DOGOL, dari Desa Pacangan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, suatu malam didatangi lelaki tua yang berpakaian serba putih. "Kamu akan menjadi orang kaya raya," kata Si Embah - menurut Dogol tentu saja. Dogol terkesiap. Lelaki itu tiba-tiba memperlihatkan telapak tangannya. Ada angka: 547. Saking gembiranya, Dogol berteriak, dan istrinya, Mariam, terbangun. "Mimpi apa Kang?" Sambil mengusap mata, tukang sepeda ini menceritakan semuanya. "Kita segera kaya! Rumah ini akan kita bangun bertingkat!" Dogol berteriak seperti orang senewen . Terjadi cekcok sesaat. Pasalnya, menjadi kaya itu harus pakai modal. Dogol mau menjual kambing, satu-satunya kekayaan pengantin muda ini. "Kambing ini tabungan kita satu-satunya. Kalau kepepet, baru dijual," kata Mariam. Dogol, konon, membentak, "Mau jadi kaya, 'kan?" Eh, menjadi kaya. Mariam pun merelakan kambingnya dilego - laku Rp 22.500. Yang Rp 2.500 dipegang Mariam. Sisanya, nah, ini ceritanya, dibelikan buntut TSSB - populernya, Undian Harapan - yang tiga nomor. Setelah itu Dogol bernadar, disaksikan istri dan tetangganya. "Rumah ini akan saya bakar, kalau buntut ini tepat!" Dogol memang penggemar buntut sejak sebelum kawin. Anda menduga buntut itu tidak tepat? Salah. Kali ini mimpi Dogol benar-benar jitu. Pada penarikan TSSB akhir Februari lalu, pemenang pertama berbuntut 547. Persis 'kan, dengan angka yang ditunjukkan Si Embah? Dogol berhak atas hadiah 400 x harga kupon, alias Rp 8 juta. Setelah ada kepastian dari iklan di koran-koran, Dogol dan istri memanggil para tetangga. "Besok kalian lihat, rumah ini menjadi gedung!" Lalu disiramnya rumah bambu berukuran 5 x 4 meter itu dengan minyak tanah. Api disulut. Byurr. Sekejap, bangunan menjadi puing. Selesai upacara, Mariam dengan suara lembut membisiki Dogol, "Kang, kuponnya ditaruh di mana?" Kupon? . . . Dogol bengong sesaat. Lalu berlari ke puing-puing rumahnya, mencari-cari kupon di sana. Gagal, tentu saja. Dengan suara parau, Dogol berkata lagi, "Kuponnya aku taruh di saku celana yang .... !" Mariam pingsan seketika. Mana bisa Rp 8 juta diambil, sementara kupon sudah menjadi abu? "Saya ingin melupakan kejadian itu," kata laki-laki yang sedih itu. Ia kini tinggal di rumah istrinya, di Rembang, jadi petani garam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini