Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anak tangga beton selebar satu meter dengan pegangan besi di salah satu sisinya itu menempel di dinding luar bangunan rumah toko di kanan-kiri Jalan Teuku Umar, Meulaboh, Aceh. Tiap blok berisi 6-11 ruko, dipisahkan oleh gang sempit berisi anak tangga menuju dak beton di atap ruko dua lantai itu.
Di atas tangga terpasang plang bertulisan "Gedung Penyelamatan (GP)" dengan lambang Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Barat. Sebagian plester semen yang melapisi dak telah retak dan terkelupas. Namun ruang terbuka seluas lapangan basket itu dapat menyelamatkan banyak nyawa jika sewaktu-waktu gelombang tsunami kembali menyapu kawasan tersebut seperti pada 2004.
Escape hill berupa ruang terbuka di atap gedung tak hanya berlokasi di pertokoan Jalan Teuku Umar. Hotel Tiara, Hotel Meuligou, kantor Bupati Aceh Barat, dan kantor BPBD Aceh Barat juga dilengkapi fasilitas penyelamatan itu.
Menurut Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Barat, Teuku Dadek, model bangunan ruko di pusat Kota Meulaboh ini memang sengaja didesain sebagai tempat evakuasi untuk antisipasi tsunami yang dapat menampung lebih dari 8.000 orang berdiri. "Semua pertokoan di sini dilengkapi escape hill," katanya pada awal Desember lalu.
Escape hill itu melengkapi escape building yang dibangun di Banda Aceh. Ada tiga escape building yang diklaim tahan gempa berkekuatan 10 skala Richter. Gedung ini bantuan pemerintah Jepang. Bangunan evakuasi itu bertinggi sekitar 18 meter, berlantai empat dengan luas keseluruhan 1.400 meter persegi. Setiap lantai ditopang oleh pilar-pilar beton berdiameter 70 sentimeter. Total ada 54 pilar. Lantai paling atas dibiarkan terbuka dan tersedia tempat pendaratan helikopter.
Tgk Mahdan Insya, 63 tahun, warga yang mendiami rumah di depan escape building di Gampong Deah Glumpang, Kecamatan Meuraxa, mengatakan gedung itu terakhir dipakai bulan lalu untuk simulasi gempa dan tsunami.
Simulasi untuk meningkatkan kesiapsiagaan juga rutin digelar di Mentawai, Padang, dan Bengkulu. Berdasarkan siklus 100 tahunan, kawasan di pesisir barat Sumatera itu terancam gempa berkuatan besar di atas 8,9 skala Richter. Ahli gempa Danny Hilman Natawijadja dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengatakan gempa berkekuatan tinggi atau megathrust berpotensi terjadi di bawah Pulau Siberut.
Gempa megathrust itu diperkirakan menimbulkan tsunami besar yang mengancam warga Padang, Mentawai, dan pesisir barat Sumatera Barat hingga Bengkulu. Hasil simulasi menunjukkan tsunami bisa menghantam Kota Padang selama dua setengah jam dengan ketinggian 6 meter sejauh 2 kilometer.
Tenaga yang terkunci di zona subduksi di bawah Mentawai itu bisa terlepas setiap saat. "Masanya sudah lewat," kata Danny.
Menghadapi ancaman tepat di depan mata itu, semua warga di pesisir pantai di Kabupaten Mentawai rutin menggelar simulasi evakuasi tsunami. Wakil Bupati Mentawai Rijel Samaloisa menyatakan terdapat 33 desa di Mentawai yang terancam tsunami karena terletak di pesisir.
Shelter atau gedung penyelamatan telah dibangun di kawasan paling rawan dan padat penduduk, seperti di Siberut Utara yang relatif datar, jauh dari bukit. Apalagi hingga saat ini belum ada sirene peringatan dini tsunami.
"Mentawai memang daerah khusus, karena sumber gempanya di Mentawai dan tsunaminya paling cepat di sini. Walau tanpa sirene, masyarakat juga akan langsung lari ke tempat ketinggian, tapi sirene penting untuk menginformasikan tsunami," kata Rijel.
Gempa besar berkali-kali membuat warga Siberut Selatan terbiasa. Tak hanya membuat sendiri jalan setapak untuk evakuasi ke atas bukit, mereka juga membangun pondok pengungsian di atas bukit, bahkan menyiapkan stok logistik. "Di depan pintu rumah saya juga sudah ada ransel berisi peralatan dan logistik untuk dibawa lari ke pondok pengungsian kami di bukit kalau ada gempa besar," kata Besman Saleleubaja, 55 tahun, warga Mailepet, Siberut Selatan.
Provinsi Bengkulu juga telah bersiap menghadapi gempa megathrust. Kepala Pusat Studi Kajian Mitigasi Bencana dari Universitas Bengkulu Muhammad Farid mengatakan Bengkulu pernah diguncang gempa 8,9 SR dan terjangan tsunami hingga 30 kilometer pada 1912.
Dosen ilmu fisika itu mengatakan, berdasarkan prediksi siklus 100 tahunan, kejadian gempa serupa diperkirakan terjadi pada 2012. Meski hingga saat ini prediksi tersebut belum terjadi, masyarakat Bengkulu tak boleh lengah.
Berdasarkan indeks risiko bencana, 9 dari 10 kabupaten/kota di Bengkulu berada pada zona merah. Tujuh kabupaten berada di pesisir pantai dengan ancaman tsunami, dan 196 desa yang berada pada zona merah dengan ketinggian tak lebih dari 5 meter dari permukaan laut.
Program pengurangan risiko bencana telah menjadi prioritas di daerah ini. Sejak 2010, pemerintah daerah telah membangun 50 gudang logistik bencana berisi sandang dan pangan. Pemda juga sudah membuat peta evakuasi bencana, termasuk membikin menara empat lantai dengan konstruksi tahan gempa dan empasan tsunami yang mampu menampung 1.500 orang. Agar tidak mubazir, gedung bangunan tempat evakuasi sementara (TES) di samping kantor Lurah Teluk Sepang itu juga digunakan sebagai tempat pertemuan warga dan gudang penyimpanan logistik.
Tahun depan Pemerintah Provinsi Bengkulu berencana mendirikan empat bangunan serupa. Kepala BPBD Provinsi Bengkulu Kolendri mengatakan pembangunan tempat evakuasi memang menguras anggaran. "Tapi ini investasi. Bayangkan saja berapa jiwa yang dapat diselamatkan jika bencana terjadi," ujarnya.
Ibu kota Sumatera Barat, Padang, yang bertetangga dengan Bengkulu, juga berencana membangun lebih banyak shelter vertikal. Kota itu berada tepat di muka Kepulauan Mentawai. Gempa megathrust yang bersumber dari Kepulauan Mentawai diperkirakan akan disusul tsunami setinggi 6-12 meter, yang melanda Mentawai 7-10 menit setelah gempa.
Setelah menghantam Mentawai, gelombang tinggi akan tiba di Padang dalam setengah jam. Air bisa masuk ke daratan hingga 3 kilometer. Tak kurang dari 1 juta jiwa penduduk di tujuh kabupaten dan kota di zona merah terancam bahaya tsunami.
Dibayangi ancaman tsunami, kini warga Padang mulai memilih permukiman jauh dari pantai. Banyak permukiman baru tumbuh jauh dari pantai dan di tempat yang lebih tinggi seperti di Air Dingin dan Lubuk Minturun di Kecamatan Koto Tangah. Tak ada lagi pembangunan perumahan baru di kawasan yang dekat dengan pantai.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Barat Yazid Fadli mengatakan Padang membutuhkan 200 unit shelter, tapi yang tersedia baru 24. Itu pun terdiri atas kantor pemerintah dan sekolah yang dibangun setelah gempa Padang 2009.
Satu shelter bisa menampung 500-3.000 orang. Dua lantai atas kantor gubernur diperkirakan bisa menampung 3.000 orang dalam kondisi berdiri. "Kesulitan membuat shelter itu adalah keterbatasan lahan. Sekarang kami minta swadaya masyarakat yang menyediakan tanah," kata Yazid.
Untuk menambah jumlahnya, pemerintah Sumatera Barat telah mendata 90 gedung yang dapat dipakai sebagai tempat evakuasi, seperti hotel baru dan bangunan lama yang tidak roboh setelah beberapa kali terkena gempa besar. Mereka juga berencana membangun 600 unit shelter vertikal dengan ketinggian 12 meter di kawasan pesisir kabupaten dan kota yang terancam tsunami.
Jumlah shelter yang belum ideal itu membuat Ketua Pusat Studi Bencana Universitas Andalas Febrin Anas Ismail menilai Padang masih jauh dari siap. "Saat tsunami terjadi, di daerah padat seperti Kota Padang paling baik ada shelter, langsung naik ke atas di shelter terdekat," kata Febrin.
Sebagai solusi keterbatasan lahan, Febrin mengusulkan pemanfaatan ribuan masjid sebagai tempat pembangunan menara evakuasi. "Dibangun menempel ke masjid. Fondasinya didesain khusus dan diperkuat. Kami sudah merancangnya dan akan diusulkan ke pemerintah," kata Febrin.
Kendati Padang dan Bengkulu dinilai lebih siap menghadapi bencana daripada Aceh, Patra Rina Dewi, Direktur Komunitas Siaga Tsunami (Kogami) di Sumatera Barat, menilai persiapan yang ada sama sekali belum cukup. "Kita sayangkan masyarakat malas ikut latihan evakuasi. Lebih miris lagi ada yang ikut karena iming-iming makan siang atau uang transpor. Padahal, kalau bencana terjadi, kita harus menolong diri sendiri," kata Patra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo