Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Masih Lengang

Pasar di pusat kota meulaboh dipindahkan ke run deng. alasannya untuk perluasan kota. namun kabarnya pasar baru itu tak menarik pedagang, selain sepi banyak pedagang bangkrut, beralih ke usaha lain.

10 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIBANDINGKAN dengan Langsa dan Lhok Seumawe, Meulaboh tampaknya kurang beruntung Sebagai kota yang juga berambisi jadi kota terpandang, Meulaboh tak punya penopang seperti Langsa di Aceh Timur dan Lhok Seumawe di Aceh Utara itu. Meski ketiga kota tersebut sama-sama mendapat prioritas Gubernur Muzakkir Walad untuk dikembangkan. Lhok Seumawe menggelembung ke arah kota dagang berkat LNG Arun mendekam di kawasan sana. Sedangkan Langsa membengkak berkat menjamurnya berbagai pabrik. Lantas Meulabaoh? Tak terlihat pertambangan. Tak ditemui pabrik muncul. Apalagi jalan raya menuju kota itu, hancur luluh. Meulaboh lumpuh. Meski dengan susah payah markas Korem, KBN dan beberapa kantor penting dipancangkan di sana. Hingga Meulaboh dipandang layak mendekap sebutan kota kordinator bagi 2 kabupaten, Aceh Barat dan Aceh Selatan. Tapi Bupati Syamsunan enggan dijuluki pejabat tak berkemampuan. Maka diliriknya pasar lama yang mendekam di pusat kota. "Pasar itu sudah sumpek. Apalagi tempatnya berhampiran dengan mesjid raya", ucapnya. Dipilihnya Rundeng sebagai tempat hijrah. Selain tersedia tempat yang lapang, maksud Syamsunan tentunya berkaitan dengan mengelembungkan kota. Meski suara tak mengaminkan lumayan santer terdengar, toh sang Bupati jalan terus. Kini pasar itu berwujud sudah. Dan sudah bernama pula: Bina Usaha. Beres? Ternyata muncul perkara lain. Pasar baru itu tak menarik pedagang. Bisa dimaklumi. Selain dari keramaian kota suasana sekitarnya memang lengang. Sementara pedagang-pedagang eks pasar lama, banyak yang bangkrut dan beralih usaha. Bahkan ada yang merubah mata pencaharian jadi tukang becak. Sedang bekas pasar lama yang menurut keinginan Syamsunan, akan dijadikan pusat pertokoan, tetap cuma impian sampai kini. Kabarnya bukan karena soal biaya, tapi setelah dijajagi, peminatnya memang tak ada. Tapi Bupati Syamsunan yang hampir berakhir masa jabatannya itu, tetap gigih berpengharapan bahwa pasar Bina Usaha suatu waktu akan ramai berpenghuni. Seperti juga dulu ia bersikeras, "bangun terus, tentu kelak akan ada penghuninya". Boleh jadi ia benar. Sebab Merpati Nusantara Airlines ternyata memanfaatkan salah satu sudut pasar dengan membangun gedung buat kantor agennya berharga Rp 40 juta. Tapi penerbangan tetap MNA ke Meulaboh masih belum dipastikan kapan dibuka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus