SIAPA bilang anak laki-laki dan perempuan sama saja? Inilah kisah Asmarawati Nasution, 32 tahun, karyawan Hotel Petisah, Medan. Dia dapat kabar bahwa suaminya, Ucok Samosir, yang merantau hampir enam tahun, akan pulang ke rumah orangtuanya di Kisaran, Asahan, Sumatera Utara. Kabar itu membuat hati Asmarawati berbunga. Maklum. Mereka pisah ketika Asmarawati hamil muda anak ke-4. Suaminya, setamat jadi insinyur, merantau ke Jawa membawa Shinta, putri sulung mereka. Dan Asmarawati merantau ke Medan bersama dua anak. Perpisahan ini serba terpaksa karena belum juga punya anak lakilaki. Sebelum pisah, suaminya berpesan jika bayi itu laki-laki, namailah Sabungan Samosir. Maka, ketika bayi lahir -- dan laki-laki -- nama itu dilekatkan pada si bayi. Cuma Sabungan lalu diberikannya kepada seorang nenek tua yang waktu itu berada di klinik tersebut. "Soalnya, saya tak mampu membayar biaya persalinan," kata Asmarawati. Selama di Medan, tiga tahun ia bekerja di sebuah pemangkas rambut, dan tiga tahun pula di hotel yang disebut tadi. Dua anaknya dititipkan kepada bibinya. Demikianlah, tatkala mendengar sang suami segera muncul, ia terpana. Ingin sekali dia mencari Sabungan kembali. Namun, nenek tua itu tak jelas alamatnya. Medan kan tak seluas tapak tangan. Dari panik, Asmarawati nekat. Maka, ia merancang anganangan, seminggu menjelang Natal lalu. Bersama kedua anaknya, dia putarkayun berkeliling Medan sambil melirik bocah yang diperkirakan sebaya dengan Sabungan. Dan ketika melintas di Jalan Pasundan, Medan, ia melihat dua anak kecil sedang jajan di tepi jalan. Hari masih pagi. Dua bocah itu -- Andri, 2,5 tahun, dan Yenni, 5 tahun -- dapat dibujuk. Mereka ikut naik taksi. Andri dibawa ke sebuah salon. Rambutnya dikeritingkan. Bajunya dibelikan yang baru. "Pokoknya, saya dandani rapi," kata Wati, begitu teman-teman sekerjanya memanggil Asmarawati. Karena yang diperlukan cuma bocah laki-laki, Yenni dicarikan taksi lain untuk dipulangkan ke rumah orangtuanya. Mengira urusan beres, Wati meluncur menuju Kisaran. Dia lupa bahwa Yenni bisa bercerita kepada orangtua Andri. Urusan ini diadukan ke Polsek Medan Barat. Berdasarkan informasi Yenni, Kapolsek Letnan Satu Drs. Alkian Lubis langsung bertindak. Semua taksi di Medan dikontak agar mendarat di Polsek Medan Barat untuk dicek siapa yang pernah membawa penumpang anak-anak serta seorang ibu. Cara itu mujarab. Sopir yang mengantar Yenni kian menjelaskan posisi Andri. Namun, sempat tiga hari juga berkisar di Kisaran, hingga akhir Desember lalu pelacakan tiba di sebuah rumah di Jalan H. Mas Mansyur. Pagi itu Wati baru lepas mandi dan suaminya masih bergolek-golek di ruang tamu. "Lo, apa-apaan ini, kok bini saya ditangkap," tanya Ucok. Setelah dijelaskan polisi, dia terangguk-angguk. Wati dan Andri dibawa ke Medan, dan Andri diserahkan kepada orangtuanya. Menurut pengakuan Wati, ia terpaksa melakukan penculikan itu agar bisa rujuk dengan suaminya. "Tujuannya memang baik, cuma caranya yang salah," ujar Alkian Lubis kepada Sarluhut Napitupulu dari TEMPO. "Kami berencana pergi bersama merantau ke Jawa," kata Wati. Tapi, itulah. "Nasib sudah jadi bubur," tambahnya lesu dari balik terali sel tahanan. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini