Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Main-main jadi sungguhan

Peresmian gedung puskesmas pembantu di desa getas, gunungkidul, dimeriahkan ketoprak. suatu kesempatan, ada peran 2 prajurit bertempur, hingga salah satu pemain kena bogem. dan berlanjut di luar panggung.

13 Mei 1989 | 00.00 WIB

Main-main jadi sungguhan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
ADA yang istimewa pada peresmian gedung puskesmas pembantu di Desa Getas, Gunungkidul, Yogya, awal April lalu. Untuk menyemarakkan suasana, pihak penyelenggara menggelar ketoprak, yang dimainkan oleh warga desa. Kesempatan ini sudah barang tentu tak disia-siakan penduduk yang haus hiburan. Sekitar pukul 20.00 gending mulai ditabuh. Layar sudah pula dibuka. Malam itu lakon yang akan disajikan adalah Bayangan Topeng Hitam. Menginjak separuh babak, pertunjukan mulai memanas. Semula lebih banyak berdialog, kini muncul adegan perang. Beberapa prajurit menampilkan adegan perang di panggung. Dua prajurit bertempur memperagakan gerakan-gerakan yang indah dan memikat. Keduanya sama-sama mencari kelemahan lawan. Kalau yang satu memukul, yang lain mengelak. Penonton bersuit-suit. Tiba-tiba seorang prajurit berhasil menghajar lawannya. Karena kesakitan, yang kena pukul langsung nggeblas ke belakang panggung. Tak lama kemudian lawannya menyusul. Layar pun ditutup. Pengunjung bersorak riuh. Perang selesai. Namun, perang lain berlanjut di luar panggung. Kali ini tak tertulis dalam skenario alias perang betulan. Dua prajurit yang belakangan diketahui bernama Tarmin dan Samidi rupanya sama-sama penasaran. Keduanya melontarkan jurus-jurus andalan. Tarmin menggebuk Samidi. Di saat lain Tarmin gantian kena bogem mentah. Ruang hias yang jadi ajang perkelahian porak poranda. Cermin pecah berantakan. Bedak dan gincu berhamburan. Untung, ada Satimin. "Mereka baru berhenti berkelahi setelah saya cerai," kata koordinator ketoprak itu. "Lebih untung lagi, penonton tidak tahu-menahu. Kalau mereka tahu, saya yang menanggung malu," ujar Satimin lagi. Masih untung, kedua orang itu sama-sama memerankan prajurit. Bayangkan kalau salah satu memerankan raja, bisa berantakan jalan ceritanya. Sebenarnya perang sungguhan tak perlu terjadi seandainya Tarmin tak menghajar telak Samidi dua kali berturut-turut. "Karena dipukul dua kali di perut dan dada, saya jadi emosi," ucap Samidi. Ketika kena pertama kali, Samidi sudah memberi isyarat agar menghentikan perkelahian. Namun, Tarmin tak peduli. "Malah, ia memukul saya lagi, ya saya balas," tambah pemuda berusia 23 tahun ini. Antara Tarmin dan Samidi sebetulnya tak ada persoalan. Ketika latihan, mereka melaksanakan sesuai dengan instruksi sutradara. "Tapi di panggung saya dipukul beneran," kata Samidi. "Saya nggak dendam," tambahnya. Tentu saja. Wong, di luar panggung Samidi sempat membalas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus