Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Inflasi Tuan Guru

Peranan guru agama islam di lombok timur besar, melebihi pejabat pemerintah, sehingga bkkbn dan golkar memanfaatkan para guru kampanye untuk keluarga berencana dan kemenangan golkar.

10 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YANG disebut Tuan Guru sebenarnya serupa saja dengan guru agama. Kebanyakan lulusan madrasah yang berpusat di Pancor, Lombok Timur. Tapi tidak sedikit di antaranya yang sudah mengecap pendidikan agama Islam di Saudi Arabia dan Mesir. Begitu besar pengaruhnya di dalam masyarakat, sehingga para murid memberi gelar: Tuan Curu. Tentu saja pemilik titel ini adalah mereka yang selain sudah berhasil mendudukkan dirinya sebagai pemuka agama. juga sudah diakui keberhasilannya membina masyarakat ke arah kehidupan beragama. Pengaruh Tuan Guru ini di Propinsi Nusa Tenggara Barat (terdiri dari Lombok dan Sumbawa) yang dari jumlah seluruh penduduk 2 1/2 juta jiwa itu 75% beragama Islam bahkan Kadang-kadang melebihi pengaruh pejabat pemerintah daerah. Sehingga tidak heran bila BKKBN di sana dengan memanfaatkan para Tuan Guru untuk berkampanye Keluarga Berencana, berhasil mengumpulkan sejumlah besar akseptor. Nah, para Tuan-Tuan Guru itu, juga memiliki organisasi sosial yang bernama Nahdlatul Wathan (NW) yang sudah berdiri sejak tahun 1936 di Pancor Lombok. Walaupun mestinya cuma bergerak di bidang pendidikan agama Islam, karena pengaruhnya yang besar itu ketika pemilu tahun 1971 yang lalu, Golkar pun segera memanfaatkan NW. Konon menurut Haji Muhammad Yusuf,Sekretaris NW yang merangkap sebagai anggota DPRD setempat, jumlah Tuan Guru beserta pengikutnya masing-masing sudah menyebabkan warga NW berjumlah lebih dari separoh penduduk Propinsi NTB. Sehingga nampaknya di atas kertas untuk pemilu tahun depan ini, kelompok pohon beringin bakal tidak usah payah-payah merebut suara. "Yang terdaftar sebagai wajib pilih saja untuk pemilu tahun depan ini, kurang lebih 800 ribu orang", ujar haji Muhammad Yusuf. Dan sekalian menghadapi pemilu nanti barangkali. Ulang tahun ke-40 NW yang jatuh pada tanggal 27 Juni kemarin, organisasi yang pada mulanya didirikan oleh Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid itu, telah merayakannya secara besar-besaran. Maklumlah, sambil sedikit berkampanye. Fifty-Fifty: Tidak Jauh sebelum ada NW ataupun Parpol, kabarnya menurut Yusuf ketika zaman Belanda dulu di Lombok cuma mengenal seorang Tuan Guru yang bernama Tuan Guru Haji Umar di Kelayu, Lombok Timur. Tapi kini jumlah Tuan Guru itu sudah tidak terbilang lagi. Setiap yang sudah berpredikat haji, dan sering tampak memberi pelajaran mengaji di pesantren dan mesjid-mesjid. walaupun pengetahuan agamanya diragukan dan pengikutnya hanya segelintiran, sudah dipanggil: Tuan Guru. "Sekarang sudah inflasi Tuan Curu", ujar Yusuf. Dan untuk menanggulangi gejala tersebut fihak Lembaga Pembina NW di sana mulai mengambil langkah-langkah penertiban. Antara lain dengan mengadakan klasifikasi titel: para pemuka agama Islam yang memiliki pengetahuan agama Islam fifty-fifty dengan pengetahuan umum, dinyatakan belum berhak mendapat panggilan Tuan Guru. Hanya bila perbandingannya 60 prosen pengetahuan agama Islam dan 40 prosen pengetahuan umum yang dikuasai,baru orang tersebut boleh memiliki panggilan itu. Sedangkan bagi Tuan Guru yang dianggap sudah sempurna pengetahuan agamanya diberi titel: Kiayi. Tidak dijelaskan apakah untuk mendapatkan titel ini harus lewat sebuah dewan penguji. Namun Oka Sunandi, yang melaporkan tulisan ini dari Lombok menyebutkan angka kecil saja yang berhak mendapatkan titel tersebut. "Yang berhak dipanggil kiyai hanya beberapa orang saja, antara lain Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid". ujar Yusuf kepada Oka dari TEMPO. Sementara menurut sang Kiayi ini. dari sekian banyak jumlah Tuan Guru di Lombok, yang memenuhi syarat tak lebih dari dua losin saja. "Dan kalau jumlah itu diperas lagi, paling-paling jumlah Tuan Guru hanya empat orang saja" tambah Kiayi yang wajahnya mirip aktor Peter Cushing itu. Disebutkan di antaranya. Tuan Guru Haji Nadjamuddin yang berpengaruh besar di Lombok Tengah. "Tapi untuk dipanggil Kiayi, Nadjamuddin nanti dulu," ujar Yusuf menambahkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus