Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mencipta Macan Kurung

KAMIS siang awal April lalu, seorang pemahat terlihat tekun menyelesaikan karya ukiran berbentuk seekor macan dalam sebuah kurungan. Di antara siku kurungan itu terdapat hiasan lilitan ular. Di atasnya bertengger patung garuda. "Ini dipahat, tanpa sedikit pun melalui proses pengeleman," kata Suyanto, sang pemahat, seraya menunjukkan karya ukirnya yang setengah jadi itu. "Proses pemahatan itu memerlukan waktu hingga satu bulan."

21 April 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMIS siang awal April lalu, seorang pemahat terlihat tekun menyelesaikan karya ukiran berbentuk seekor macan dalam sebuah kurungan. Di antara siku kurungan itu terdapat hiasan lilitan ular. Di atasnya bertengger patung garuda. "Ini dipahat, tanpa sedikit pun melalui proses pengeleman," kata Suyanto, sang pemahat, seraya menunjukkan karya ukirnya yang setengah jadi itu. "Proses pemahatan itu memerlukan waktu hingga satu bulan."

Macan kurung—karya ukiran khas Jepara—dibuat dari kayu gelondongan utuh yang dipahat hingga membentuk patung macan dalam kurungan. Ukiran legendaris itu dibuat secara turun-temurun di Kampung Belakanggunung, Mulyoharjo, sentra industri ukiran yang berjarak sekitar dua kilometer utara pusat Kota Jepara. Suyanto generasi keenam pembuat macan kurung di Belakanggunung. Banyak yang tak tahu bahwa ukiran macan kurung yang sudah mendunia itu memiliki sejarah erat dengan Kartini. Dialah penggagas ukiran itu.

Belakanggunung merupakan salah satu kampung yang kerap didatangi Kartini dan adik-adiknya. Ia sangat terkesan oleh seni ukir perajin di kampung yang terletak di belakang bekas benteng Portugis yang berdiri di sebuah gunung itu. Meski dengan perkakas sederhana, di sanalah tempat pengukir-pengukir hebat Jepara.

Hanya, di sana Kartini melihat sebuah kenyataan pahit: ukiran yang bernilai seni itu tak dihargai. Karya mereka dijual murah di Jepara. Pendapatan para pengukir tak sebanding dengan jerih payah mereka. Akibatnya, kondisi ekonomi mereka memprihatinkan—hal yang di mata Kartini tidak adil. "Saat itulah muncul gagasan Kartini untuk meningkatkan kesejahteraan para pengukir," ujar Purwanto, Ketua Organisasi Sentra Industri Mulyoharjo, kepada Tempo.

Kartini pun kemudian menghubungi sahabat-sahabat Belandanya di Batavia dan Semarang. Dia juga menjalin hubungan dengan Oost en West, perkumpulan yang membantu menghidupkan kerajinan tangan di Hindia Belanda. Oost en West beberapa kali menggelar pameran kerajinan tangan rakyat Hindia Belanda dan menarik banyak perhatian publik di Nederland.

Dalam buku Kiprah Dan Perkembangan Ukir Jepara disebutkan, setelah membuka jaringan dengan Oost en West, Kartini kemudian memanggil para pengukir Belakanggunung, di antaranya Singowiryo, perajin ukiran terkenal waktu itu, untuk menghadap ke kabupaten. Mereka diberi tugas membuat aneka furnitur, dari tempat rokok, tempat jahitan, hingga meja kecil. Lewat perantaraan Oost en West, barang-barang itu dijual Kartini ke Semarang, Batavia, dan Belanda. Ternyata harganya jauh lebih mahal dibanding di Jepara. Setelah dipotong ongkos kirim, uang hasil penjualan itu langsung diberikan ke pengukir.

Usaha itu berkembang pesat. Pesanan membanjir dari mana-mana. Bupati Sosroningrat sendiri memesan seperangkat mebel komplet untuk kabupaten. Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat juga memesan banyak ukiran untuk dipasang di serambi belakang kabupaten.

Tapi Kartini tak berhenti di situ saja. Ia juga membuat desain ukiran dengan motif lung-lungan (rangkaian) bunga dan macan kurung. Ternyata desain itu, terutama macan kurung, sangat diminati di luar Jepara, seperti Semarang dan Batavia. Menurut Purwanto, motif macan kurung merupakan simbol perlawanan perajin ukir atas tekanan hidup yang dirasakan saat itu. Karya seni ukir khas Jepara itu mengalami kejayaan hingga sekitar seabad sejak didesain Kartini pada 1903 dan dibuat secara turun-temurun oleh keluarga Singowirjo.

Namun kini ukiran macan kurung sudah sulit ditemui di Jepara, termasuk Kampung Belakanggunung. Selain terhambat permodalan dan minat pembeli ukir Jepara yang lebih menggemari motif baru, pembuatan ukiran macan kurung hanya dilakukan oleh keturunan Singowirjo.

Selain mengamati perajin ukir, Kartini memperhatikan nasib perajin emas dan tenun. Dia juga memajukan kehidupan para perajin itu dengan upayanya meningkatkan kualitas dan pemasarannya. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, ia menulis, "Menggembirakan sekali, sekarang sudah ada tiga cabang kerajinan tangan di daerah saya yang mulai hidup kembali dan kami masih mencari lagi apa yang dapat dihidupkan kembali."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus