pada 1979.
Setelah serangkaian kegagalan itu, dimulailah proyek modifikasi T10, yang diberi kode T10S. Dari percobaan, terciptalah Su-27, yang oleh Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dijuluki sebagai Flanker, yang bisa diartikan pemotong atau penjepit. Pesawat ini lulus uji laik terbang pada 20 April 1981.
Di kemudian hari, prototipe T10S menjadi "mahakarya" Rusia yang tak tertandingi daya jelajah, manuver, dan keefektifan serangannya. Muncul pula sejumlah varian dari jet tempur Su-27 Flanker. Ada Su-27 Flanker-B (Su-27S), Su-27UB Flanker-C, Su-27K/Su-33, Su-27P/Su-30, Su-27IB/Su-34, Su-27M/Su-35, dan Su-37.
SPESIFIKASI
Sukhoi Su-27SK (Versi Ekspor Su-27S)
Sukhoi Su-30MK (MK= kode standar ekspor, produksi: 1993)
Harga Pesawat:
Daya Tahan Mesin:
Terbang selama 2.000 jam/tiap tiga tahun harus ganti mesin
- Sensor inframerah yang bisa dipindah ke sisi kanan dan kiri langit-langit pesawat
- Mampu melakukan pengisian bahan bakar di udara
- Instrumen kokpit dan sistem penerbangan lebih canggih
- Dua kursi pilot
- Ekor pesawat lebih besar
- Mampu mengkoordinasi penyerangan udara pesawat Sukhoi lainnya
Negara Pemakai
Perbandingan Arsenal Senjata Su-27/Su-30MK Dengan F-16 | |
1 meriam 30 mm GSh-30-1 | meriam 20 mm M61A1 |
Kh-59M (jangkauan 159 km) | AIM-9 Sidewinder (jangkauan 10-18 mil) |
Kh-31A/P (jangkauan 70 km, Kh-31P: 110 km) | AIM-7 Sparrow (jangkauan 25 mil) |
Kh-29T (jangkauan 8-10 km) | AIM-120 AMRAAM (jangkauan 20+ mil) |
AA-10 Alamo (jangkauan 2-80 km) | AGM-88 HARM (jangkauan 30+ mil) |
AA-11 Archer (jangkauan 20 km) | AGM-65 Maverick (jangkauan 17+ mi)l |
Total 8.000 kg misil dan bom, termasuk bom KAB-1500 dan KAB-500Kr | GBU-12 Paveway II (jangkauan 6+ mil) |
Bom anti-personel CBU-87 | |
Bom Mk-82, -83, -84 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo