Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Januari 1953. Provinsi di barat daya Belanda ini luluhlantak. Inilah salah satu bencana terburuk yang pernah melanda Benua Eropa—1.836 orang tewas dan 67 tanggul jebol.
Selang 21 hari setelah musibah, pemerintah mulai membentuk Komisi Delta. Misinya, Belanda tak boleh mengalami bencana banjir lagi. Komisi ini harus meletakkan dua prioritas sebagai patokan: keselamatan manusia dan keseimbangan lingkungan.
Proyek pertama adalah menyelamatkan kotakota penting di bagian utara dengan membangun bendungan di Sungai Hollandse Ilssel pada 1958. Sungai ini menghubungkan Rotterdam dengan Laut Utara. Jika gelombang pasang, air sungai akan terseret air laut. Akibatnya, sungai meluap dan payau. Padahal Hollandse Ilssel menjadi sumber air minum warga Rotterdam.
Pembangunan bendungan Ilssel segera saja memicu kontroversi karena dianggap akan mematikan usaha 1,5 juta penduduk yang bergantung pada sungai. Akhirnya dibuatlah bendungan bukatutup yang hanya akan ditutup kala badai datang sehingga tidak mengganggu pelayaran. Bendungan ini didesain bisa menahan dua kali hantaman badai dengan dua pintu dari baja. Panjangnya 80 meter, tinggi 11,5 meter, dan berat 635 ton.
Proyek selanjutnya adalah membangun bendungan antarpulau yang berhadapan langsung dengan Laut Utara. Ada bendungan Haringvlietdam, Brouwersdam, Oosterscheldedam, dan Veersegatdam.
Delta telah mendirikan 13 bendungan, selain membangun lahan yang bisa menyerap air hujan sebelum kembali ke laut. Proyek ini telah memakan waktu 39 tahun dengan biaya sekitar 15 miliar euro atau setara dengan Rp 175 triliun.
Negeri yang separuh wilayahnya berada di bawah permukaan air laut itu kini sudah menikmati hasil proyek raksasa tersebut. Dan banjir pun menjadi memorial. Setiap tahun diperingati sebagai hari besar: The Saint Aechtens’s Day Flood (1288), The Saint Elizabeth’s Day Flood (1404 dan 1421), dan The Saint Felix’s Day (1530).
Ketua Kelompok Studi Arsitektur Lanskap Indonesia Nirwono Joga mengatakan Belanda telah membangun semua kotanya dengan basis bencana. ”Prinsip ini seharusnya menjadi acuan kita juga,” katanya.
Yandi M.R.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo