Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Manis Bisnis Hijab dan Gamis

Busana muslim naik daun dari tahun ke tahun. Konsumen ingin mengekspresikan sisi religius sambil tampil trendi.

19 Juni 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAMADAN menjadi alasan bagi Retno datang empat kali dalam sepekan ke Thamrin City. Biasanya, pedagang online shop yang tinggal di Cijantung, Jakarta Timur, ini hanya mampir ke pusat belanja tekstil di pusat Ibu Kota itu maksimal dua kali dalam sebulan. "Permintaan hijab di online shop saya semakin tinggi setiap menjelang puasa dan Lebaran," kata perempuan 25 tahun itu saat ditemui pada akhir Mei lalu.

Di Pusat Hijab yang terletak di lantai 1 Blok H Thamrin City, Retno berencana mencari khimar sederhana berbahan bubble pop. Khimar adalah kerudung atau hijab panjang yang menutupi kerah leher, seluruh dada, bahkan tangan. Karena menutupi hampir separuh badan, menurut Retno, khimar berbahan bubble pop ini digemari lantaran ringan, luwes, serta adem saat dipakai. "Adapun motifnya sedang banyak yang suka bunga-bunga," kata Retno.

Dua tahun terakhir, Retno menjalankan bisnis toko online yang khusus menjual hijab syar'i. Istilah ini merujuk pada jenis penutup kepala yang sesuai dengan ajaran Al-Quran, yakni menutupi sampai seluruh dada. Menurut Retno, peminat jilbab syar'i menjamur sejak 2014, setelah hijab yang lebih kasual--kerap disebut gaya hijabers--populer beberapa tahun sebelumnya. Kala itu, gaya berkerudung hijab yang modis sempat marak. Salah satunya mengacu pada gaya yang dibawa desainer muslim berkebangsaan Jepang-Inggris, Hana Tajima.

Seperti Retno, Taufik dan Susan, yang datang dari Tasikmalaya, Jawa Barat, juga menyambangi Thamrin City untuk memborong koleksi kerudung syar'i terbaru. Pasangan suami-istri yang memiliki toko pakaian ini mengatakan permintaan jenis itu banyak di kota mereka. Sebagai alternatif, mereka membeli juga kerudung praktis model segi empat. Menurut Taufik, kaum Hawa usia di bawah 20-an gemar pada kerudung jenis ini setelah Laudya Cynthia Bella dan Raline Shah mengenakannya dalam film Surga yang Tak Dirindukan 2.

Bukan hanya dari Tasikmalaya, konsumen hijab dan baju muslim juga datang dari Luwuk, Sulawesi Tengah. Junaidi, yang datang bersama putrinya, Iroh, termasuk konsumen baru di belantara pusat hijab Thamrin City. Baru tahun ini Junaidi berencana memulai usaha penjualan jilbab di kampung halamannya. "Di Luwuk banyak permintaan tapi sedikit yang menjual," kata lelaki 51 tahun itu.

Perkara memilih model dan motif, Junaidi mengandalkan sepenuhnya kepada selera anak perempuannya yang berusia 17 tahun. Kamis siang itu, Iroh memilih jenis bergo, yakni jilbab sederhana yang mudah dipakai karena tidak menggunakan peniti dan jarum pentul. Ia memilih motif bunga dan kupu-kupu. Ayah-anak ini juga memutuskan memborong sekalian kerudung jenis khimar. Dengan total belanjaan sampai 20 lusin, Junaidi merogoh kocek sekitar Rp 1,5 juta. Ia mengaku belum menghitung keuntungan yang akan diperoleh.

Tingginya permintaan hijab dan busana muslim tak dimungkiri para pemilik lapak di Pusat Hijab Thamrin City. Hendri, salah satu pedagang, mengatakan pembeli di tokonya membeludak hampir setahun terakhir ini. Pada hari biasa, konsumen yang datang bisa mencapai 100 orang. "Kalau akhir pekan ataupun menjelang Ramadan dan Lebaran, peningkatannya bisa sampai 100 persen," kata Hendri.

Hendri, yang sudah berdagang empat tahun, tidak tahu persis alasan di balik meningkatnya konsumsi busana muslim setahun terakhir. Tapi, menurut dia, lonjakan terjadi sejak tokonya menyediakan kerudung dan pakaian jenis syar'i panjang. Ia menyebutkan rata-rata omzet setiap bulan mencapai Rp 400 juta. Pendapatan Hendri bahkan masih bisa terdongkrak 30-50 persen saat Ramadan dan hari raya tiba. "Hijab Long Hanna-nya Zaskia Adya Mecca dan gamis seperti yang dipakai Mamah Dedeh banyak dicari."

Manisnya bisnis kerudung dan gamis, baik yang syar'i maupun kasual, masih akan berlanjut. Ketua Indonesia Fashion Chamber Ali Charisma mengatakan, dengan mayoritas 90 persen penduduk Indonesia adalah muslim, peluang pasar industri ini masih sangat terbuka lebar. Di Indonesia saja, jumlah perempuan berhijab mencapai 20 juta orang. "Dari dulu sudah banyak muslim, tapi tidak memakai hijab," kata Ali, Selasa pekan lalu. "Sekarang lebih banyak yang memakai karena bahan hijab tidak sepanas dulu dan lebih trendi."

Ali menambahkan, konsumen hijab dan busana muslim di Tanah Air kini menuntut desain yang setara dengan tren yang sedang populer di luar negeri. Para desainer pakaian menangkap fenomena ini. Pakaian dibuat menurut permintaan. Konsekuensinya, harga menjadi lebih mahal. Kisarannya dari Rp 750 ribu hingga lebih dari Rp 2 juta per helai. "Ini karena ada demand pasar," ujarnya. "Kalaupun ada desainer yang membawa ideologi muslim, pengaruh paling kuat dan utama tetap bisnis."

Survei kualitatif yang dilakukan Middle Class Institute sepanjang 2013-2014 menunjukkan bahwa mayoritas responden memakai hijab karena perubahan model busana muslim ke arah stylish. "Dengan begitu, mereka dapat mengekspresikan sisi religiositas ataupun gaya berbusana," kata Yuswohady, peneliti di lembaga tersebut, Senin pekan lalu. Menurut dia, hijab tidak sekadar melambangkan identitas sebagai muslim, tapi juga menjadi cermin sosok modern, yang membuat masyarakat menjadi naik kelas.

Yuswohady menyebut fenomena ini sebagai revolusi hijab. Sebab, ada pergeseran pandangan masyarakat terhadap hijab, yang dulu diasosiasikan sebagai busana kampungan, santri, dan puritan. Stigma itu, menurut dia, perlahan luntur di era Presiden Abdurrahman Wahid, yang membuka mata soal konsep muslimah modern.

Hijab, kata Yuswohady, mulai tampil di panggung fashion show dalam lima tahun terakhir. Ketika itu lahir desainer-desainer busana muslim yang memicu demam hijab yang trendi, di antaranya Dian Pelangi, Ria Miranda, Nanida Jenahara, dan Windri Widhiesta Dhari.

Bisnis pakaian muslim di Tanah Air memang menggiurkan. Data Kementerian Perdagangan menyebutkan sekitar 80 persen produk pakaian muslim dijual untuk pasar domestik, sementara 20 persen sisanya diekspor. Sepanjang 2015 saja, ekspor pakaian muslim mencapai Rp 58,5 triliun. Dengan jumlah kelas menengah yang terus bertambah, ceruk pasar ini akan semakin besar. Apalagi pemerintah menargetkan Indonesia sebagai kiblat fashion muslim dunia pada 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus