Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mendadak Kaya Karena Akik

AHMAD Kuswandi terlihat sibuk melayani pembeli batu di kios miliknya di Pasar Rawa Bening, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu siang pekan lalu. Kios yang terletak di lantai dasar itu silih berganti disambangi pembeli yang ingin membeli batu akik. "Penjualan meningkat drastis, setiap hari pembeli makin ramai," kata pria 24 tahun itu kepada Tempo.

16 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AHMAD Kuswandi terlihat sibuk melayani pembeli batu di kios miliknya di Pasar Rawa Bening, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu siang pekan lalu. Kios yang terletak di lantai dasar itu silih berganti disambangi pembeli yang ingin membeli batu akik. "Penjualan meningkat drastis, setiap hari pembeli makin ramai," kata pria 24 tahun itu kepada Tempo.

Di antara puluhan pengunjung, seorang pembeli sedang asyik memilih puluhan batu di toko Kuswandi. Dia sudah sepakat membeli dua kodi batu akik. Berbekal senter kecil, sang pembeli mulai memilih. Satu demi satu batu itu disorot. Jenis yang dipilih adalah batu yang ditembus sinar senter dan berserat. "Batunya bagus-bagus. Ini untuk saya jual lagi," katanya.

Di kios berukuran 1 x 1,5 meter itu, Kuswandi menjual beragam jenis batu. Ada kalsedon, combong, pospor, jasper, pancawarna, ametis, pirus, pandan, garnet, dan kalimaya. Harga satuan akik Rp 10 ribu, dan dalam jumlah besar dilego Rp 130 ribu per kodi. Batuan jenis lain harganya ada yang ratusan ribu rupiah. Batu itu didapatnya dari berbagai daerah, antara lain Pacitan, Sukabumi, Garut, dan Aceh.

Kuswandi adalah salah satu pedagang yang meraup untung dari booming batu akik. Sebelum demam batu melanda, omzet penjualannya hanya Rp 5-8 juta per hari. Sekarang berlipat-lipat mencapai Rp 20-30 juta. Dari bisnis yang baru ditekuni dua tahun itu, dalam satu setengah tahun dia sudah mampu membeli sebuah kendaraan dan sebidang tanah. "Sebagian keuntungan saya tabung," katanya.

Hampir semua pedagang di pusat bisnis batu mulia terbesar di Indonesia ini mengalami lonjakan penjualan. Omzet Toko Aneka Alam, yang juga menyediakan ratusan jenis batu akik, melambung menjadi Rp 15-20 juta dari sebelumnya Rp 5-7 juta per hari. Demikian juga Toko Dabal Gems, yang berdekatan dengan toko Kuswandi. "Setelah booming, penjualan mencapai Rp 24 juta per hari," kata Manda Lestari, penjaga toko Dabal Gems.

Di Dabal Gems, yang dimiliki warga negara India, batu yang dijual berasal dari luar negeri, seperti safir, ruby, zamrud, dan kalimaya, yang berasal dari Afrika. Ada juga kecubung dari Myanmar. Adapun Aneka Alam mayoritas menjual batu alam dari dalam negeri, seperti pandan dan bacan. Selain menjual batu, Aneka Alam menjual suiseki, yang merupakan batu hiasan.

Meledaknya jumlah pecandu di hampir seluruh Indonesia ikut mendorong harga batu akik lokal membubung. Pamor batu mulia Indonesia kini tak kalah oleh batu permata impor, seperti safir, zamrud, dan ruby, yang biasa didatangkan dari Afrika. Beberapa jenis batu mulia lokal yang sedang naik daun selama dua tahun ini adalah Garut, bacan, kalimaya opal, kecubung, dan Sungai Dareh.

Menurut seorang kolektor, batu bacan, misalnya, pada awal tahun 2000 paling mahal harganya Rp 500 ribu. Dalam setahun terakhir, harga batu ini bisa mencapai ratusan juta rupiah. Dulu batu Sungai Dareh dari Sumatera Barat dihargai maksimal Rp 1,5 juta, kini ada yang menawar Rp 300 juta.

Lonjakan harga juga dipicu oleh naik tajamnya permintaan dari luar negeri. Data Badan Pusat Statistik mencatat, sepanjang 2014, nilai ekspor perhiasan dan permata US$ 4,6 miliar, naik 68,95 persen dari tahun sebelumnya. Salah satu pendorongnya adalah melonjaknya ekspor batu mulia jenis bacan ke Jepang dan Cina.

GELIAT bisnis batu mulia yang terjadi dalam dua tahun belakangan benar-benar membuat Pasar Rawa Bening kian bergairah. Sebenarnya booming batu dimulai dari batu jenis bacan. Batu ini diminati karena keunikannya yang bisa berubah warna. Demam bacan menyebabkan batu akik dan batu mulia lainnya ikut terkerek. Sebagai sentra batu mulia, pasar yang terletak persis di seberang Stasiun Jatinegara ini pun ramai oleh pengunjung. Beraneka ragam batu bisa didapat di sini, baik yang sudah dibentuk maupun bahan. Jasa pembentukan batu bahan ini pun membuat perajin kebanjiran pelanggan.

Di Pasar Rawa Bening, penjual jasa pembentuk batu berada di bagian barat lantai dasar Blok AKS. Mereka ditempatkan di dalam ruang berukuran 5 x 10 meter. Dinding kaca membuat aktivitas mereka bisa terlihat dari luar. Ada sekitar 20 kios pembentuk batu dengan rata-rata tiga mesin gerinda di tiap kios. Ramainya pemesanan membuat semua perajin sibuk bekerja. Tak ada yang menganggur. Mereka ada yang memotong batu, membentuk, atau menggosok. Banyaknya pengunjung membuat tempat itu menjadi sesak. "Ibaratnya dulu kami nungguin orang, sekarang kami ditungguin," kata Asep Sudrajat, penjual jasa pembentuk batu.

Sebelum tren batu terjadi, paling banter Asep hanya mengerjakan 10-15 butir batu per hari. Kini dia bisa mengerjakan hingga 30 butir. Jika batu yang dibentuknya berjenis safir atau ruby, dia bisa mengerjakan 20 batu. Maklum, pembentukan batu safir dan ruby bisa memakan waktu hingga satu jam. Grade kekerasan batu ini mencapai 9. Ini berdampak pada ongkos jasa pembentukan. Ongkos pembentukan batu safir dan ruby Rp 150 ribu, sementara ongkos pembentukan batu akik Rp 50 ribu karena cuma butuh waktu sekitar 30 menit.

Keberadaan penjual jasa pembentuk batu benar-benar dirasakan Noviral Latief, kolektor batu akik. Berbeda dengan kebanyakan orang yang mencari batu jadi, dia lebih memilih membeli bahan. "Ada kesenangan sendiri hunting bahan, melihat pembentukan, hingga mencari sendiri pengikat," katanya. "Benar-benar bisa menghilangkan stres."

Sebagian orang memperkirakan booming batu tidak akan bertahan lama. Namun, bagi orang seperti Noviral, kesukaan terhadap batu tidak ada sangkut-pautnya dengan booming yang terjadi saat ini. Dia telah bermain batu sejak masih muda. Koleksinya ada sekitar 40 batu dari beragam jenis. Bagi bapak dua anak ini, hobinya terhadap batu mempunyai nilai investasi. "Kalau dijual kan ada harganya. Ini hobi yang bernilai investasi," katanya.

Namun kolektor seperti Noviral, yang tekun bermain batu selama puluhan tahun, diakui pedagang bukan tipe kebanyakan penyuka batu seperti saat ini. Kuswandi mengakui booming batu akik hanya akan terjadi dalam kurun tertentu. Dia memperkirakan demam batu akan bertahan beberapa tahun. "Setelah itu, booming batu akan berakhir dengan ditandai oleh turunnya permintaan," ujarnya. "Tapi saya berharap harganya tetap stabil seperti saat ini."

AMIRULLAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus