Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Yang Lalu Dan Yang Akan Datang

Banyak proyek pembangunan di Jakarta sejak gedung sekolah sampai rumah ibadat dibiayai dari dana hasil judi. sumber penggantinya, setelah adanya pelarangan judi, masih dipertanyakan.

21 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMENTARA berbagai bentuk judi liar berkeliaran di tengah segala lapisan masyarakat, Ali Sadikin, Gubernur DKI ketika itu, berpacu dengan hasrat mengurusi ibukota. Sementara sekian ratus juta uang terhambur di meja-meja bandar hwa-hwee, kasino dan berbagai lotto, tak satu rupiah pun dapat diangkat ke kas DKI yang kempis-kempis. Lalu Ali Sadikin pun menggedor pintu bandar-bandar judi gelap. Pertengahan 1967, tempat-tempat judi liar itu pun dihimpun. Petak IX, menyusul Copacabana, Jakarta Theatre, jack pot dan bentuk-bentuk permainan lainnya, disahkan menjadi salah satu sumber pendapatan DKI. Di tengah tuduhan "gubernur judi", Ali Sadikin membangun gedung-gedung sekolah, puskesmas, berbagai gelanggang remaja, TIM dan jalan-jalan becek, bahkan rumah-rumah ibadat. Dan selama tahun anggaran 1980/1981, tercatat Rp 10,2 milyar pajak judi menambah pendapatan Pemda DKI. Acub Zainal ketua penyelenggara PON VII di Surabaya, pusing tujuh keliling mencari dana untuk pesta olahraga di tahun 1968 itu. Tak ada pilihan lain Lotto PON diresmikan. Beberapa bulan kemudian menyusul Lotto Surya dari Pemda Kodya Surabaya. Berbagai judi lainnya bermunculan terus, sampai akhirnya pertengahan 1969 NIAC di Jakarta membuka cabang kasinonya di Surabaya. "Waktu itu, NIAC telah membantu kas Pemda Kodya dengan Rp 15 juta sebulan," ungkap Soekotjo. Walikota Surabaya masa itu. Manfaatnya, menurut Soekotjo, besar sekali. Misalnya pengaspalan jalan-jalan dalam kota sehingga menghidupkan daerah-daerah pinggiran pembangunan gedung-gedung SD dan puskesmas. "Dan sekarang NIAC menambah kas Pemda Kodya Rp 100 juta sebulan," tambah Walikota Surabaya sekarang, Muhadji Widjaja. Jumlah ini, kata Muhadji, merupakan 22% dari APBD Kota Surabaya tahun 1980/1981 yang berjumlah Rp 23,6 milyar. Baik Tjokropranolo maupun Muhadji belum melihat sumber pengganti uang judi itu setelah 1 April nanti. Gubernur DKI ketika menyampaikan Nota Keuangan DKI 1981/1982 di hadapan DPRD-DKI Sabtu pekan lalu, mengharapkan penggantian itu datang dari Pemerintah Pusat. "Karena pelarangan judi dari Pemerintah Pusat, tentu Pemerintah Pusat sudah mempersiapkan segala sesuatunya," tambah Tjokro kepada TEMPO. APBD DKI 1981/1982 direncanakan sebesar Rp 176 milyar. Tapi Muhadji, tanpa menyebut-nyebut Pemerintah Pusat, hanya mengharapkan mengintensifkan sumber-sumber pemasukan asli, yaitu Ipeda, pajak tontonan, parkir dan pajak makanan serta minuman. Apakah berarti setelah 1 April 1981 semua judi hilang? Belum tentu. Yang pasti para pencandu judi sudah mendengar selentingan, bahwa bandar-bandar sudah mempersiapkan judi gelap. Karena, menurut kalangan penjudi, tak mungkin melenyapkan kebiasaan mengadu nasib pencandu judi begitu saja. Malahan seorang pimpinan grup tempat judi terkenal di Jakarta, melihat "hampir tak mungkin melenyapkan judi sama sekali." Karena itu, tambahnya, tak mustahil muncul judi liar. Paling tidak judi buntut yang mengekor pada nomor-nomor akhir kupon undian yang dikeluarkan Yayasan Dana Bhakti -- Kesejahteraan Sosial yang diumumkan tiap 20 hari. Penggemar buntut ini telah melebar hingga hampir di seluruh pelosok dusun, di seluruh tanahair, melalui bandar-bandar resmi maupun yang sewaktu-waktu siap lari bila pemasangnya menang. Malahan di Kepulauan Riau judi buntut Sie Jie di Singapura menyebarkan ekornya hingga pulau-pulau terpencil di kawasan sana. Di Bali, awal bulan ini Pemda Bali mengadakan diskusi untuk menentukan: bagaimana menghilangkan pertaruhan yang selalu menyertai sabung ayam yang merupakan bagian dari upacara keagamaan tabuh rah. Diskusi itu tak membuahkan hasil, kecuali lontaran-lontaran kekhawatiran bahwa sabung ayam yang selama ini berhasil dilokalisasikan, akan kembali menjadi perjudian liar setelah 1 April nanti. Pulau judi? "No, no, ini sudah perintah Pak Harto, judi harus hapus, bukan dialihkan ke tempat lain," jawab Gubernur Tjokro. Tapi kalangan pengusaha judi, seperti dari kelompok Jakarta Theatre, malahan cenderung memilih satu pulau terpencil khusus untuk penjudi kelas kakap. "Daripada mereka mengorganisasikan judi-judi gelap," tambah seorang pengusaha yang tak mau disebut namanya. Pelarangan judi memang akan berakibat mengalirnya sekian puluh milyar rupiah ke tempat-tempat yang belum diketahui. Di Jakarta saja, dengan pajak Rp 10 milyar lebih yang disetorkan ke kas DKI, diperkirakan paling sedikit lima kali lipatnya akan tetap berada di kantung-kantung para bandar judi. Untung jika uang itu dialihkan ke sektor industri dan menampung bekas karyawan yang akan menganggur. Tapi jika berpindah ke pusat-pusat kasino di luar negeri? Alasan memang bisa banyak dari kalangan ini. Tapi sudah tentu, larangan judi punya dasar yang tak kalah kuat: bukan saja judi resmi hisa merangsang kebiasaan yang buruk, tapi pengayoman tempat judi bisa juga jadi sumber korupsi, kemewahan -- dan rebut-rebutan antara deking. Namun tak kalah beratnya adalah mengurusi bekas karyawan tempat-tempat judi yang jumlahnya puluhan ribu itu. Pengangguran sudah di ambang pintu kehidupan mereka. Berbagai pengaduan dan tuntutan mulai terdengar, mulai ke alamat DPR, FBSI dan terutama ke pengusaha tempat judi itu sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus