Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH dicopot dari kursi Panglima Tentara Nasional Indonesia pada Desember tahun lalu, Gatot Nurmantyo tak lagi berurusan dengan senjata dan strategi militer-kendati ia baru pensiun pada 31 Maret 2018. Ia giat berkeliling ke banyak pesantren.
Dua pekan lalu, Gatot berada di tengah haul seorang habib di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Ia nyekar ke makam ulama terkenal yang disapa "Guru Tua" di daerah itu. Gatot juga berceramah di depan puluhan santri. "Selagi masih ada ulama, insya Allah, kita tetap aman dan bersatu," ujarnya.
Dua pekan sebelum ke Sulawesi, Gatot mengunjungi Pondok Pesantren Al-Hamidy, Pamekasan, Madura. Isi pidatonya di Madura juga tak jauh-jauh dari topik ulama. Dia mengatakan ulama punya peran penting menangkal gerakan radikal di Indonesia.
Puja-puji Gatot kepada ulama seolah-olah melanjutkan kesan yang terbentuk sejak ia memakai "komunikasi peci putih" saat menghadapi demonstrasi besar pada 2 Desember 2016. Ketika ia mendampingi Presiden Joko Widodo menemui demonstran di Monumen Nasional, Jakarta, Gatot berbeda sendiri di tengah lautan massa karena satu-satunya pejabat yang memakai peci putih.
Gatot mengatakan pemilihan peci putih adalah cara dia menguasai psikologi massa. Alasannya, jika ia mengenakan peci hitam dan seragam dinas tentara, para demonstran akan menganggapnya bagian dari pemerintah. "Kalau pecinya putih, saya bagian dari mereka sehingga kalau berbicara akan didengarkan," ujarnya.
Kericuhan yang dikhawatirkan Gatot bukan tanpa alasan. Informasi intelijen yang dia terima menyebutkan eskalasi aksi itu bisa menyamai kerusuhan Mei 1998. "Ada orang yang siap menunggangi," kata Gatot tanpa menyebut nama. Menurut dia, penunggang itu bukan kelompok Sri Bintang Pamungkas, yang ditangkap seusai demonstrasi dengan tuduhan akan melakukan kudeta.
Isu kerusuhan memang sempat menyebar di kalangan demonstran. Front Pembela Islam, yang memimpin demonstrasi meminta Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dihukum karena dianggap menodai agama, meminta pengikutnya tak takut datang ke Monas karena ada pejabat berpeci putih yang akan melindungi mereka.
Gatot mengatakan klaim pejabat berpeci putih yang mendukung demonstrasi baru terlontar setelah massa melihatnya memakai atribut tersebut. "Itu diputarbalikkan," ucapnya. Toh, belakangan, ia tak keberatan jika diidentikkan dan dianggap berpihak pada FPI setelah demonstrasi itu.
Juru bicara FPI, Slamet Maarif, mengatakan tak ada hubungan khusus antara FPI dan Gatot gara-gara peci putih itu saat aksi 212. "Kami terikat sebagai sesama saudara muslim," ujar Slamet.
Sejak itu, Gatot diidentikkan dengan kelompok muslim. Ia terlihat makin rajin mendekati kelompok muslim dengan berkeliling ke banyak pesantren. Pada pertengahan tahun lalu, sebagai Panglima TNI, ia berpidato dalam safari Ramadan di tengah hujan lebat di Tasikmalaya, Jawa Barat. Gatot memuji-muji peran ulama dan santri. "TNI dalam darahnya adalah darah ulama. Santri itu cikal-bakal TNI," katanya.
Sanjungan kepada ulama dan santri itu, menurut Gatot, adalah cara dia mencuci dosa menjelang pensiun. "Ketika prajurit, pemimpin tertinggi saya adalah Presiden," ujarnya saat berkunjung ke kantor Tempo, Selasa pekan lalu. "Setelah pensiun dan menjadi umat, pemimpin saya adalah ulama."
Hubungan Gatot dengan FPI sudah terjalin lumayan lama. Ia mengaku kenal dengan pemimpinnya, Rizieq Syihab, sejak 2004, ketika ia menjadi asisten Alwi Shihab, yang memimpin pemulihan Aceh setelah diterjang tsunami. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat itu kerap menyerahkan kursi pemimpin rapat kepada Gatot.
Dalam rapat-rapat itu, Gatot acap bertemu dengan relawan pembersih mayat. Salah satunya FPI. Tim Rizieq saat itu berkeliling untuk menyisir korban tsunami di daerah terpencil. "Dia tidak minta apa-apa kecuali kantong mayat," kata Gatot.
Gatot juga dekat dengan Arifin Ilham, penceramah yang acap mengumbar air mata ketika berdoa di televisi. Ia akrab dengan Arifin sejak masih menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Gatot saat itu mengajak sejumlah ulama urun saran menyelesaikan konflik, seperti saat bentrok di Tolikara, Papua, pecah pada 2015.
Arifin kian mencuatkan popularitas Gatot. Sewaktu Gatot mengundangnya ke Markas Besar TNI Angkatan Darat, tahun lalu, Arifin menyebut Gatot sebagai jenderal yang "tak putus wudunya". Soalnya, Gatot menolak mengambil air wudu saat asar di tengah percakapan mereka. "Padahal saya memang belum kentut saja," ujar Gatot.
Tak hanya dekat dengan para penceramah agama, Gatot juga tekun mempelajari Al-Quran. Menurut Ketua Umum Indonesia Murojaah Foundation, Deden Makhyaruddin, sejumlah ulama sepuh sedang membantu Gatot mendalami Quran. "Saya sering bilang ke santri, kalau jenderal saja mengaji Al-Quran, masak kita kalah," tutur Deden.
Lewat organisasi Indonesia Murojaah itu, kata Deden, Gatot memberangkatkan sejumlah ulama dan guru mengaji untuk umrah. Tujuannya adalah memberikan penghargaan kepada penghafal Al-Quran. Meski begitu, bantuan dari Gatot bersifat tidak mengikat. "Banyak ulama yang umrah malah tidak tahu kalau ada kontribusi Pak Gatot," ujarnya.
Deden sedang menanti deklarasi Gatot bertarung dalam pemilihan presiden 2019. Sebab, kata pengasuh Pesantren Tahfizhil Quran al-Mustaqimiyyah di Bogor ini, sejumlah ulama sudah mendesak Gatot maju sebagai calon RI-1. Bila Gatot menjadi calon presiden, Deden tak ragu akan memilih mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat itu. "Di dalam Islam, kalau sudah ulama yang mendorong, berarti dia sosok yang terbaik," ujar Deden.
Gatot mengungkapkan tak punya motif mengail efek elektoral dalam sejumlah manuver yang melibatkan kelompok Islam. Dalam demo 212, misalnya, dia mengaku cuma ingin menjaga keamanan, khususnya keselamatan Presiden. Betapapun Gatot membantah tak menikmati efek elektoral dari demo 212, banyak alumnus aksi itu mendukungnya maju sebagai calon presiden pada pemilihan umum tahun depan. Salah satunya lewat perkumpulan relawan bernama Selendang Putih Nusantara.
Ketua Umum Selendang Putih Nusantara Rama Yumatha mengklaim punya 2 juta pengikut yang akan mendukung Gatot menjadi calon presiden. "Sebagian besar dari mereka adalah alumnus 212," kata Rama.
Popularitas Gatot di kalangan umat Islam tecermin dari survei-survei calon presiden. Dalam sigi Indo Barometer, Gatot salah satu pemimpin yang dipersepsikan dekat dengan kelompok Islam. Dia mendapat 2,1 persen suara responden dan berada di bawah Prabowo, Jokowi, Muhaimin Iskandar, Anies Baswedan, dan Jusuf Kalla. Sedangkan survei Median pada Februari lalu mendapati 14,3 persen responden mau memilih Gatot menjadi presiden karena dia dianggap berpihak pada umat Islam.
Gatot berkelakar, usahanya menebalkan ajaran agama itu lantaran dosanya begitu besar selama menjadi prajurit. "Dosa saya lebih besar dari gabungan dosa kalian semua," ujarnya. "Saya sekarang dalam proses perlahan menggerus dosa itu."
Raymundus Rikang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo