Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Minggu Yudi Amiarno masih mengingat peristiwa pengambilan paksa jenazah berstatus probable oleh keluarganya.
Saat itu, keluarga jenazah tidak menerima jika anggota keluarganya harus dimakamkan dengan protokol Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Peristiwa itu terjadi beberapa bulan lalu. Seorang pasien berstatus probable Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Keluarga berkeras membawa pulang jenazah pasien itu. Mereka menolak jenazah dimakamkan dengan prosedur penanganan penyakit menular. “Keluarganya sampai mengerahkan massa. Kami takut juga,” kata Direktur RSUD Pasar Minggu Yudi Amiarno, kemarin.
Menurut Yudi, saat itu manajemen rumah sakit belum bekerja sama dengan kepolisian. Walhasil, ia terpaksa mengizinkan keluarga membawa pulang jenazah. Yudi hanya meminta keluarga ahli waris menandatangani perjanjian di atas meterai. Kesepakatan tersebut juga disaksikan oleh pengurus rukun tetangga setempat.
Petugas RSUD Pasar Minggu, kata Yudi, tidak lepas tangan begitu saja. Petugas mengawasi lingkungan keluarga pasien yang meninggal itu. Pengawasan tersebut dilakukan untuk mencegah penularan Covid-19. Belakangan, kekhawatiran itu lenyap karena hasil swab test jenazah probable tersebut ternyata negatif.
Menurut Yudi, meski hasil uji sekanya negatif, jenazah itu sudah masuk ruang isolasi. Seharusnya jenazah tersebut diperlakukan dengan prosedur pemakaman Covid-19. “Apalagi waktu itu hasil swab test-nya juga belum keluar,” tuturnya.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta Arifin mengatakan, dengan terbitnya Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Covid-19, pengambilan paksa jenazah probable atau terkonfirmasi positif bisa dihindari. Sebab, perda mengatur pemberian sanksi berupa denda bagi mereka yang secara paksa membawa jenazah berstatus probable atau terkonfirmasi positif corona. “Jadi perda ini memberikan perlindungan bagi masyarakat,” katanya.
Dua hari lalu, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta mengesahkan Perda tentang Penanggulangan Covid-19. Pada Pasal 31 ayat 1 peraturan itu disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja tanpa izin membawa jenazah yang berstatus probable atau konfirmasi yang berada di fasilitas kesehatan, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5 juta. Adapun jika pengambilan paksa jenazah itu disertai ancaman atau kekerasan, hukumannya diperberat dengan denda maksimal Rp 7,5 juta.
Perda tentang Penanggulangan Covid-19, Arifin melanjutkan, juga mengatur sanksi bagi orang terkonfirmasi corona yang sengaja meninggalkan fasilitas isolasi atau fasilitas kesehatan tanpa izin petugas. Pelanggar aturan itu bisa dikenai denda paling banyak Rp 5 juta.
Menurut Arifin, dengan adanya Perda tentang Penanggulangan Covid-19, peristiwa kaburnya pasien corona, seperti yang pernah terjadi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, bisa dihindari. “Waktu itu, pasien berani bertindak seperti itu karena belum ada aturan yang meminta orang harus harus patuh saat diisolasi,” tuturnya.
Pada Maret lalu, seorang pasien Covid-19 yang menjalani isolasi di RSUP Persahabatan, Jakarta Timur, sempat melarikan diri dari ruang isolasi. Keluarga pasien perempuan asal Jakarta itu menunggu di luar rumah sakit saat ia melarikan diri.
Direktur RSUD Pasar Minggu Yudi mengungkapkan bahwa tenaga medis dan rumah sakit yang menangani pasien corona akan sangat terbantu dengan terbitnya Perda tentang Penanggulangan Covid-19. Sebab, peraturan itu mengatur sejumlah hal dalam penanganan wabah penyakit menular tersebut, khususnya pemberian sanksi bagi sejumlah pelanggaran, seperti mengambil paksa jenazah probable atau terkonfirmasi positif Covid-19. “Dengan perda itu, kami jadi tertolong,” katanya.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, menilai seharusnya pemerintah DKI memiliki Perda tentang Penanggulangan Covid-19 sejak awal. “Tapi enggak ada kata terlambat,” tuturnya.
Menurut Tri, Perda tentang Penanggulangan Covid-19 itu kurang komprehensif. Contohnya, sanksi bagi orang terkonfirmasi corona yang sengaja meninggalkan fasilitas isolasi atau fasilitas kesehatan tanpa izin petugas. Seharusnya pemerintah merinci tempat isolasinya. Sebab, masih ada orang tanpa gejala yang melakukan isolasi mandiri di rumah. “Seharusnya dirinci, tempat isolasinya itu di mana saja, biar enggak membingungkan,” katanya.
GANGSAR PARIKESIT
Mencegah Pengambilan Paksa Jenazah Pasien Covid-19
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo