Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Restoran kok digugat ?

Pertamina dan ibnu sutowo digugat securities & exchange commission (sec) dengan tuduhan memaksa 54 perusahaan dan pengusaha dari 5 negara membeli saham restoran ramayana.

12 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK kedua kalinya, Pertamina dan bekas Direktur Utamanya, Ibnu Sutowo -- digugat di pengadilan New York, AS. Kali ini yang kena restoran Ramayana, yang bertempat di kantor perwakilan Pertamina, 52D Street New York. The Securities & Exchange Commission (SEC), badan pengawas bursa saham AS, menuduh Ibnu Sutowo "memaksa" 54 perusahaan dan pengusaha dari 5 negara membeli saham restoran Ramayana yang total bernilai $ AS 1,11 juta. Resminya restoran yang memanfaatkan ruang kantor perwakilan Pertamina itu adalah milik. perusahaan Indonesian Enterprises Inc. Tapi direkturnya juga Ibnu Sutowo. Ke-54 investor itu -- perusahaan minyak dan perusahaan lain yang punya usaha dengan Pertamina - masing-masing membayar $AS 5.000 sampai 55.000 untuk saham-saham Indonesian Enterprises itu. Kendati demikian, mereka "belum pernah menerima dividen dari restoran yang beroperasi sejak 1970 itu", begitu keterangan seorang pengacara SEC. Para kontraktor dan relasi bisnis Pertamina itu katanya dikirimi surat permintaan membeli saham restoran Ramayana itu yang diposkan dari New York akhir Januari 1970 oleh Kepala Perwakilan dan Pertamina di sana, Hasmoro Reksoatmodjo. Sebelumnya, katanya, niat Ibnu Sutowo itu sudah diajukannya secara tertulis dalam surat yang ditandatanganinya sendiri sebagai Dirut Pertamina. Mereka yang belum memberikan tanggapan masih disurati lagi berkali-kali atau ditelepon oleh Hasmoro -- dengan pesan khusus bahwa Ibnu Sutowo "punya kepentingan pribadi" dalam proyek itu. Kini, Pertamina, Indonesian Enterprises dan Ibnu Sutowo pribadi digugat oleh SEC di pengadilan New York. Tuduhan SEC adalah: Ibnu Sutowo selaku Dirut Pertamina waktu itu "memaksa" ke-54 investor itu - sebagian besar perusahaan AS -- membeli saham Ramayana "untuk kepentingan yang tidak berhubungan dengan keuntunan saham restoran itu". Dan masih banyak lagi. Tapi yang terpenting adalah tuduhan bahwa penjualan saham restoran itu tidak didaftarkan ke Komisi Pengawas Peredaan Saham. Ini bertentangan dengan ketentuan UU Saham AS tahun 1933. Pendaftaran saham, menurut ketentuan UU itu, harus disertai data finansiil tentang perusahaan yang menjual saham itu, serta ramalan keuntungan yang rasionil. Tertuduh, menurut SEC, memberikan keterangan "palsu dan menyesatkan" tentang saham-saham restorar itu, seraya "menyalah-gunakan relasi bisnisnya" dengan ke-54 langganan Pertamina itu. "Korban-korban" itu di antaranya adalah perusahaan-perusahaan minyak Amerika seperti Exxon, Arco, Mobil Oil, Cities Service, Phillips Petroleum, dan Union Oil. Sedang yang non-minyak contohnya adalah Monsanto, Armco Steel, Gulf & Western, Schlumberger, Hughes Tool, yang semuanya dari AS juga, Banque de Paris et des Pays-Bas dari Perancis, serta maskapai-maskapai dagang Jepang seperti Mitsubishi, Mitsui dan C. Itoh. Anehnya . . . Kalau mau dikecualikan dari peraturan pendaftaran saham pada SEC, sebuah perusahaan harus punya kekayaan tidak lebih dari $AS 1 juta, dengan tidak lebih dari 500 saham. Sedang nilai saham yang dijual ke luar tidak boleh melebihi $AS 500.000. Semua ketentuan ini dilanggar oleh tertuduh, karena nilai saham yang dijual seluruhnya $AS 1,11 juta, sebanyak 11.050 saham. Dengan demikian kekayaan perusahaan itu pun sudah melebihi batas $AS 1 juta. Jumlah sahamnya pun melebihi batas 500 saham - yakni batas yang tidak perlu didaftar. Berdasarkan setumpuk pelanggaran itu, SEC menuntut agar penjualan restoran Ramayana yang berlangsung paling tidak sampai Juli 1974 - untuk seterusnya dilarang. Anehnya, mengapa SEC baru bertindak sekarang, hampir 6 tahun sesudah penjualan saham restoran Ramayana dimulai? Seorang pejabat SEC yang dikutip oleh The New York Times, 3 Pebruari lalu menyatakan: "Penjualan saham itu belum pernah sebelumnya diajukan kepada kami". Juga maskapai-maskapai minyak dan non-minyak yang disebut-sebut sebagai 'korban pemaksaan' tidak terdengar memprotes. Kata seorang jurubicara Atlantic Richfield pada NYT: "Kami memang membeli satu saham dalam proyek itu, tapi kami tidak merasakannya sebagai paksaan (shakedown). Kami menganggapnya satu investasi yang baik, khususnya dalam rangka hubungan kami dengan pemerintah Indonesia. Soalnya kami aktif dalam kegiatan lepas-pantai di sana". Sedang jurubicara Phillips Petroleum, Union Oil, Standard Oil of California dan Cities Service tidak mau memberikan komentar. Sudah Dijual Kantor perwakilan Pertamina di New York juga tidak mau memberikan tanggapan. Sedang di Jakarta, sejumlah pejabat Sekneg, Deparlu dan Pertamina yang dihubungi para wartawan asing berusaha menetralisilr tuduhan badan pengawas bursa saham AS itu. Ada yang kontan menyangkal tuduhan itu. Ada yang menyebutkan bahwa restoran itu kini telah dijual oleh Pertamina pada Hasmoro, orallg penting Pertamina di sana. Menlu Adam Malik, yang ditanyai oleh wartawan NYT David Andelman, minggu lalu menyatakan keyakinannya, bahwa "Ibnu Sutowo akan mampu membela dirinya". Katanya lagi, Ibnu Sutowo yang kini sudah berada di AS tidak akan berkata, bahwa hutang itu "dilakukan oleh Pertamina, dan sekarang saya bukan lagi pejabat Pertamina". Tanggapan itu dikemukakan oleh Adam Malik dalam satu nafas, berkenaan dengan perkara hutang tanker samudera Pertamina yang juga diajukan di pengadilan New York.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus