Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mak Comblang Kelas Dunia

14 Mei 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SHELDON Archer, 72 tahun, sungguh beruntung. Di usianya yang sudah tak muda lagi, hidupnya malah bahagia. Penyebabnya tak lain Yuyun Triwulandari, sang istri yang masih muda, semlohei, dan penuh perhatian. Pokoknya beda betul dengan perempuan Eropa yang pernah dikenalnya. Archer bertemu Yuyun, 23 tahun, nun di Probolinggo, Jawa Timur, ribuan kilometer dari kampung halamannya di Sheffield, Inggris.

Tapi Archer ogah senang sendirian. Dia ingin berbagi kebahagiaan dengan pria-pria seperti dirinya. Punya istri yang muda, baik hati, dan tak banyak ulah. ”Kalau kencan, wanita bule inginnya diajak pergi ke restoran mahal,” kata sang istri. ”Orang kita sih tidak neko-neko.”

Internet pun menjadi jalan. Dua tahun silam, bersama istrinya, dia membangun situs an-asian-wife.com. Di sana terpajang wajah-wajah eksotis Timur yang cocok dengan selera pria Barat. Mereka siap membantu siapa saja yang ingin mencari istri dari Probolinggo.

Tak sulit bagi Yuyun untuk mencari perempuan-perempuan tersebut. Dengan cara gethok tular, sebentar saja perempuan dari sejumlah desa di sana ikut mendaftar. Kini jumlahnya sekitar seratus perempuan—kebanyakan temannya sendiri. ”Banyak wanita di kampung yang memang ingin menikah dengan orang bule,” katanya.

Pucuk dicita, ulam tiba. Situs itu ternyata ramai peminat. Tiap hari paling tidak sekitar 25 pucuk surat menyatakan ingin menikahi cewek Probolingo. Dari rumahnya di Jrebeng Lor, Wonoasih, Probolinggo, Yuyun menjemput mereka ke Bandara Juanda, Surabaya, lalu membawa mereka ke kampungnya.

Sejak dua tahun silam, duet ini berhasil mencomblangi 15 pasangan ”cokelat dan susu” itu. Kehidupan mereka pun membaik. Beberapa di antaranya kini telah memiliki rumah nan megah. Apa yang diperoleh Yuyun dan Archer? Komisi? ”Enggak, kok. Malah kadang saya nomboki untuk ongkos mereka ke sana-sini,” begitu pengakuannya. Meski begitu, dia tetap merasa senang.

Kalaupun ada yang tidak cocok, para bule itu bisa menikmati keindahan panorama Gunung Bromo. Sambil menjadi mak comblang, Yuyun mempromosikan wisata negeri ini.

Abdi Purmono (Probolinggo)

Panggilan dari Kubur

Berkat tabungan yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, Indriyati, 28 tahun, akhirnya bisa punya telepon seluler. Asyik betul. Kini dia bisa berhalo-halo dengan siapa saja, kapan saja, di mana saja.

Eh, kendati dia belum memberitahukan nomornya kepada siapa pun, tiba-tiba teleponnya bernyanyi. Di layar ponsel tertera sebuah nomor. Semula Indri menyangka hanya panggilan salah sambung. Tapi, karena berkali-kali, jempolnya jadi gatal untuk beraksi. Nomor missed call itu diteleponnya.

Suara perempuan di seberang sana mengaku bernama Wahyuni. ”Suamimu kenal aku. Aku membutuhkan pertolongannya,” katanya sambil memberikan alamat tempat tinggalnya. Hati Indri langsung deg-degan. Siapa gerangan perempuan ini? Jangan-jangan suaminya punya TTM alias teman tapi mesra?

Namun rasa curiga segera berubah jadi ketakutan. Soalnya, tiap kali ditelepon, ”Wahyuni” langsung mengangkat teleponnya tanpa diawali dengan nada sambung. Giliran Bambang, suaminya, menelepon, hanya terdengar suara tertawa panjang.

Antara takut dan penasaran, Indri dan suaminya mendatangi alamat yang diberikan. Ternyata tempat tinggal itu berupa segunduk tanah dengan nisan tertulis nama Wahyuni, yang meninggal dunia empat tahun silam. Hiii.… Langsung saja bulu kuduk berdiri. Lima paranormal yang mereka datangi berkata sama: penelepon itu makhluk gaib.

Saking takutnya, Bambang dan istri mengungsi ke rumah saudara di Mranggen, Demak. Mereka juga melapor ke Polres Semarang Selatan. Tapi polisi tak bisa menangkap penelepon gelap itu. ”Kami akan menyelidiki kasus ini secara rasional, bukan pendekatan mistis,” ujar Ajun Komisaris Besar Polisi Abdul Hafidh Yuhas, Kapolres Semarang Selatan.

Mengejar ”Wahyuni” ternyata beda benar dengan memburu bandar narkoba. Diubek-ubek, dia tak juga tertangkap. Menurut polisi dan pihak operator, pemakai nomor itu melakukan pencatatan di Klaten, Jawa Tengah.

Yang jelas, ”Wahyuni” bukanlah arwah gentayangan. Buktinya, setelah ponsel dan nomor perdananya disimpan di kantor polisi sebagai barang bukti, panggilan dari kubur tak pernah datang lagi. Sang hantu mungkin takut juga sama polisi.

Sohirin (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus