Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Irwanto masih ingat betul susahnya dua-tiga tahun lalu mencari teman bersepeda yang punya kesukaan sama terhadap sepeda bermerek Moulton. Polisi berpangkat brigadir jenderal yang kini bertugas di Badan Narkotika Nasional itu mengenang bagaimana ia kerap mencegat orang-orang yang memakai sepeda Moulton saat bertemu di acara car-free day yang digelar setiap Ahad di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman hingga M.H. Thamrin, Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dulu, kalau ketemu yang pakai sepeda, saya berhentikan, ajak kenalan," kata Irwanto kepada Tempo di Kemang, dua pekan lalu. Pelan-pelan, kata dia, jumlah kenalan sesama pemakai sepeda premium asal Inggris itu bertambah. "Sebetulnya, pemakainya sudah banyak dari dulu, tapi belum punya komunitasnya." Relasinya semakin luas. Apalagi dia juga kerap "menularkan virus" Moulton ke teman-temannya, sehingga pengguna sepeda dengan harga termurah sekitar Rp 30 juta itu semakin banyak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kini, Irwanto mencatat ada lebih dari seratus pemilik dan pengguna sepeda Moulton di Indonesia. Lima bulan lalu, mereka meresmikan komunitas Moulton Bicycle Club Indonesia untuk menampung orang-orang yang punya hobi sama. "Tujuan lainnya adalah kami ingin mensosialisasi gaya hidup sehat ke masyarakat." Hal itu mereka lakukan dengan cara melakukan acara gowes bareng setiap pekan. "Buat saya, ini sekaligus mengkampanyekan nilai-nilai antinarkoba," ujarnya.
Mengumpulkan orang-orang dengan minat yang sama juga dilakukan Hendri Kesuma, pengusaha yang tinggal di Bintaro, Jakarta Selatan. Penyuka sepeda balap dan sepeda lipat merek Brompton itu membentuk penggemar gowes sambil rekreasi dan jalan-jalan. Nama komunitasnya Brompit, yang diambil dari kata Brompton dan "pit" yang berarti kereta angin dalam bahasa Jawa.
Anggota Brompit yang berjumlah 65 orang itu tersebar di berbagai kota besar. Latar belakangnya pun beragam. Ada pensiunan, pejabat pemerintahan, direktur utama badan usaha milik negara, dan pengusaha. Mereka rutin menggelar acara gowes bersama, baik di Jakarta maupun di luar kota. Sering kali mereka datang ke kota lain karena diundang dan dijamu oleh rekan-rekan mereka yang ada di kota tersebut. "Lewat olahraga ini kami jadi makin banyak punya teman. Relasi bisnis juga bertambah."
Merek-merek sepeda lipat premium
Kekompakan komunitas bentukan Hendri ini terlihat dari para anggotanya yang ramai-ramai membuat seragam bersepeda (jersey) untuk beberapa acara yang mereka adakan. Ciri lain kekompakan komunitas pesepeda adalah penggunaan kata sapa "om" dan "tante" di antara sesama anggotanya. Sapaan itu lazim diucapkan di kalangan pengguna sepeda apa pun. Hal itu menimbulkan perasaan setara di antara mereka. "Sekat-sekat usia, status pekerjaan, atau latar belakang ekonomi jadi hilang dan mencair."
Soal pertemanan gara-gara sepeda ini, Hendri punya cerita lucu. Sering kali, kata dia, dirinya menelepon teman-temannya di komunitas Brompit untuk membicarakan soal rencana perjalanan atau sekadar mengobrol soal sepeda. "Kami bisa saling menelepon kapan saja, tak sungkan-sungkan lagi." Padahal tak jarang orang yang ia telepon adalah petinggi BUMN atau seorang pejabat tinggi kepolisian. "Tapi kami asyik-asyik saja, ha-ha-ha…," Hendri berseloroh.
Jumlah pengguna Brompton di Indonesia bisa dibilang yang terbanyak di antara pengguna sepeda lipat atau sepeda mini premium lainnya. Pertumbuhan jumlah pemilik ini, menurut pendiri komunitas Brompton Owner Group Indonesia (BOGI), Baron Martanegara, terasa sejak tiga tahun terakhir. "Ramai banget sekarang. Di mana-mana sudah banyak yang pakai Brompton."
BOGI termasuk komunitas yang mempopulerkan Brompton di kota-kota besar Tanah Air. "Bentuk komunitasnya memang cair, untuk senang-senang sesama pengguna sepeda ini," ujar Baron, dua pekan lalu. Kegiatan yang rutin dilakukan para anggotanya adalah gowes berkeliling kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta, setiap pekan di hari kerja. "Subuh-subuh kami ngumpul sebelum memulai aktivitas masing-masing. Cari keringat bareng."
Baron memanfaatkan media sosial Facebook dan Instagram untuk menjaring para penggemar Brompton. Jika dihitung berdasarkan pengguna media sosial yang mengikuti akun BOGI, jumlahnya sudah lebih dari 6.300 orang. "Kami terbuka untuk semua kalangan. Yang penting no nyinyir, no ngomongin SARA, no ngomongin orang, dan no ngomongin politik."
Tren sepeda premium ini mendatangkan berkah bagi penjualnya. Tjandra Kisnata, pemilik toko sepeda Spin Warriors di BSD, Tangerang Selatan, misalnya, mampu menjual belasan unit Brompton dalam sebulan. "Wah, belakangan barang makin susah. Setiap ada kiriman dari Inggris, langsung ludes terjual," ujarnya.
Begitu juga dengan produk aksesori Brompton yang laris bak kacang goreng. Pekan ini, kata dia, ada puluhan unit Brompton yang baru datang dari Inggris. Lebih dari separuh sepeda-sepeda yang belum sampai di Indonesia itu sudah dipesan oleh pembeli. Tjandra sendiri mengaku koleksi sepeda pribadinya sudah tinggal sedikit gara-gara banyak orang yang ingin punya Brompton dan Moulton. "Saya berkali-kali pesan sepeda untuk pakai sendiri dari Inggris, eh, sampai di sini langsung ditawar orang." PRAGA UTAMA
Aktivitas Populer Pesepeda Amatir
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo