PERKENALKAN, nama saya Ivan. Lengkapnya Ivan Karamazov. Bukan,
pak, saya bukan anggota KGB. Saya hanya tokoh novel, karya
Dostoyewski. Tentu anda kenal namanya. Ia seorang pengarang...
ya, benar: dari Rusia.
Komunis? Ah, bukan. Ia mati sebelum itu. Novel ini pun pertama
kali terbit 1879, sebagai cerita bersambung dalam majalah Russky
Vistnik. Waktu itu Lenin baru berumur 9, dan kakaknya belum
digantung Tsar di halaman benteng Schusselburg. Jadi sulit
membuktikan bahwa Dostoyewski ini . . . "gestapu", ah, maaf,
"komunis".
Memang, ia pernah dijatuhi hukuman mati. Tapi kesalahannya
hanyalah karena ia bersama anak muda lain saling bertemu untuk
membaca karya pemikir Perancis Fourier dan Proudhon. Ia dituduh
"ambil bagian dalam pembicaraan menentang penyensoran" dan
"mengetahui adanya niat mendirikan sebuah percetakan". Di bawah
kekuasaan Tsar Nikholas I, "kejahatan" itu sudah cukup.
Dostoyewski dikirim ke regu tembak. Ia diikat bersama dua orang
lain di tiang. Ternyata beberapa saat kemudian, Tsar memberikan
keringanan. Mereka tak jadi di-"dor". Dostoyewski dibuang ke
Siberia. Seorang terhukum lain jadi gila karena perubahan nasib
yang mendadak itu.
Bukan maksud saya mau membentangkan biografinya. Itu cuma
lukisan, bahwa Dostoyewski pertama-tama adalah, bak kata seorang
kritikus,"seseorang yang telah menderita jauh lebih banyak dari
kita", hingga wawasannya berkesan sebagai "kearifan hati". Saya
pun, Ivan Karamazov, lahir dari sana.
Saya bukan tokoh yang luhur. Saya telah ceritakan kepada adik
saya, Alyosha yang salih, tentang seorang hamba yang dihukum
pemilik tanahnya: di pagi musim gugur Rusia yang dingin itu,
anak itu ditelanjangi, dipaksa lari, untuk dikejar rombongan
anjing pemburu yang ganas. Sampai tewas robek-robek.
Kesalahannya hanya: ia membikin pincang anjing kesayangan sang
juragan. Sang juragan sendiri, pensiunan pejabat tinggi, tak
dihukum pemerintah . . .
Ada saya katakan kepada Alyosha, bisakah kita menyerukan
keadilan Tuhan setelah itu. Mungkin saya hanya meragukan yang
lain: kemampuan manusia untuk berbuat adil. Apa boleh buat:
sistem yang ada waktu itu hanya cerminan kesewenang-wenangan.
100 tahun yang lalu itu saya belum dengar seseorang yang punya
cukup kepercayaan kepada manusia tapi juga tak alpa belajar
dari kekejiannya. Saya belum dengar bagaimana hal yang
bertentangan itu bisa ditampung dalam suatu sistem. Saya belum
dengar ucapan Jimmy Carter: "Kemampuan manusia untuk berbuat
adil menyebabkan demokrasi mungkin kemampuan manusia untuk
tidak adil menyebabkan demokrasi perlu".
Tapi bukankah ia presiden Amerika kini sedang saya tokoh novel
di negeri lain di jaman gelap?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini