YANG disebut Tuan Guru sebenarnya serupa saja dengan guru agama.
Kebanyakan lulusan madrasah yang berpusat di Pancor, Lombok
Timur. Tapi tidak sedikit di antaranya yang sudah mengecap
pendidikan agama Islam di Saudi Arabia dan Mesir. Begitu besar
pengaruhnya di dalam masyarakat, sehingga para murid memberi
gelar: Tuan Curu. Tentu saja pemilik titel ini adalah mereka
yang selain sudah berhasil mendudukkan dirinya sebagai pemuka
agama. juga sudah diakui keberhasilannya membina masyarakat ke
arah kehidupan beragama. Pengaruh Tuan Guru ini di Propinsi Nusa
Tenggara Barat (terdiri dari Lombok dan Sumbawa) yang dari
jumlah seluruh penduduk 2 1/2 juta jiwa itu 75% beragama Islam
bahkan Kadang-kadang melebihi pengaruh pejabat pemerintah
daerah. Sehingga tidak heran bila BKKBN di sana dengan
memanfaatkan para Tuan Guru untuk berkampanye Keluarga
Berencana, berhasil mengumpulkan sejumlah besar akseptor.
Nah, para Tuan-Tuan Guru itu, juga memiliki organisasi sosial
yang bernama Nahdlatul Wathan (NW) yang sudah berdiri sejak
tahun 1936 di Pancor Lombok. Walaupun mestinya cuma bergerak di
bidang pendidikan agama Islam, karena pengaruhnya yang besar itu
ketika pemilu tahun 1971 yang lalu, Golkar pun segera
memanfaatkan NW. Konon menurut Haji Muhammad Yusuf,Sekretaris NW
yang merangkap sebagai anggota DPRD setempat, jumlah Tuan Guru
beserta pengikutnya masing-masing sudah menyebabkan warga NW
berjumlah lebih dari separoh penduduk Propinsi NTB. Sehingga
nampaknya di atas kertas untuk pemilu tahun depan ini, kelompok
pohon beringin bakal tidak usah payah-payah merebut suara. "Yang
terdaftar sebagai wajib pilih saja untuk pemilu tahun depan ini,
kurang lebih 800 ribu orang", ujar haji Muhammad Yusuf. Dan
sekalian menghadapi pemilu nanti barangkali. Ulang tahun ke-40
NW yang jatuh pada tanggal 27 Juni kemarin, organisasi yang
pada mulanya didirikan oleh Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid
itu, telah merayakannya secara besar-besaran. Maklumlah,
sambil sedikit berkampanye.
Fifty-Fifty: Tidak
Jauh sebelum ada NW ataupun Parpol, kabarnya menurut Yusuf
ketika zaman Belanda dulu di Lombok cuma mengenal seorang Tuan
Guru yang bernama Tuan Guru Haji Umar di Kelayu, Lombok Timur.
Tapi kini jumlah Tuan Guru itu sudah tidak terbilang lagi.
Setiap yang sudah berpredikat haji, dan sering tampak memberi
pelajaran mengaji di pesantren dan mesjid-mesjid. walaupun
pengetahuan agamanya diragukan dan pengikutnya hanya
segelintiran, sudah dipanggil: Tuan Guru. "Sekarang sudah
inflasi Tuan Curu", ujar Yusuf. Dan untuk menanggulangi gejala
tersebut fihak Lembaga Pembina NW di sana mulai mengambil
langkah-langkah penertiban. Antara lain dengan mengadakan
klasifikasi titel: para pemuka agama Islam yang memiliki
pengetahuan agama Islam fifty-fifty dengan pengetahuan umum,
dinyatakan belum berhak mendapat panggilan Tuan Guru. Hanya bila
perbandingannya 60 prosen pengetahuan agama Islam dan 40 prosen
pengetahuan umum yang dikuasai,baru orang tersebut boleh
memiliki panggilan itu. Sedangkan bagi Tuan Guru yang dianggap
sudah sempurna pengetahuan agamanya diberi titel: Kiayi.
Tidak dijelaskan apakah untuk mendapatkan titel ini harus lewat
sebuah dewan penguji. Namun Oka Sunandi, yang melaporkan tulisan
ini dari Lombok menyebutkan angka kecil saja yang berhak
mendapatkan titel tersebut. "Yang berhak dipanggil kiyai hanya
beberapa orang saja, antara lain Kiyai Haji Muhammad Zainuddin
Abdul Majid". ujar Yusuf kepada Oka dari TEMPO. Sementara
menurut sang Kiayi ini. dari sekian banyak jumlah Tuan Guru di
Lombok, yang memenuhi syarat tak lebih dari dua losin saja. "Dan
kalau jumlah itu diperas lagi, paling-paling jumlah Tuan Guru
hanya empat orang saja" tambah Kiayi yang wajahnya mirip aktor
Peter Cushing itu. Disebutkan di antaranya. Tuan Guru Haji
Nadjamuddin yang berpengaruh besar di Lombok Tengah. "Tapi untuk
dipanggil Kiayi, Nadjamuddin nanti dulu," ujar Yusuf menambahkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini