Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mempertemukan Langit Dan Bumi

Nasib para karyawan tempat-tempat judi yang akan dirumahkan ternyata tak sebaik yang diduga orang. selisih pesangon yang mereka harapkan dan yang dijanjikan pemilik rumah judi bagaikan langit dan bumi.

21 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH misi gabungan mewakili 3000 karyawan dari 3 rumah judi terbesar di Jakarta (NIAC, Copacabana dan PIX) akhir Januari menghadap DPR. Oka Mahendra SH dari FKP menampung keluhan mereka. Beberapa hari kemudian karyawan Lotto Fair Krekot dan Senen mengadu pula ke lembaga itu. Nasib mereka ternyata tidak sebaik yang diduga orang. Sebelumnya tuntutan pesangon telah berkali-kali mereka layangkan ke meja direksi tak lama setelah ada pengumuman pelarangan judi mulai 1 April nanti. Namun tidak satu pun ditanggapi. Memang pemilik NIAC di Jakarta Theatre pernah menyatakan bahwa mereka bersedia membayar pesangon sesuai dengan permintaan karyawan, asalkan dananya diambil dari pajak judi bulan Januari-Maret '81 yang dibayarkan kepada Pemda DKI. Maka pihak karyawan segera menghubungi Wagub Sardjono Suprapto. Jawaban Wagub menambah kecemasan mereka. Usul NIAC tidak dapat dipenuhi, sebab "dana itu sudah masuk APBD." Lagi pula bukankah NIAC sanggup membayar pesangon? "Keuntungan NIAC sebulan saja sudah cukup untuk itu," ungkap seorang karyawan yang tidak bersedia disebut namanya. Status perusahaan judi yang izin operasinya hanya berlaku dalam jangka waktu 1 tahun (tiap kali izin ini dapat diperbaharui), otomatis tidak menguntungkan bagi karyawan yang bekerja di sana. Pasal 1603q KUHAP tentang Perjanjian untuk melakukan pekerjaan ada menyebutkan, bahwa dalam hal hubungan kerja untuk waktu tertentu, ganti rugi (karena pemutusan hubungan kerja adalah sama dengan jumlah upah untuk jangka waktu hubungan kerja yang seharusnya berlangsung terus-menerus. Sampai kini tidak ada yang tahu pasti apakah misalnya yang dimaksud Gubernur Tjokropranolo dengan "karyawan harus dikasih pesangon sesuai dengan UU." Mungkin pasal 1603q itu. Tapi jika begitu posisi karyawan rumah judi tidak menggembirakan. Sesuai dengan izin usaha yang hanya 1 tahun, maka jangka waktu kerja karyawan juga dihitung 1 tahun -- meski dia sudah bekerja di perusahaan yang sama 10 tahun berturut-turut. Andaikata pemutusan hubungan kerja berlaku persis pada saat izin operasi habis, ini berarti pula karyawan tidak herhak mendapat ganti rugi apa pun. seiui dengan pasal 1603q KUHP tersebut. Kecuali, tentu saja bila ada pertimbangan-pertimbangan lain. Umpamanya seperti yang termaktub dalam pasal 6 Penjelasan Undang-Undang no. 12 tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta. Yaitu yang menyangkut pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran, sebagai akibat dari tindakan Pemerintah. Untuk ini "Pemerintah akan berusaha meringankan beban kaum buruh itu dan akan diusahakan penyaluran mereka pada perusahaan/proyek yang lain." Kepada TEMPO Gubernur DKI Tjokropranolo, belum bersedia memberi gambaran yang pasti tentang penampungan para karyawan judi yang jumlahnya menurut SB Pariwisata lk. 10.000 orang. Ia hanya berkata: "Lebih sesuai kalau disalurkan lewat UU. Selesai." Dalam pada itu Oka Mahendra hanya berani berjanji untuk "membicarakan nasib seluruh buruh yang bekerja di bidang perjudian." Lalu kepada wakil-wakil karyawan Lotto Senen dan Krekot, Oka menganjurkan agar selanjutnya berunding dengan SB Pariwisata yang berkantor di Jl. Mangunsarkoro Jakarta. Tapi belum terdengar hasil perundingan itu. DALAM urusan memperoleh pesangon ini, kartu tinggi karyawan ada pada Peraturan Menteri Perburuhan No. 9 tahun 1964. Di situ antara lain disebutkan, bahwa karyawan yang masa kerjanya 1-2 tahun mendapat 2 kali upah 2 - 3 tahun, 3 kali upah, begitu seterusnya sampai masa kerja kurang dari 5 tahun. Di atas 5 tahun, ditambah uang jasa 1 kali upah -- dan seterusnya. Persoalannya: apa yang dimaksud dengan upah? Apakah upah sama dengan amplop yang oleh karyawan ditafsirkan sebagai gaji pokok dan jumlahnya relatif kecil (Rp 36.000)? Atau pendapatan keseluruhan yang merupakan jumlah dari amplop, plus premi hadir, plus uang perangsang, yang paling tinggi bisa mencapai Rp 261.000? Karyawan tentu cenderung menghitung pesangon mereka berdasarkan pendapatan keseluruhan itu. Ini berarti seorang karyawan yang punya masa kerja 8 tahun misalnya, dengan pendapatan total Rp 261.000 bisa memperoleh pesangon Rp 2 juta lebih per orang, ditambah uang jasa seperti disebut PMP no. 9 th. '64. Jumlah ini bagaikan langit dan bumi jika dibandingkan dengan pesangon yang berani dijanjikan para pemilik rumah judi. Soalnya sekarang bagaimana pihak P4P ataupun Departemen Tenaga Kerja mempertemukan langit dan bumi tersebut. Atau, menurut istilah Oka Mahendra bagaimana "mencari jalan tengah."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus