Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah diminta waspada menghadapi tingginya mobilisasi penduduk di masa mudik pada Lebaran Mei 2021. Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, menilai kebijakan pemangkasan libur maupun cuti bersama sepanjang tahun ini tak berarti apa-apa seumpama pemerintah tidak tegas menekan pergerakan masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Alih-alih membuka peluang mudik, Pandu menyarankan pemerintah melarang kegiatan tersebut. “Iya, sebaiknya begitu (mudik dilarang). Yang penting bukan liburnya, tapi mobilitasnya. Pandemi Covid-19 akan terkendali kalau semua dilakukan secara konsisten,” ujar Pandu saat dihubungi Tempo pada Rabu, 24 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kebijakan larangan mudik pernah diterapkan pada awal masa pandemi tahun lalu untuk mengurangi risiko penyebaran virus corona, khususnya di simpul-simpul transportasi. Larangan mudik berlangsung lebih kurang dua pekan mulai akhir Mei hingga Juni 2020.
Pandu berpendapat dalam setahun masa pandemi, sektor transportasi memiliki kontribusi paling besar bagi penyebaran wabah. Musababnya, kebijakan-kebijakan yang ditetapkan Kementerian Perhubungan acap tak sejalan dengan penanganan kasus Covid-19 dari sisi kesehatan.
Stimulus passenger service charge atau PSC, misalnya, yang membuat harga tiket pesawat menjadi murah dipandang kontradiktif dengan keinginan negara menekan kurva kasus positif virus corona. Konsep keseimbangan antara penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi ini, kata Pandu, tidak tepat.
“Seharusnya konsepnya adalah prioritas. Kalau prioritas, ada kebijakan yang dilarang ya benar-benar dilarang saja,” katanya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan belum memastikan adanya larangan mudik bagi masyarakat di masa libur Lebaran. Kementerian Perhubungan saat ini masih berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Meski demikian, Budi Karya menyebut keputusan terkait mekanisme mudik untuk sementara akan berbeda dengan masa sebelum pandemi. “Kemarin diputuskan mudik bersama jadi dua kali. Itu domainnya dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,” ujar dia.
Kebijakan larangan mudik dari sisi ekonomi akan memberikan dampak mendalam, khususnya bagi pelaku usaha pariwisata dan transportasi. Pada Oktober 2020 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan kerugian yang dialami Bali selama masa pandemi, termasuk dengan adanya larangan mudik, mencapai Rp 9 triliun per bulan.
Kerugian terjadi akibat amblasnya jumlah kunjungan wisatawan. Dampak tersebut, tutur Luhut, memberikan pukulan yang berat bagi tenaga kerja lantaran terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK.
“Ini masalah besar yang harus dihadapi. Tenaga kerja formal di Bali mengalami PHK, baik itu pemandu wisata, buruh. Ada juga nelayan dan sebagainya,” ujar Luhut, 7 Oktober, dalam sebuah konferensi virtual.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, memprediksi ancaman kerugian sektor usaha akibat larangan mudik pada tahun ini bisa lebih dalam ketimbang 2020. Mempertimbangkan pelbagai kondisi, ia menduga larangan mudik bakal berpengaruh terhadap menyusutnya perekonomian di sektor wisata hingga 40-60 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
“Tahun lalu masyarakat masih punya tabungan, sekarang tabungan makin menipis apalagi untuk bepergian,” tuturnya.
Opsi larangan mudik pun dianggap akan menimbulkan dilema bagi pemerintah maupun kalangan usaha. Sebab di satu sisi masyarakat didorong menumbuhkan konsumsi, namun di sisi lain pergerakan kegiatan terus ditekan. Jika pemerintah memutuskan membatasi atau melarang mobilisasi penduduk, Bhima menilai negara harus mengambil jalan tengah, yakni menopang sektor industri melalui stimulus besar-besaran—khususnya bagi sektor pariwisata.
“Karena dikhawatirkan masa liburan yang diperpendek berpengaruh terhadap pendapatan sektor pariwisata, minimum hibah stimulus ke sektor pariwisata Rp 50-70 triliun dari saat ini yang sebesar Rp 30 triliun,” ucapnya menanggapi larangan mudik.