Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Makin Keren karena Konten

Perusahaan otobus ikut terbantu dengan hadirnya kreator konten yang mengulas seluk-beluk bus. Efek media sosial juga membuat sejumlah pemilik dan kru bus mempercantik tampilan armadanya.

20 November 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penumpang menyimpan barang bawaan di dalam bagasi saat akan menaiki bus jarak jauh di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, 18 November 2022. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah perusahaan otobus kini ramai membuat akun resmi di media sosial, seperti Instagram. Selain untuk memamerkan unit armada bus, mereka bisa menyampaikan promo harga tiket hingga jadwal keberangkatan bus. Salah satunya Gunung Harta. Perusahaan otobus ini aktif membagikan foto, video, dan informasi tentang layanan busnya.
Hingga kemarin, akun perusahaan yang berpusat di Tabanan, Bali, itu punya 7.990 pengikut di Instagram. Pada Rabu lalu, Gunung Harta memamerkan beberapa bus baru di Instagram. Bus berjenis suites combi bus itu merupakan kombinasi dari kursi tipe eksekutif dan kursi tidur alias sleeper. Dalam satu bus terdapat 18 kursi, yakni 12 kursi eksekutif dan enam kursi tidur. 
 
Armada bus tersebut akan melayani rute Denpasar-Yogyakarta dan sebaliknya. Adapun harga tiket untuk kursi eksekutif dipatok Rp 370 ribu dan kursi tidur senilai Rp 550 ribu. Sales Promotion and Marketing Gunung Harta, Alan Budi Kusuma, mengatakan akan ada sembilan bus baru yang melayani trayek Denpasar-Yogyakarta pulang-pergi. 
 
Selain itu, Gunung Harta sedang menyiapkan sejumlah bus baru untuk melayani rute terjauhnya, yakni Jakarta-Denpasar. Menurut Alan, sejatinya perusahaan otobus pernah membuka trayek yang berjarak tempuh lebih dari 1.100 kilometer itu beberapa tahun lalu. "Namun sempat sepi, jadi akhirnya ditutup, dan sekarang sudah membaik, jadi kami buka lagi dengan harga tiket Rp 570-600 ribu," kata Alan. 
 
Menurut Alan, media sosial ikut membantu mendongkrak jumlah penumpang Gunung Harta. Sebab, unggahan di media sosial bagaikan iklan yang ditujukan kepada warganet calon penumpang Gunung Harta. Hal itu ditambah dengan unggahan video dari sejumlah kreator konten spesialis perjalanan bus yang ikut membantu promosi armada Gunung Harta.

Bus Gunung Harta. Dokumentasi Gunung Harta.

Alan menyebutkan sejumlah YouTuber spesialis perjalanan bus sudah beberapa kali membuat konten dengan Gunung Harta. "Tanpa dibantu promosi mereka, kami tidak akan dikenal banyak orang."  
 
Meski begitu, Alan menyebutkan tak ada kesepakatan kerja sama antara YouTuber pencinta bus dan perusahaannya. Dengan kata lain, para kreator konten itu tetap membeli tiket seperti penumpang lain. Hanya, kru bus akan membantu jika ada kendala ketika membuat konten di dalam bus. "Saling membantu saja," tutur pria berusia 25 tahun itu. 
 
Alan pun berharap bisnis layanan transportasi bus bisa makin kompetitif, terlebih dengan adanya bantuan media sosial. Meskipun, menurut Alan, keberadaan media sosial menjadi tantangan. Sebab, masyarakat bisa melihat dan memilih layanan terbaik dari setiap perusahaan bus. "Jadi perusahaan bus harus bisa makin baik lagi." 
 
Komunitas pencinta bus, Bis Mania Indonesia, juga mencatat pengaruh media sosial dan kreator konten dalam meningkatkan minat masyarakat memilih moda transportasi bus. Salah satu administrator dan juru bicara Bis Mania Indonesia, Syahril Efendi, mengatakan media sosial membuat masyarakat lebih mudah mengetahui layanan setiap perusahaan bus tanpa harus menjajal sendiri. 
 
Dengan kata lain, masyarakat punya bayangan informasi akurat jika hendak menumpang bus. Terlebih bagi mereka yang sama sekali belum pernah menumpang bus pada trayek tertentu. "Keberadaan media sosial juga mempermudah masyarakat memesan tiket. Tidak perlu sampai ke terminal atau agen lagi," kata Efendi. 
 
Meski begitu, Efendi berharap tetap ada campur tangan pemerintah untuk makin menambah minat masyarakat menggunakan bus. Salah satunya dengan membenahi terminal di seluruh Indonesia. Menurut Efendi, saat ini masih banyak terminal yang kurang memadai dalam melayani masyarakat. Bahkan tindak kejahatan dan praktik calo masih kerap ditemui di terminal di berbagai daerah. 
 
Efendi mengatakan praktik calo sangat merugikan masyarakat karena risikonya tidak sekadar harga yang terlalu mahal, tapi juga bisa sampai kecurangan dan penipuan. "Karena itu, kami sering mengimbau masyarakat di media sosial untuk membeli tiket daring atau langsung ke agen resmi," kata pria berusia 24 tahun itu. 
 
Sementara itu, anggota lain Bis Mania Indonesia, Fachrudin, mengatakan media sosial ikut menaikkan standar kualitas bus di Indonesia. Hadirnya media sosial membuat pemilik dan kru bus berusaha mempercantik tampilan armada mereka. "Makin keren busnya, makin dilirik penumpang. Ini sangat berpengaruh," ujar pria berusia 41 tahun itu. 
 
Anggota komunitas Bis Mania Indonesia belakangan pun ada yang ikut melayani jasa modifikasi dan mempercantik bus. Lagi-lagi ide bisnis ini muncul karena kecintaan terhadap bus. Sebab, berbagai tren yang muncul menjadi peluang untung bagi yang bergerak di bidang ini. Misalnya, kini sedang tren penggunaan lampu strobo. "Harganya tidak murah, bisa sampai Rp 15 juta," kata pemilik usaha travel asal Depok tersebut. 

Calon penumpang saat membeli tiket bus jarak jauh pada konter di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, 18 November 2022. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Selain itu, ada tren memasang klakson bus yang bisa mengeluarkan bunyi mirip lagu India. Harganya pun cukup mahal, yakni Rp 7 juta. Ada pula tren yang digandrungi pencinta bus, yakni penggunaan pelek aluminium chrome bikinan Amerika Serikat. "Satu bijinya saja harganya lebih dari Rp 5 juta. Dikalikan saja itu berapa pelek," tutur Fachrudin. 
 
Namun tak semua pemilik bus mau mendandani armada mereka. Maklum, duit yang digelontorkan tak kecil. Namun hal tersebut bisa diakali oleh kru bus. Sopir dan kernet patungan untuk membeli aksesori bus yang diinginkan. Bahkan para penjual siap memberikan kredit untuk para kru bus membeli aksesori, seperti lampu strobo dan pelek. "Jadi kru bus bikin perjanjian, setiap hari harus menabung sekian rupiah untuk membayar kredit."   
 
Biasanya pihak perusahaan bus tidak berkeberatan atas modifikasi itu asalkan tidak membahayakan bus. "Kalau bus akan dijual, ya, aksesori dicopot dan jadi milik kru," ujarnya.  
 
Di atas kertas, upaya sopir dan kru bus mengeluarkan duit sendiri demi mendandani bus terasa tak masuk akal. Namun faktanya cukup banyak kru bus dari berbagai perusahaan otobus melakukannya. Sebab, jika bus sudah didandani dan sering muncul di media sosial pencinta bus, bus tersebut akan menjadi sasaran penumpang ataupun pemburu foto dan video. Singkat kata, jumlah penumpang pun akan bertambah. 
 
"Penumpang pasti inginnya naik bus yang bagus itu pasti. Kalau penumpang banyak, tentu akan jadi rezeki untuk kru bus."   
INDRA WIJAYA 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus