Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dari Yesus Sampai Kwan Im

Tidak tanggung-tanggung, Daniel Krisna membanderol akik yang dikatakannya bergambar Nyai Roro Kidul itu Rp 5 miliar. Pelukis kelahiran Ngawi, Jawa Timur, 15 Oktober 1968, ini memamerkan koleksi kesayangannya itu dalam Pesta Batu Akik di Pasar Kita Pamulang, Tangerang Selatan, pada September tahun lalu. Awalnya, kata Daniel, akiknya ditawar Rp 1 miliar. Tapi, karena hanya memiliki satu, ia tak berminat menjualnya. Agar tak ada yang mau membeli, ia mematok harga tinggi: Rp 5 miliar. Ternyata, ketika ia berpameran di Mangga Dua, Jakarta Barat, ada yang menawar Rp 3 miliar.

16 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tidak tanggung-tanggung, Daniel Krisna membanderol akik yang dikatakannya bergambar Nyai Roro Kidul itu Rp 5 miliar. Pelukis kelahiran Ngawi, Jawa Timur, 15 Oktober 1968, ini memamerkan koleksi kesayangannya itu dalam Pesta Batu Akik di Pasar Kita Pamulang, Tangerang Selatan, pada September tahun lalu. Awalnya, kata Daniel, akiknya ditawar Rp 1 miliar. Tapi, karena hanya memiliki satu, ia tak berminat menjualnya. Agar tak ada yang mau membeli, ia mematok harga tinggi: Rp 5 miliar. Ternyata, ketika ia berpameran di Mangga Dua, Jakarta Barat, ada yang menawar Rp 3 miliar.

Daniel mengaku menyesal juga tidak melepasnya. "Sekarang kalau ada yang mau membelinya Rp 5 miliar akan saya lepas," ujarnya. Daniel bercerita bahwa akik yang dibentuk menjadi liontin itu berasal dari lempengan batu pancawarna asal Wonosobo, Jawa Tengah, setebal dua sentimeter, yang ia beli di pasar akik Rawa Bening, Jatinegara, Jakarta Timur (kini Jakarta Gems Center) pada 1995 seharga Rp 50 ribu. Mata jeli Daniel sebagai pelukis mampu melihat pada bagian belahan batu itu ada gambar yang bisa dimirip-miripkan dengan sosok penjaga Laut Selatan yang mengenakan kemben hijau dengan rambut panjang terurai. Ia lalu memotong, mengasah, dan membentuknya menjadi mata kalung seukuran telapak tangan bayi.

Sebelum memamerkan akik itu di Pasar Kita Pamulang, Daniel berpartisipasi dalam Indonesian Gemstone Competition & Exhibition seri pertama pada Maret 2014. Dalam kontes batu yang diselenggarakan majalah Indonesian Gemstone di Gelanggang Olahraga Ciracas, Jakarta Timur, akik bergambar Ratu Kidul itu meraih gelar juara harapan I. Melalui kontes itu pula keyakinan Daniel bertambah karena akiknya telah melalui proses penjurian, yang salah satunya adalah lolos uji laboratorium untuk keaslian.

Suwandi Gazali, 40 tahun, penggagas dan pemimpin majalah bulanan Indonesian Gemstone, menyebutkan akik gambar atau pictorial agate sebagai seni lukis yang terpatri di permukaan atau di dalam batu secara alamiah. Karena tidak ada dua batu akik di dunia yang memiliki kesamaan dan kemiripan gambar sehingga harganya sangat tinggi. Apalagi kalau coraknya amat mirip dengan sosok tertentu. Misalnya sangat menyerupai Nyi Roro Kidul, Dewi Kwan Im, Iwan Fals, John Lennon, atau Yesus.

"Keunikan pictorial agate ini adalah tidak ada campur tangan manusia dalam membuat lukisan. Ini benar-benar God's hands," ujar Suwandi, yang ditemui di kantornya di Bogor, dua pekan lalu. Menurut dia, tak ada orang atau institusi resmi seperti laboratorium yang bisa mengesahkan tafsiran gambar yang terdapat pada akik. Penentuan gambar menjadi hak penemu atau penjual akik itu sendiri. Sudah pasti tidak semua setuju dengan penafsiran tersebut. Contohnya jika pemilik menyatakan akiknya bergambar Sun Go Kong (raja monyet dalam novel Perjalanan ke Barat karya Wu Cheng-en), boleh jadi di mata orang lain hanya mirip monyet biasa.

"Pada umumnya, untuk menguji kemiripan gambar dengan obyek tertentu, pemilik akik menanyakannya ke anak kecil. Kalau anak kecil tidak bisa melihat gambar yang dimaksud, artinya memang gambarnya tidak jelas," kata Suwandi.

Nilai akik gambar yang fantastis itu, menurut Suwandi, lantaran memang tidak ada standar harganya. "Transaksi bisa terjadi jika ada kesepakatan antara pembeli dan penjual. Ini kan barang koleksi. Jadi semaunya saja memasang harga. Syukur-syukur ada yang mau beli," kata Suwandi. Soal realistis atau tidaknya harga itu berpulang pada calon pembeli. Yang pasti, kata Suwandi, pemain akik gambar adalah pencinta akik yang tingkatannya bukan lagi pemula. "Ibaratnya musik, kalau batu kristal ini adalah lagu pop, sedangkan akik gambar ini lagu-lagu jazz," ujar Suwandi, yang memiliki banyak koleksi pictorial agate di antaranya yang bergambar bebek dan angka delapan.

Pendeta Dwi Handoyo, 56 tahun, misalnya, memiliki akik yang menurut dia bergambar Yesus. Sejak muda sang pendeta menyenangi batu. Dia berburu batu ke Rawa Bening, memperhatikan warna-warna dan kontur batu yang bagus. Imajinasinya pun berkembang. Dia menyamakan corak warna pada batu itu seperti sapuan cat yang digoreskan pelukis di kanvas.

Handoyo biasa membeli batuan ini secara kodian dari langganannya di Rawa Bening. Pria asal Lamongan, Jawa Timur, ini tak sayang mengeluarkan uang hingga Rp 3 juta untuk setiap lempengan batu yang dipilihnya. Dengan daya kreasi dan imajinasinya, mulailah dia memotong batu untuk mendapatkan gambar tertentu. Menurut Handoyo, yang penting pemotongan harus hati-hati supaya tidak menghancurkan gambar yang akan didapatkan atau membuat retak akik. Agar harga batu semakin yahud, Handoyo juga memperhatikan penggosokan dan pemolesan. Warna pun harus dicari yang menarik dan wujud akhir akik harus bagus secara komposisi alias gambar berada di tengah-tengah.

Handoyo menyebutkan beberapa koleksinya yang ia anggap sangat spektakuler, di antaranya koleksi bergambar menyerupai Candi Borobudur. Akik itu berasal dari Ogan Komering, Sumatera Selatan. Akik gambar lain yang jadi kebanggaan Handoyo dan telah ditawar ratusan juta adalah gambar yang menyerupai Yesus. "Berapa pun ditawar tidak akan saya lepas," ujar pria yang sering dipanggil Om Jenggot dan bergelar grand master pictorial agate ini.

Kolektor lain adalah Wawang, 59 tahun. Saat bertemu dengan Tempo di Jakarta Gems Center, pria ini mengenakan kalung rantai berliontin akik pancawarna bergambar menyerupai Bunda Maria. Sosok perempuan suci itu tampak seperti memakai jubah merah dalam posisi berdiri agak membungkuk, kontras dengan warna dominan batu yang kehijauan.

Akik bergambar ini ditawarkan US$ 35 ribu atau hampir Rp 450 juta. Koleksi Wawang lainnya yang bergambar Dewi Kwan Im pernah ditawarkan US$ 50 ribu (lebih dari Rp 643 juta). Sedangkan koleksi lawasnya bergambar panda telah terjual seharga Rp 80 juta. Wawang, yang sudah 20 tahun menekuni akik, mengaku kebanyakan koleksinya berupa akik gambar tokoh.

Suwandi Gazali tak setuju dengan pendapat pengamat yang mengatakan fenomena meledaknya akik ini mirip dengan booming sesaat tanaman Aglonema atau Anthurium pada 2007. "Tidak ada itu goreng-menggoreng akik. Gemstone atau batu mulia ini bukan barang budi daya, tidak bisa dibiakkan. Batu mulia ini kekayaan alam yang tidak bisa diperbarui," ujarnya. Karena kandungannya yang terbatas sementara permintaan terus meningkat, menurut Suwandi, itu yang membuat harga batu akik kini menjulang tinggi.

Dody Hidayat, Dian Yuliastuti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus