Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mbak Lilik, Mbak Tatik, Mbak Wiwik...

Banyak mantan TKW yang kemudian menjadi juragan lumayan sukses.

7 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"INI kartu nama saya.” Lilik Lee, Clemployment Agency Co., Sai Yeung Choi Street, Mong Kok. Wanita berumur 32 tahun itu sudah 17 tahun di Hong Kong. Ia datang dari Samarinda. Orang tuanya transmigran asal Kediri. ”Saya kabur dari rumah saat kelas dua SMP, ikut pengiriman pembantu di Malang. Waktu itu umur saya masih 15 tahun, dipalsukan jadi 17 tahun.” Di Hong Kong, setelah menjadi babu selama lima tahun, ia kemudian menjadi agen penyalur pembantu.

Penghasilannya dari agen saja kini lebih dari Rp 100 juta sebulan. Ia juga jual-beli rumah di Shenzhen. Di Wan Chai dia punya pub bernama Farm Club. ”Kalau ini join, modal lebih dari Rp 800 juta,” katanya. Ia menikah dengan pria Hong Kong. ”Suami saya bisnis, pulang-balik Los Angeles-Hong Kong.”

Lilik menjadi figuran dalam sebuah adegan film Lola. Penampilannya bak Tina Turner. Dipuji seksi, ia ketawa. ”Dah tua, ah,” katanya. Lilik hanyalah sepenggal kisah tenaga kerja wanita kita yang sukses. Tengoklah nasib Chan Sri Suyanti atau sering dipanggil Bella, 36 tahun. Perempuan kelahiran Ambon dan lulusan Madrasah Aliyah Negeri Turen, Malang, itu menjadi TKW pada 1997-2003. Majikannya baik hati. Pada 2000 ia dibiayai kuliah. ”Saya ambil diploma business communication di Hong Kong University,” katanya. Ia kemudian menikah dengan seorang duda Hong Kong dan kini bekerja di Konsulat Jenderal RI. Ia mempunyai beberapa kamar apartemen di kawasan Time Square yang disewakan.

Yang juga terkenal kesuksesannya adalah Tatik Kristiarini. Perempuan asal Probolinggo ini pemilik agen penyalur pembantu Special Zone Overseas Employment Central Limited, yang memiliki 18 cabang di Hong Kong. Dia datang sebagai babu pada 1989, saat umurnya 16 tahun. Majikan dia adalah pemilik semula Special Zone. ”Pada 1997 majikan saya menjual perusahaannya, saya ambil,” Tatik mengenang. Ia ingat uang pinjaman Rp 400 juta. ”Enam bulan uang itu sudah lunas,” katanya.

Dia kini meluaskan bisnisnya. Ia membikin kursus bahasa Inggris di Guangzhou, Cina. Di Hong Kong ia memiliki lima kamar apartemen. ”Di Causeway Bay tiga kamar. Di Mong Kok ada dua kamar,” katanya. Bukan itu saja, ia juga berbisnis di Indonesia. ”Di Tuban saya punya tanah 8 hektare, saya tanami tebu. Di Banyuwangi saya punya tanah 5 hektare untuk sengon,” katanya.

Ada lagi mantan pembantu yang sukses. Namanya Wiwik Nur Baiti, asal Blitar, 34 tahun. Dia adalah pemilik JIL Trading Co. Ltd., sebuah jasa pengiriman barang. ”Perusahaan saya boleh dibilang perusahaan paket pengiriman terbesar di Hong Kong,” katanya. Wiwik pertama kali datang ke Hong Kong pada 1994. Usianya 18 tahun kala itu. Selama tiga tahun ia menjadi TKW. Ia menikah dengan seorang lelaki Hong Kong. Suaminya itu memiliki perusahaan pengiriman barang ke Filipina. Wiwik memperluas ke Indonesia.

Kantornya terletak di City Garden Shopping Centre, sebuah pusat belanja mewah di daerah North Point, Hong Kong. Di sana ia menyewa sekitar 20 ruang besar. Ruangan kerjanya dilengkapi tempat karaoke. ”Kalau kantor lainnya hanya petak-petak, Mas.” Harga sewa sangatlah mahal. ”Kurang-lebih Rp 1 miliar.” Ia bercerita, pada 1990-an, di antara orang Indonesia, hanya tempatnyalah dan konsulat yang memiliki parabola.

Seperti kacang tak melupakan kulit, ia banyak memberi keringanan bagi TKW yang hendak menitipkan barang. ”Saya menyediakan delapan kontainer gratis untuk TKW. Selama sebulan enggak bayar.” Di Indonesia ia memiliki lebih dari 200 pegawai yang disebar di seluruh Jawa sampai Sumatera. Mereka ini yang akan mengantar sampai ke desa-desa TKW. ”Barang akan sampai door to door,” katanya.

Omong-omong, Mbak, apakah kepanjangan JIL? Di Indonesia sih Jaringan Islam Liberal. Tapi ini? ”Ini singkatan Janda Ingin Laki-laki, ha-ha-ha…,” katanya sambil tertawa. Tapi cepat-cepat diralatnya. ”Enggaklah. Bisa itu, tapi bisa juga: Jagalah Islam Lillahitaala.” Wuih.... Demikianlah, potret keuletan TKW kita. Insting bisnis ternyata cukup tajam. Seperti kata Tatik, ”Bisnis opo yo sing apik nang Jakarta? Kalau di Jakarta ketemu, ya....”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus