Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Terjepit Cinta, Impian, dan Adat

Dari orang-orang terkasih, Kartini menimba cinta dan ilmu pengetahuan. Dari lingkar yang sama pula dia mengalami pahitnya tradisi. Kakeknya dan saudara laki-lakinya—seorang jenius dan wartawan perang—membangkitkan cita-cita Kartini pada pendidikan tinggi. Ayahnya, yang amat dia cintai, meruntuhkan impian masa muda sang putri kesayangan untuk belajar hingga ke tanah Eropa.

21 April 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kagum kepada Kakek, Kecewa kepada Ayah
Kartini mengagumi kakeknya, seorang bupati yang melek pendidikan Barat. Dia kecewa kepada ayahnya, yang menolak keinginannya melanjutkan sekolah.


KEDUA makam bernisan batu itu terbuka tanpa atap. Letaknya di sebelah kanan jalan masuk, terpisah dengan makam keluarga Kerajaan Demak. Itulah makam Tjondronegoro IV dan istrinya di Kompleks Masjid Agung Demak, Jawa Tengah.

Wiwoho, sesepuh masyarakat Demak, menjelaskan bahwa bercampurnya petilasan Tjondronegoro dan Raja Demak di Masjid Agung menegaskan kakek Kartini sebagai bupati sekaligus ulama. Tak semua Bupati Demak dimakamkan di sini. "Hanya yang berjasa dalam dakwah Islam," katanya kepada Tempo pada 8 April lalu.

Di Museum Masjid Agung, foto Tjondronegoro terpampang di dinding. Wajahnya penuh berewok, kepalanya ditutupi blangkon. Foto itu sama persis sama dengan yang terpajang di Museum Kartini, Jepara, dan di rumah dinas Bupati Demak, tempat Tjondronegoro pernah bertugas.

Dalam buku Kartini: Sebuah Biografi karya Sitisoemandari Soeroto, disebutkan bahwa Tjondronegoro menjabat Bupati Kudus sebelum pemerintah kolonial Belanda menugasi dia memimpin Demak. Belanda kagum terhadap kecerdasannya. "Dia bisa berpikir kritis dan penuh inisiatif," tulis Sitisoemandari. Tjondronegoro dinilai sukses mengemban tugas di Demak dan diberi gelar pangeran.

Di Demak pula Tjondronegoro membuat terobosan besar untuk ukuran masa itu: mendorong anak-anaknya menempuh pendidikan Barat. Mereka disekolahkan selama enam tahun di Europeesche Lagere School—setara dengan sekolah dasar. Hanya itu jenjang pendidikan untuk pribumi. Tjondronegoro tak menyerah. Ia mendatangkan guru privat dari Belanda bernama C.S. van Kesteren ke rumah untuk mendidik anak-anaknya.

Kartini bangga kepada kakek yang belum pernah dilihatnya sejak lahir itu. Dalam surat kepada Jacques Abendanon, Direktur Pendidikan, Agama, dan Industri Hindia Belanda—yang termuat dalam buku Door Duisternis Tot Licht—Kartini menulis, pendidikan yang ia perjuangkan adalah upaya merawat tradisi pendidikan kakeknya.

Sosroningrat, anak laki-laki ketiga Tjondronegoro—dan ayah Kartini—meniru jejak ayahnya. Bupati Jepara ini menyekolahkan sebelas anaknya. Setelah lulus Europeesche Lagere School, Kartini ingin melanjutkan pendidikan ke Hogere Burger School atau sekolah menengah pertama di Semarang. Sosroningrat, yang menganggap putri sulungnya itu lebih cerdas ketimbang anak-anaknya yang lain, ingin memberi kebebasan lebih kepada Kartini. Namun dia terbentur tradisi Jawa di masa itu, yang mewajibkan anak perempuan dipingit dan segera dikawinkan.

Maka dia menolak permintaan putri kesayangannya. Kartini kecewa. Seolah-olah ingin menebus dosa, Sosroningrat membebaskan putrinya membaca segala tulisan bertema gerakan feminisme dan sosialis yang digandrungi di Eropa pada masa itu. Dia bahkan segan meminta putrinya lekas-lekas menikah. Alhasil, cibiran mengalir deras. Sosroningrat dilanda gejala psikosomatik dan jatuh sakit. Kartini mengalah. Dia akhirnya menikah pada usia 24 tahun dengan Bupati Rembang Djojoadiningrat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus