TURISME tidak cuma karena tari, tapi juga karena judi. Sekitar
25% pengunjung tiga kasino di Jakarta (Copacabana, Jakarta
Theatre dan New Petak Sembilan Amusement Centre), berasal dari
luar negeri. Mereka menginap di beberapa hotel mewah di Jakarta.
"Wah, kalau penjudi dari Muangthai, bawaannya tas golf atau
raket tenis. Bahkan ada yang menyandang kamera segala," ujar
Max Matsui, General Manager dari Hotel Sari Pacific Jakarta.
Setibanya di hotel, mereka biasanya main golf, atau motret sana
motret sini dulu. Baru malam hari, mereka pergi ke kasino.
"Tetapi kalau penjudi dari Singapura," lanjut Max Matsui lagi,
"begitu taruh kopor di kamar hotel, langsung mereka pergi ke
kasino." Kembali ke hotel baru menjelang pagi dan beberapa jam
kemudian sudah terbang kembali.
Dengan demikian, seperti turis lain, mereka ikut menghidupi
hotel. Meskipun kini hotel harus berpikir lain. Hotel Horizon,
yang letaknya di tepi pantai Teluk Jakarta dan praktis menyatu
dengan Copacabana, menurut General Manager-nya, Leo George,
tidak lagi menerima penjudi secara rombongan. "Itu dulu, di
tahun 1978, di mana 25% tamu kami adalah langganan kasino," ujar
George. Hotel yang punya 314 kamar kini cuma menerima 5 - 8%
penggemar kasino ke jumlah kamar yang terisi. "Sebagai ressort
hotel, kami ingin mengubah imaji umum," tambahnya, "ialah hotel
kami adalah hotel terhormat."
Mengubah imaji ini tentu perlu berkorban. karena turis judi
adalah langganan yang baik. "Secara potensial, mereka ini pasti
bisa bayar," ujar Max Matsui. Di Sari Pacific (jumlah kamar 470
buah dan 87%, dikatakan selalu terisi), "rata-rata ada 30
orang turis judi yang menginap di hotel kami setiap harinya,"
kata Matsui lagi.
Tapi wisatawan judi ini tentu akan habis menjelang April nanti.
Kini pun pembatasan sudah diperketat.
"Bayarnya sih baik," kata Manager Hotel Jayakarta Tower Dewa
P. Della. "Cuma jumlahnya dari golongan penjudi ini kami
batasi," tambahnya. Jayakarta biasa menerima tamu penjudi dari
Petak Sembilan. Tidak banyak, cuma 1,5% dari jumlah kamar yang
terisi. "Masalahnya, lebih banyak pusingnya dari pada
untungnya," kata Della lagi. Tamu penjudi, menurut Della, biasa
merokok sembarangan, memasukkan teman-temannya yang tidak
terdaftar. "Apalagi kalau lagi kalah, waah ulahnya tidak
karuan," keluh Della.
Beberapa biro pariwisata luar negeri ikut mengatur rombongan
penjudi. Para tamu ini biasanya dijemput dengan transportasi
khusus di Halim Perdanakusuma. Mereka kemudian bisa memilih
hotel yang mereka kehendaki. Dengan sepotong kertas yang disebut
voucher, mereka menginap di hotel yang juga menjamin
transportasi mereka selama di Jakarta.
Sebuah sumber mengatakan, penjudi cukup membayar S$ 2.500
(750.000), dan uang ini meliputi hotel dan tiket pesawat
terbang, transportasi gratis selama di Jakarta, tinggal selama
week-end (Jumat petang - Senin pagi), termasuk sejumlah chips --
sehingga praktis mereka hidup gratis di Jakarta. Ini yang
menarik mereka ke mari. "Dan bermain judi di Jakarta, enakan,"
kata Hadiwijaya, Manager dari Petak Sembilan.
Artinya, fasilitas lebih baik dari tempat judi di Genting
Highland, Malaysia atau di mana saja di Asia. Tidak ada 5%
potongan untuk pajak ketika chips dibeli. Boleh memilih meja
judi yang mereka maui, dan kalau menang, tidak perlu memberi tip
alias persen.
Berjudi di Jakarta juga tidak seperti di Monaco atau Casino
Royale, London. Di sana tamu diharuskan mengenakan jas berekor
(untuk pria) dan baju malam resmi (untuk wanita). Di Jakarta
para penjudi luar negeri ini bahkan boleh memasuki ruang VIP
yang bisa didapat di Jakarta Theatre atau Copacabana. Asal
kantung mereka tebal saja.
Kini, agaknya, mereka mulai mengalihkan langkah ke Malaysia --
yang memang sudah lama berikhtiar menarik uang dari kunjungan
mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini