Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudah dua bulan ini Sjully Darsono menunggu kabar dari Singapura. Butik Prada di kawasan belanja Orchard Road yang ia kunjungi pada awal Maret berjanji memberikan kabar bila ponsel pesanannya tiba. "Saya tercatat sebagai pemesan ke-500," katanya.
Untuk membeli telepon genggam berlogo Prada-sebuah rumah mode ternama di Milan, Italia-Sjully harus terbang dulu ke Singapura. Di sana dia mencatatkan diri dalam daftar tunggu. Pemilik rumah produksi aksesori Kasha Bijoux di kawasan Kebayoran Baru itu bilang, "Di Indonesia belum bisa dipesan. Lagi pula, harganya tak terlalu mahal, 600 euro (Rp 7 juta)."
Ponsel adalah salah satu "aksesori" terbaru yang diluncurkan rumah mode Prada. Targetnya tentu saja para fashionista alias penggemar fashion. Sjully salah satu contohnya. Ketika mendengar Prada dan vendor ponsel LG bekerja sama, terbitlah niat ibu satu anak ini untuk mengganti telepon genggamnya. Apalagi tiga telepon Nokia yang selalu ia bawa sejak 2005 tak pernah diperbarui lagi. Cuma, untuk memperoleh ponsel tersebut, ya itu tadi, ia harus menyeberang negara. Kalau pesanan sudah tiba, dia juga harus terbang lagi ke Singapura untuk mengambilnya.
Prada LG KE850, telepon yang diincar Sjully, memang belum beredar di Indonesia. Gadget berlayar lebar dengan fasilitas layar sentuh itu baru saja dilepas ke pasar oleh pembuatnya, LG Electronics, bulan lalu. Eropa dan Amerika menjadi pasar pertama. Asia, termasuk Indonesia dan Singapura, menyusul. "Pada Juli nanti baru kami luncurkan di Indonesia," kata Andri Tan, General Manajer LG Mobile Indonesia.
Ponsel kolaborasi ini muncul setelah Miuccia Prada, juragan rumah mode itu, turun tangan. Ia ikut menyeleksi proposal dari beberapa vendor ponsel dunia yang diajukan sejak dua tahun lalu. Selain LG, Nokia dan Samsung turut bersaing. Tapi dua vendor terakhir gagal memuaskan Miuccia dari sisi desain.
Miuccia sama sekali tak suka dengan tombol-tombol tekan dalam ponsel. Tombol tekan, bagi Prada, telah menjadi masa lalu. Sebagai salah satu bintang fashion kelas atas yang gandrung pada perubahan, kata Patrizio Bertelli, Presiden dan CEO Prada, "Kami menginginkan sesuatu yang benar-benar baru di pasar."
Bertelli mengatakan, pencitraan rumah modenya tak hanya lewat produk konvensional seperti pakaian dan tas, tapi juga melalui produk baru. Peluncuran ponsel Prada, katanya, merupakan terobosan untuk menguatkan citra tersebut. Dan yang penting, "Kami merancang sendiri bentuk telepon itu."
Selain fasilitas layar sentuh, sebenarnya fitur pelengkap ponsel ini tak ada yang istimewa. Dilengkapi kamera 2 megapiksel, pemutar video (multimedia), dan kapasitas untuk melihat isi dokumen, Prada bukan yang terbaik di kelasnya. Ponsel lain dengan harga di bawah Rp 5 juta bahkan dilengkapi kamera 3 megapiksel. Tapi sentuhan Prada membuat para pengikut mode kepincut oleh ponsel setebal 12 milimeter itu. Kesan handy, simpel, sekaligus mewah muncul dari ponsel ini.
Menurut Andri Tan, telepon genggam kini bukan lagi sekadar alat komunikasi. Sebagaimana pakaian, ponsel telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup. Maka, ketika ponsel dengan merek kuat sebuah rumah mode muncul, mengutip Andri, "Pemiliknya akan merasa kian dekat dengan citra mode yang dianutnya."
Ponsel Prada membidik para penggila mode alias fashionista yang masih terbatas di kalangan tertentu. Tapi munculnya butik rumah mode dunia di pelbagai pusat belanja membuat produsen telepon genggam tak ragu menjadikan mereka pangsa pasar baru yang menggiurkan. "Fashionista yang menggenggam ponsel bermerek rumah mode biasanya akan memiliki kebanggaan lebih," ujar Andri.
LG dan Prada bukanlah duet vendor alat telekomunikasi dan rumah mode pertama. Di Indonesia, duet Motorola-Dolce&Gabbana, rumah mode yang juga bermarkas di Milan, bahkan telah lebih dulu meluncurkan ponsel bagi kalangan fashionista. Begitu pula dengan Gucci, yang merilis ponsel dalam jumlah yang terbatas dan Diane von Furstenberg yang berkolaborasi dengan T-Mobile merilis ponsel T-Mobile's Sidekick 3 pada Oktober tahun lalu.
Kerja sama Motorola-Dolce&Gabbana menghasilkan MOTORAZR V3i Dolce&Gabbana tahun lalu. Ponsel ini memadukan warna emas dan perak. Ada pula ukiran logo dan tambahan gantungan emas D&G. Aksesori gaya berupa headset, bluetooth, dan sarung ponsel dari kulit berwarna emas melengkapi produk ini. "Saya suka karena bentuknya dan karena dipakai oleh para selebriti," kata Ivone, 38 tahun.
Bentuk yang mewah, tipis, dan berkesan eksklusif menjadi alasan Ivone untuk membeli ponsel D&G. Soal fitur, Ivone tak ambil pusing. Ia merasa cukup bisa menelepon, mengirim pesan, dan menyimpan data.
Penyuka produk-produk keluaran D&G itu mengamati beberapa selebriti dunia seperti Madonna dan Kyle Minogue memakai telepon D&G ini. Di Indonesia, "Krisdayanti dan Titi D.J. adalah pemakai ponsel tersebut," kata Yanti Agus, Marketing Manager Mobile Device Motorola Indonesia.
Pengamat mode Samuel Mulia mengatakan, ponsel berlogo rumah mode memang lebih memperhatikan desain. Meski dilengkapi fitur penunjang seperti kamera dan penyimpanan data, tetap saja tidak selengkap telepon genggam para profesional, semisal ponsel Communicator. "Padahal, sebagian pelaku mode juga orang profesional," kata Samuel. Karena itu, selain menyimpan ponsel mode, ada yang tetap menggunakan ponselnya yang lama.
Memiliki ponsel mode, kata Samuel, membuat para fashionista merasa lebih percaya diri, nyaman, dan at home. Mengutip bahasa MTV, ujar Samuel, "Mereka merasa lebih gue banget."
Alhasil, rumah mode dan vendor ponsel bisa saling memanfaatkan. Bagi vendor, kalangan fashionista merupakan sasaran baru untuk meluaskan pasar serta meningkatkan citra dan gengsi produknya. Sedangkan bagi rumah mode, ponsel telah dianggap sebagai bagian fashion yang harus mendapat perhatian.
Kini jumlah kelompok fashionista kian melar. Indikasinya, butik rumah mode dunia terus menjamur di Jakarta. Peminatnya bukan hanya orang dewasa, tapi juga kalangan pelajar. "Anak saya suka barang-barang Dolce&Gabbana," kata Antonius Budiono, warga Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Saat ponsel D&G-dengan harga sekitar Rp 3 juta-muncul di pasar, sang anak yang duduk di bangku sekolah menengah atas itu pun merengek kepada sang ayah. Tak kuasa, Antonius akhirnya meluluskan permintaan sang putri yang ingin menggenggam ponsel rumah mode favoritnya.
Adek Media
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo