Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Badan Urusan (Logistik) Pesawat

Bekerja atas perintah Menteri Rini, Bulog dinilai telah melabrak peraturan pemerintah.

29 Juni 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI halaman kantor Bulog Semarang, Nuril Arifin membakar habis 15 karung gabah. Selasa dua pekan lalu itu, dia dan puluhan petani lainnya yang tergabung dalam Forum Solidaritas Petani Indonesia sedang kesal. Dada mereka sesak melihat harga gabah melorot drastis dari tadinya Rp 1.725 per kilogram jadi hanya 700 perak. Sementara itu, bukannya menangani urusan pangan sebagaimana yang dibebankan ke pundak mereka, para petinggi Bulog malah sibuk mengurus pembelian Sukhoi. Bahkan, imbal beli jet tempur bikinan Rusia itu menggunakan deposito Bulog sebagai jaminan. Nuril, seperti juga kebanyakan orang, terheran-heran melihat kerepotan lembaga penyangga itu belakangan. Apalagi belakangan diketahui sebagian besar dari 30 komoditas yang akan "dibarter" dengan burung besi itu bukan barang pangan yang biasa diurusi Bulog. Tertulis dalam dokumen yang diperoleh mingguan ini, jenis barang ekspor yang masuk daftar imbal beli Sukhoi adalah CPO, kopi, cokelat, karet, tekstil, bauksit, peranti komputer, sampai sepatu bot. Ditanya soal ini, Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Bulog, Widjanarko Puspoyo, mengatakan ia hanya melaksanakan tugas dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soewandi. Menurut dia, ini semata upaya agar produk Indonesia bisa menembus pasar internasional. Produksi CPO atau crude palm oil, misalnya, tahun depan ditaksir bakal meningkat drastis. Padahal selama ini Indonesia selalu kalah bersaing dengan Malaysia dalam merebut pasar. Karena itulah berbagai terobosan perlu dilakukan. Anggota Komisi Pertahanan dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, Effendi Choirie, tak bisa menerima penjelasan itu. Kata dia, kalau berpegang pada aturan dan fungsinya, Widjanarko tentu bisa menolak permintaan Menteri Rini. Dari kasus ini, Effendi melihat adanya ketidakjelasan pembagian kerja antar-departemen. Terlihat dalam proyek pembelian Sukhoi ini Bulog bahkan berani mengambil alih tugas departemen lain. "Saya curiga memang ada sesuatu di balik imbal dagang itu. Karena itu, panitia kerja Sukhoi sangat penting untuk menguaknya," katanya. Direktur Indef, Fadhil Hasan, pun terheran-heran dengan argumen Widjanarko di atas. Soalnya, merujuk ke Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perum Bulog, terang disebutkan bahwa pembinaan Bulog dilakukan oleh Menteri Keuangan. "Jadi, Rini tak berhak memberi instruksi atau mengintervensi Bulog," katanya. Fadhil juga mengungkapkan kekhawatirannya akan peran Bulog yang mulai melenceng ke mana-mana ini. Menurut dia, setelah berubah menjadi perusahaan umum, misi Bulog memang mengalami pergeseran. Bulog lalu mendapat tambahan tugas untuk juga berbisnis karena dalam jangka panjang pelayanan publik yang dilakukannya tak akan lagi disubsidi pemerintah. Meski demikian, menurut Fadhil itu tak bisa mengesampingkan tugas utama Bulog sebagai penopang kebijakan pangan nasional, khususnya menjaga harga dasar gabah dan bahan pokok lainnya. Hal senada diutarakan mantan Kepala Bulog di era Presiden Wahid, Rizal Ramli. Menurut tokoh yang getol mengikuti perkembangan kasus Sukhoi ini, karena itulah Bulog pun telah melanggar ketentuan lainnya di PP No. 7/2003, khususnya Pasal 6 ayat 2 dan 3. Di situ terang disebutkan kewajiban Bulog adalah menyediakan bahan pangan yang bermutu bagi rakyat, menjaga harga, dan membangun ekonomi nasional khususnya di bidang pangan. Membeli jet tempur dan heli serbu sama sekali tak dicantumkan sebagai pekerjaan kantor ini. Lebih lagi, uang panjar pembelian Sukhoi ternyata dijamin dengan deposito milik Bulog, sebagaimana dijelaskan Widjanarko. Padahal, menurut Rizal, rekening itu adalah dana cadangan untuk program ketahanan pangan, termasuk menjaga harga gabah agar tak jatuh di tingkat petani. Kata Rizal, "Widjan membuka aibnya sendiri." Leanika Tanjung, Eduardus Karel Dewanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus