Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Firli Bahuri disebut dapat dijerat dengan Pasal 36 dan 65 Undang-Undang KPK jika foto pertemuannya dengan Syahrul Yasin Limpo benar.
Foto pertemuan Firli dan Syahrul disebut asli.
Dewas diminta segera memeriksa Firli.
JAKARTA – Sejumlah pengamat hukum dan pegiat antikorupsi menilai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri bisa dijerat sebagai tersangka jika terindikasi terlibat kasus dugaan pemerasan yang dilaporkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. KPK juga didesak segera mengumumkan secara resmi status ketiga pejabat di Kementerian Pertanian yang disebut sebagai tersangka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan keputusan menaikkan status kasus dari penyelidikan ke tahap penyidikan mengartikan ada alat bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana. Dengan alat bukti yang cukup, penyidik hanya tinggal menyebutkan siapa tersangkanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Kurnia, munculnya foto pertemuan Firli dengan Syahrul Yasin Limpo yang beredar luas di masyarakat menjadi salah satu petunjuk yang mempermudah penyidik menemukan bukti lain dalam menetapkan tersangka. "Tinggal dilakukan pengecekan kapan foto itu dipotret dan kapan aduan masyarakat dalam penanganan kasus korupsi di Kementerian Pertanian dilaporkan ke KPK," ujar Kurnia saat dihubungi pada Ahad, 8 Oktober 2023.
Kurnia menilai Firli dapat dijerat dengan Pasal 36 dan 65 Undang-Undang KPK jika foto pertemuannya dengan Syahrul benar dipotret setelah masuknya laporan kasus korupsi di Kementerian Pertanian ke KPK. "Sebagai pemimpin KPK, Firli dianggap melanggar pasal tersebut karena bertemu dengan pihak yang sedang beperkara."
Pasal 36 butir a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan pimpinan KPK dilarang bertemu atau mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak yang bepekara yang kasusnya sedang ditangani KPK. Pasal 65 Undang-Undang KPK menyebutkan setiap anggota KPK yang melanggar ketentuan Pasal 36 terancam pidana penjara paling lama 5 tahun.
Mantan Ketua KPK, Abraham Samad, mengatakan polisi seharusnya secara terbuka menyebutkan alat bukti yang dimiliki dalam kasus Firli. Menurut dia, penanganan kasus di kepolisian sedikit berbeda dengan di KPK atau kejaksaan. Di kepolisian, saat status kasus naik ke tahap penyidikan, tidak selalu dibarengi dengan penyebutan nama tersangka.
Dia menjelaskan, suatu kasus naik ke tingkat penyidikan karena sudah diketahui adanya tindak pidana. Pengusutan suatu kasus menggunakan alat bukti yang dikumpulkan. "Karena itu, penyidik polisi harus secara jelas dan terang memaparkan apa saja alat bukti yang dimiliki hingga menaikkan status kasus ke tahap penyidikan," ujarnya saat dihubungi kemarin. "Ini sekaligus menjadi tolok ukur bagi publik menilai kinerja penyidik polisi dalam mengungkap kasus."
Abraham menegaskan, hal terpenting adalah kasus korupsi di Kementerian Pertanian. KPK seharusnya segera mengumumkan secara resmi nama para tersangka. Menurut dia, selama ini publik tentu bertanya-tanya alasan KPK tak kunjung mengumumkan nama para tersangka dugaan korupsi tersebut. "KPK jangan mengulur-ulur waktu lagi," ucapnya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (tengah) meninggalkan NasDem Tower, di Jakarta, 5 Oktober 2023. TEMPO/M Taufan Rengganis
Cerita Korupsi di Kementan dan Dugaan Pemerasan
KPK disebut-sebut telah menetapkan Syahrul Yasin Limpo dalam kasus korupsi penerimaan hadiah atau janji di lingkungan Kementerian Pertanian. KPK menjerat Syahrul dengan tiga perkara sekaligus: pemerasan, gratifikasi, dan pencucian uang. Selain terhadap Syahrul, KPK menetapkan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Muhammad Hatta sebagai tersangka pemerasan dan gratifikasi. Hatta anak buah Syahrul saat masih menjabat Gubernur Sulawesi Selatan. Dari informasi yang diperoleh Tempo, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pada 26 September lalu.
KPK menyelisik kasus ini sejak 16 Januari 2023. Syahrul, Kasdi, dan Hatta dituduh mengakali dana non-budgeter dan menerima upeti dari para pejabat Kementerian Pertanian untuk mempertahankan atau naik jabatan. Nilai setoran para pejabat eselon I, II, dan III itu rata-rata ratusan juta hingga miliaran rupiah, tergantung jabatan.
Menurut penjelasan sumber KPK, pengumpulan uang secara berjenjang itu terjadi bertahun-tahun. Tapi Syahrul baru sadar tengah diawasi KPK pada Juni lalu. Para penyidik KPK membahas dugaan korupsi Syahrul dalam rapat gelar perkara. Penyidik yakin Syahrul menjadi tersangka karena memerintahkan pengumpulan upeti itu. Meski sadar diawasi KPK, Syahrul tak menyetop pengumpulan upeti.
Di tengah berbagai drama pemeriksaan korupsi di Kementerian Pertanian, Kepolisian Daerah Metro Jaya mengumumkan tengah menyelidiki dugaan pemerasan oleh Firli kepada Syahrul. Rupanya, Syahrul melaporkan Firli pada 21 Agustus lalu dengan tuduhan pemerasan. Firli, menurut laporan Syahrul, mengklaim bisa menyetop penyidikan kasus korupsi di Kementerian Pertanian. Polisi sudah memeriksa ajudan sopir Syahrul, Panji Harianto dan Heri, pada 28 Agustus lalu. Adapun pemeriksaan Syahrul baru dilakukan pada 5 Oktober lalu.
Cerita detail pemerasan itu muncul dari surat pengakuan Hatta pada 1 Oktober lalu. Berdasarkan laporan majalah Tempo edisi pekan ini, sejumlah pihak yang dihubungi membenarkan bahwa tulisan dalam surat itu merupakan pengakuan Hatta. Dalam surat itu, Hatta mengklaim pernah diminta Syahrul menyiapkan uang US$ 1 miliar untuk diserahkan kepada Firli.
Awalnya Firli disebut meminta uang dalam jumlah besar. Tapi Syahrul tak mampu menyanggupinya. Uangnya tak cukup. Penyerahan uang berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, pada akhir Juni 2022. Setelah itu, pada Oktober 2022, Hatta kembali diminta menitipkan upeti Firli di rumah komisaris besar di kawasan Kebayoran Baru. Hatta baru melunasinya pada Desember 2022. Ketika itu, Hatta diminta mendampingi Syahrul menemui Firli yang sedang bermain bulu tangkis di Gelanggang Olahraga (GOR) Tangki di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Hatta belum bisa dimintai konfirmasi ketika dihubungi. Rumahnya juga kosong saat disambangi pada Jumat, 6 Oktober lalu.
Foto Pertemuan Firli dan Syahrul Disebut Asli
Foto pertemuan Firli dengan Syahrul di lapangan badminton beredar luas sejak Jumat lalu. Seorang penjaga GOR Tangki menyaksikan pertemuan Syahrul dan Firli di pinggir lapangan.
Foto pertemuan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri (kiri) dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, yang diduga di sebuah GOR bulu tangkis di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Dok. TEMPO
Firli mengakui kerap bermain tepok bulu setidaknya dua kali dalam sepekan. Menurut dia, mustahil membahas penanganan perkara di tempat terbuka, seperti gedung olahraga. Firli pun membantah tuduhan bahwa ia meminta uang kepada Syahrul.
Pakar telematika Abimanyu Wachjoewidajat mengatakan foto pertemuan Firli dengan Syahrul itu merupakan foto asli dan bukan rekayasa. "Ya (foto asli)," ucapnya pada Sabtu lalu melalui pesan aplikasi WhatsApp. Meski begitu, Abimanyu tidak dapat memastikan kapan waktu dan lokasi tepat foto tersebut dipotret.
Polda Metro Jaya pada Sabtu lalu mengumumkan bahwa kasus pemerasan yang dilaporkan Syahrul naik ke tahap penyidikan. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak mengatakan keputusan untuk menaikkan status kasus tersebut ke tingkap penyidikan didasarkan pada hasil ekspose atau gelar pemeriksaan perkara pada 6 Oktober lalu. "Selanjutnya kami akan menerbitkan surat perintah penyidikan," katanya.
Namun perwira menengah itu tidak menyebutkan bukti apa saja yang telah dihimpun penyidik. Saat ditanya siapa tersangka dalam kasus tersebut, Ade mengatakan lembaganya masih akan mencari dan mengumpulkan bukti agar kasus ini semakin jelas serta menemukan tersangkanya. "Ada lima alat bukti menurut Pasal 184 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), yakni keterangan saksi, surat, petunjuk, keterangan ahli, dan keterangan tersangka. Kami masih mengumpulkannya," ujarnya dalam keterangan pers pada Sabtu lalu.
Ade juga menanggapi foto pertemuan Firli dengan Syahrul yang beredar di masyarakat. Menurut dia, foto tersebut juga telah direkomendasikan dalam gelar perkara yang dilakukan pada 6 Oktober lalu.
Adapun Febri Diansyah, pengacara Syahrul, Kasdi, dan Hatta, belum merespons saat dihubungi perihal perkembangan kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK yang dilaporkan kliennya.
Dewas Diminta Segera Periksa Firli
Mantan komisioner KPK, Thony Saut Situmorang, menilai peluang Firli menjadi tersangka seharusnya menguat setelah penyidik memutuskan menaikkan status kasus tersebut ke tahap penyidikan. Menurut Saut, merujuk pada Pasal 36 dan 65 Undang-Undang KPK, tampak jelas bahwa perbuatan Firli bertemu dengan Syahrul di luar kegiatan dinas melanggar aturan. "Jika fotonya benar, ganjarannya penetapan tersangka," ucapnya.
Selain mendorong penanganan secara pidana, Saut meminta Dewan Pengawas KPK bersikap tegas menangani kasus dugaan pemerasan yang menyeret nama pemimpin lembaga antirasuah ini. Menurut Saut, Dewan Pengawas ada kemungkinan sudah mengetahui kasus yang melibatkan nama Firli. Dia berharap Dewan Pengawas tidak kembali bersikap lunak terhadap pelanggaran yang menyeret nama pimpinan KPK.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, juga berpendapat Dewan Pengawas KPK bisa memeriksa Firli dengan merujuk pada bukti-bukti yang ada dalam laporan dugaan pemerasan di Polda Metro Jaya. "Itu bisa jadi pertimbangan untuk memberhentikan Firli sementara dari jabatannya sampai sidang etik dilaksanakan dan ada putusannya," ucapnya.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhammad Isnur mengatakan Dewan Pengawas ataupun kepolisian sudah sepatutnya menegakkan hukum secara tegas. Menurut Isnur, persoalan yang menjerat Firli bukan hanya kasus dugaan pemerasan pejabat Kementerian Pertanian.
Isnur menyebutkan kepolisian tidak boleh berdiam diri menggantungkan kasus kebocoran dokumen penyelidikan korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kasus itu ditengarai juga melibatkan Firli. Isnur pun mendesak Dewan Pengawas KPK memeriksa dan menggelar sidang etik bagi Firli. "Sudah banyak kesalahan Firli yang mencoreng nama KPK," ujarnya. Agar penanganan kasus ini berjalan baik, kata Isnur, "Sebaiknya Firli mundur saja."
Adapun Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Panggabean serta anggota Dewan Pengawas, yakni Albertina Ho, Syamsuddin Haris, dan Harjono, belum bisa dimintai konfirmasi. Pesan pertanyaan yang dikirim Tempo ke nomor telepon seluler mereka belum direspons. Hingga semalam, notifikasi pesan tersebut hanya menunjukkan status pesan terkirim dan belum dibaca.
Syahrul Meminta Pelindungan LPSK
Selain melapor ke Polda Metro Jaya, Syahrul meminta pelindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Berdasarkan tanda terima surat ke LPSK yang beredar, permohonan itu diajukan Syahrul bersama tiga orang lainnya. "Telah diterima pada Jumat, 6 Oktober 2023, pukul 17.57 WIB, surat permohonan perlindungan saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi," demikian seperti tertulis dalam surat itu.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi dan Susilaningtias serta tenaga ahli LPSK, Rully Novian, belum bersedia memberikan jawaban perihal surat permohonan tersebut. "Kami belum bisa berkomentar," ujar mereka. Begitu pula dengan Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang. Keduanya belum merespons pesan yang dikirim Tempo ke nomor ponselnya.
Adapun juru bicara KPK, Ali Fikri, tak ambil pusing perihal permohonan pelindungan hukum yang diajukan Syahrul beserta jajarannya ke LPSK. Ali mengatakan siapa saja berhak mengajukan permohonan pelindungan di LPSK. "Nanti di sana (LPSK) akan menilai apakah layak atau tidak seseorang dengan status saksi atau korban mendapat hak semacam itu," ujar Ali kemarin. Dia pun berharap permohonan ke LPSK bukan modus untuk menghambat atau menghindari proses perkara yang sedang ditangani KPK.
ANDI ADAM FATURAHMAN | SUKMA LOPPIES | EKA YUDHA SAPUTRA | MAJALAH TEMPO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo