Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RATUSAN penumpang itu seperti sudah tak sabar menyerbu kapal motor Kelud, yang perlahan-lahan merapatkan tubuhnya ke Dermaga Beton, Sekupang, Batam. Rabu pekan lalu itu, kapal tersebut merapat untuk bertolak lagi ke Belawan, Medan. Di sepanjang dermaga ada bertumpuk-tumpuk barang bawaan penumpang. Sebagian dibungkus kardus dan karung.
Begitu kapal merapat sempurna, keriuhan pun pecah. Para calon penumpang, tanpa mempedulikan penumpang di dalam kapal yang belum turun, langsung berebut naik. "Ayo, mana kardusmu, mau saya naikkan dulu," teriak seorang porter alias tukang jasa angkut barang kepada seorang calon penumpang wanita. Dengan sigap ia meraup kardus lalu menaikkan sebuah karung di pundaknya.
Ada puluhan porter di sana. Dengan gesit mereka meliuk-liuk di antara penumpang, mengangkut kardus dan karung. Barang-barang itu kemudian diletakkan di selasar-selasar tempat penumpang berlalu-lalang. Di belakangnya mengekor para pemilik barang itu, yang hampir semuanya wanita. Mereka inilah yang disebut inang-inang. Di antara mereka ada yang warga Batam, ada pula warga Medan. Barang yang mereka angkut itu mereka beli di Batam untuk dijual di Medan atau Jakarta.
Para inang ini mulai "meramaikan" Batam sekitar 2002, beberapa saat setelah dibukanya Dermaga Beton. Jumlahnya mencapai 30-an orang. Kemeriahan mereka di Sekupang ini bisa ditemui sepekan dua kali, yakni pada Rabu dan Sabtu. Rabu jadwal keberangkatan KM Kelud jurusan Belawan, Medan; dan Sabtu jadwal keberangkatan ke Tanjung Priok, Jakarta.
Sebagai daerah free trade zone, Batam memang menawarkan bermacam barang dengan harga relatif murah. Aneka barang elektronik masuk daerah ini tanpa dikenai pajak. Barang-barang yang murah meriah terutama datang dari negeri Cina. Inilah yang dibeli para inang. "Televisi, setrika listrik, kipas angin, komputer, dan banyak lagi. Pokoknya saya beli dan jual lagi ke Medan," ujar Doli, 43 tahun, yang mengaku sudah enam tahun menjadi inang-inang.
Sebenarnya tak bebas juga membawa barang-barang itu ke luar Batam. Praktek membawa barang model seperti ini masuk kategori penyelundupan. Kepada Tempo Doli mengaku memang kerap kucing-kucingan dengan petugas penjaga dan pengawas pelabuhan agar barangnya aman hingga kapal berangkat dari pelabuhan. Menurut dia, sejumlah aparat gabungan dari kepolisian, Bea dan Cukai, hingga polisi pamong praja kerap melakukan pemeriksaan. "Kalau tertangkap, ya, kita atur saja, kita suap petugas," katanya.
Munculnya inang-inang di Pelabuhan Sekupang ini juga kerap diprotes para penumpang. Aktivitas mereka dinilai merepotkan. Kardus dan karung yang mereka letakkan sembarangan di kapal, misalnya, membuat penumpang kesulitan berlalu-lalang. Para porter juga kerap dinilai arogan dan mau menang sendiri ketika mengangkut barang ke kapal. Beberapa waktu silam, dua wartawan lokal bahkan dihajar porter lantaran memfoto barang-barang milik para inang tersebut.
Direktorat Bea dan Cukai memang telah menengarai ada kegiatan ilegal di pelabuhan itu. Karena itulah, setahun silam, Direktur Jenderal Bea dan Cukai-saat itu Anwar Suprijadi-mengirim surat ke Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Anwar meminta KM Kelud tidak lagi berlabuh di Sekupang. Dihubungi pekan lalu, Anwar mengakui perihal permintaannya itu. "Pertimbangannya waktu itu agar jangan sampai ada aktivitas untuk menghindari pajak dan bea masuk," kata Anwar.
Wali Kota Batam Ahmad Dahlan juga gerah dengan semakin maraknya kegiatan inang-inang di sana. Di mata Ahmad, Pelabuhan Sekupang kini makin tidak aman lantaran banyak terjadi tindak kriminal. Menurut Ahmad, pihaknya juga sudah mengirim surat ke Departemen Perhubungan untuk meminta pelabuhan itu ditutup.
Kendati diprotes sana-sini, hingga kini Departemen Perhubungan menilai Pelabuhan Sekupang tak perlu ditutup. Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Laut Soenaryo, Sekupang tetap dibutuhkan sebagai salah satu dermaga untuk mengangkut dan menurunkan penumpang dari dan ke Batam. "Ulah inang-inang dan porter itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menutup pelabuhan," kata Soenaryo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo