Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menembus dimensi waktu

Tulisan tentang perjalanan menembus waktu dan teori pembalikan waktu yang memungkinkan kita pergi ke masa lampau masa depan.

3 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERBAJU hangat merah, pantalon cokelat, dan sepatu warna krem, Yakir Aharonov melangkah perlahan di sebuah jalanan di Berkeley, California. Pria berjanggut lebat ini betah bermukim di Berkeley, kota yang penghuninya dengan bangga dan agak bercanda memproklamasikan diri sebagai warga Republik Berkeley lewat semboyan-semboyan di T-shirt mereka. Malam hari, Aharonov sering berjalan-jalan seorang diri di pusat kota yang tak pernah tidur itu. Sesekali dia menyalakan cerutu di mulutnya ketika apinya meredup tertiup angin malam yang basah. Pada saat-saat seperti itulah pikirannya sering melantur masuk ke dunia yang oleh kebanyakan orang masih disebut sebagai dunia fiksi-ilmiah, science fiction: lorong waktu. Aharonov membayangkan dirinya masuk ke dalam lorong itu dan berkelana ke masa lalu atau melongok masa depan. Memang, lamunan itu bukan monopoli Aharonov. Bahkan di Hollywood lorong waktu sudah menjadi kenyataan, dan termasuk salah satu tema film yang laris. Back to the Future, di awal tahun 1980- an, segera disusul dengan part two-nya. Dua film itu memang sangat fantastis. Seorang remaja kembali ke masa lampau dan membantu ayahnya (calon ayahnya lebih tepat), yang tentu saja tak tahu siapa dia, merebut ibunya (calon ibunya) dari saingannya, agar mereka berdua bisa bekerja sama memproduksi si remaja itu. Soalnya, kalau ia sampai tak menolong calon bapaknya itu, dan bapaknya urung kawin dengan calon ibunya, bagaimana ia bisa ada di dunia? Aharonov, 59 tahun kini, tentu saja belum berpikir untuk menolong ayahnya. Tahap pemikiran profesor yang termasuk terkemuka karena kajiannya tentang mekanika kuantum ini, jika dibandingkan dengan ''kemajuan'' di Hollywood, masih termasuk ''terbelakang''. Dia baru dalam tahap yakin, ''lorong waktu'' itu memang ada. Dan untunglah ia hidup menjelang akhir abad ke-20. Bila tidak, misalnya saja ia hidup pada abad pertengahan di Eropa, mungkin ia sudah dibakar hidup-hidup, dituduh kemasukan setan, karena berpendapat yang aneh-aneh. Dan segala proyek yang dikerjakannya akan diporakporandakan. Proyek? Ya, di Berkeley Aharonov menangani proyek khusus: merancang mesin waktu. Tentu saja ini bukan pesanan Hollywood, tapi proyek ilmiah prestisius yang bagi pikiran awam terdengar mustahil. Mesin ini nanti diharapkan bisa melontarkan seseorang, atau sebuah benda, ke masa lalu, atau masa depan. Aharonov bertekat mewujudkan impian tentang lorong waktu itu, hal yang puluhan tahun dianggap sebagai mimpi si pandir yang dikemas dalam bentuk dongeng fiksi ilmiah. Aharonov sudah memiliki rancangan sebuah mesin yang bisa membawa ke lorong waktu itu. Bentuknya sederhana, hanya berupa sebuah balon masif yang bisa mengembang atau menguncup -- sesuai dengan pesanan. Pada saat mengembang, balon itu dikenai gaya gravitasi yang lebih kecil. Sebaliknya, pada saat menguncup gravitasi yang bekerja pada setiap satu satuan massa balon bertambah. Orang atau makhluk lain yang ada dalam balon itu, kata Aharonov, akan dikenai hukum yang sama. Dengan gravitasi yang bervarasi itu dimensi waktu menjadi relatif berlaku. Pada saat balon mengerut, gravitasi membesar, waktu di dalam balon berjalan lebih lambat. Sebaliknya, pada saat balon mengembang, perjalanan waktu di dalamnya menjadi lebih cepat. Balon inilah oleh Aharonov yang diharapkannya bisa melemparkan orang atau benda ke waktu lampau atau masa depan. Bagaimana itu bisa? Masalahnya, prinsip kerja balon ini mudah diomongkan, susah dicernanya, apalagi diwujudkan. Prinsipnya mudah saja: menciptakan ruang nisbi, yang tak mengikuti hukum waktu yang biasa. Di dalam balon yang mengembang dan mengerut, orang yang ada di dalamnya akan berada dalam ruang nisbi. Perjalanan waktu di situ relatif adanya. Bagi Aharonov, itu bukan teori setan dengan ilmu sihirnya. Dalam hidup sehari-hari kita pun sesungguhnya waktu yang relatif sudah terjadi, dalam keadaan-keadaan tertentu. Misalnya, arloji yang dikenakan penumpang pesawat terbang jet sebetulnya berputar sedikit lebih cepat dibandingkan jarum jam di muka bumi. Sebab, gravitasi yang bekerja terhadap pesawat udara lebih kecil dibandingkan gravitasi di muka bumi. Tapi memang, perbedaan ini amat sangat kecil, sehingga tak terbaca oleh alat apa pun. Sehingga belum ada orang yang sengaja memilih profesi sebagai pilot karena ingin awet muda: ia sudah mengarungi sekian tahun angkasa, yang bila diukur dari waktu di bumi belum selama itu. Tapi Anda belum perlu mengumpulkan uang untuk membeli karcis buat menumpang balonnya Aharonov. Balon mesin waktu itu masih berupa konsep. Aharonov masih menghadapi problem teknis yang mahasulit: bagaimana membuat balon yang bisa mengembang dan menguncup dalam waktu yang sangat cepat. Dibandingkan dengan ilmuwan lain yang juga menaruh perhatian dalam hal menembus waktu, Aharonov mungkin kurang sensasional. Pada tahun 1930-an, Erwin Schrodinger, salah seorang tokoh yang dianggap sebagai bapak mekanika kuantum, pernah benar-benar membikin sebuah mesin waktu. Mesin waktu made in Schrodinger ini konstruksinya amat sederhana, bahkan terkesan main-main, sebagai alat untuk mengirimkan orang atau makhluk lain ke lorong waktu. Bayangkan saja, badan mesin waktu itu cuma berupa kardus yang tertutup rapat. Di dalamnya ada sebotol racun sianida, sebuah palu yang tangkainya dikaitkan dengan pegas, meja penghitung Geiger, sampel radioisotop, dan seekor kucing percobaan. Schrodinger percaya, berdasarkan teori kuantum, di dalam kardusnya itu akan terjadi aktivitas subatomik yang menghasilkan kilatan-kilatan cahaya. Pijaran cahaya akan ditangkap oleh detektor pada perkakas Geiger, dan mekanisme pegas akan bekerja menarik batang palu. Pada gilirannya palu akan menghantam botol sianida, dan kucing yang tak berdosa itu akan mengisap racun maut tersebut. Sampai di sini tak jelas benar bagaimana lalu kucing yang mengisap racun sianida itu akan menembus waktu. Dalam pikiran awam, yang terjadi sudah gamblang benar: kucing itu akan sekarat dan mati. Itukah maksud Schrodinger dengan perjalanan menembus waktu? Maka, para penyayang binatang pun memprotesnya. Dan itulah hasil kongkret ekperimen mesin waktu Schrodinger. Sampai kini pun tak jelas, bagaimana teori kuantum itu bisa masuk ke dalam sekadar kotak kardus. Mungkin, cuma Schrodinger dan para asistennya yang tahu betul bagaimana logikanya. Sebagaimana halnya Schrodinger, Aharonov yakin bahwa balon ajaibnya merupakan bentuk yang paling jitu dan praktis untuk mewujudkan teori mekanika kuantum yang diyakininya. Adapun teori kuantum itu sendiri bersandar pada teori relativitas umum yang dirumuskan oleh ''imam'' fisika Albert Einstein tahun 1915. Menurut hukum relativitas, waktu keberadaannya relatif. Besaran waktu nilainya relatif terhadap kecepatan. Orang yang bergerak secepat cahaya, 300.000 km per detik, akan berjalan seiring waktu. Dia tak akan pernah mengalami proses penuaan. Bila kecepatan geraknya sedikit lebih lambat dari cahaya, proses penuaan berlangsung, tapi lamban. Lalu apa yang akan terjadi bila orang bergerak dengan kecepatan di atas kecepatan cahaya? Ia akan terlempar ke masa silam, menyusuri satuan waktu ke belakang. Sebagian ahli fisika menganggap teori Einstein itu sebagai ''ilmu sesat''. Dasar anggapannya sederhana saja: teori itu sulit sekali disentuh dan dibuktikan lewat eksperimen-eksperimen kuantitatif, eksperimen yang bisa diukur. Tak ada laboratorium yang bisa mengukur kenisbian waktu. Teori-teori baru yang lahir sebagai anak angkat teori relativitas itu lebih banyak muncul dari eksperimen yang sifatnya imajinatif alias hanya di kertas. Tapi sebagian ahli fisika boleh bilang begitu, sebagian yang lain sangat yakin bahwa suatu saat nanti teori relativitas bisa dibuktikan secara kuantitatif. Itulah ahli-ahli sejenis Schrodinger dan Aharanov, orang-orang yang kemudian menggandengkan relativitas Einstein dengan teori mekanika kuantum. Dan karena itu mereka percaya bahwa perjalanan ke masa lampau atau masa mendatang itu mungkin dilakukan. Mekanika kuantum yang mempelajari masalah di seputar subatomik membuktikan bahwa materi-materi yang mikro itu bisa secara seketika berada di banyak tempat. Spekulasi yang bisa ditarik, sebenarnya hari kemarin masih ada di suatu tempat, mungkin di dimensi yang belum kita kenal. Spekulasi tersebut diturunkan berdasarkan analogi subatomik. Menurut perumusan mekanika kuantum, partikel subatomik itu sering disebut punya sifat ganda: sebagai materi dan sekaligus sebagai gelombang. Akibatnya, menurut teori mekanika kuantum itu tadi, elektron sebagai salah satu partikel subatomik yang melintas dari tik A ke B, ke C, dan kembali ke A, tidak bisa dikatakan dia ada di A, pindah ke B, lalu meloncat ke C. Elektron itu, menurut teori kuantum, ada di semua titik di sepanjang ABC. Secara sederhana, logika mekanika kuantum itu mengatakan, pada saat yang sama elektron ini bisa berada di sejumlah tempat sekaligus. Aneh, kan? Sebuah partikel, sekali lagi hanya sebuah, bisa berada di beberapa tempat sekaligus -- dan tetap saja partikel itu cuma satu. Tapi para ahli mekanika kuantum, sebagaimana halnya Aharonov, bersikeras mengatakan bahwa fenomena unik elektron itu benar adanya. Dia menyodorkan contoh satu eksperimen, sebuah elektron ditembakkan ke arah dinding yang memiliki dua celah. Lintasannya diamati secara seksama dengan detektor elektron dan dipetakan lewat layar fosforesens. Hasilnya mencengangkan. Elektron itu ternyata melewati kedua celah itu sekaligus. Dengan demikian disimpulkan elektron itu berada di dua tempat pada saat yang sama. Gejala unik ini konon telah dibuktikan oleh banyak ahli di Eropa, Amerika, dan Jepang. Dan gejala ini, walau kesahihannya diragukan, telah ditafsirkan dalam pelbagai versi. Adalah J. Richard Gott, ahli fisika dari Universitas Princeton, AS, tokoh lain yang gandrung pada lorong waktu. Seperti halnya Aharonov, Gott termasuk salah satu pengikut setia pelajaran relativitas ''imam'' Einstein. Namun, dalam pencarian lorong waktu itu, Gott mengambil jalan yang sama sekali berbeda dari Aharonov. Gott mempercayai adanya yang disebut dawai kosmis, teori yang selama ini dianggap mengada-ada. Dawai kosmis, menurut teori unik itu, muncul bersamaan dengan kelahiran alam semesta lewat proses akbar yang lazim dinamakan ledakan besar atau big bang. Dawai tua ini konon mengikat energi yang amat besar, dan tak kunjung membebaskannya. Menurut teori, dawai itu diameternya tidak lebih dari garis tengah sebuah atom. Keberadaannya di alam angkasa raya berbentuk sebagai benang yang bergulung-gulung, mirip pegas. Satu inci dawai kosmis itu, kalau dibentangkan lurus, massanya 40 juta miliar ton. Dalam bentuk gulungan, massanya menjadi berlipat- lipat hingga satu meter dawai beratnya sama dengan massa bumi, yang bertriliun ton itu. Dengan massa yang besar itu, otomatis sang dawai punya gaya gravitasi yang raksasa pula. Benda-benda yang melintas di dekatnya mengalami tarikan gravitasi, dan membelok arahnya. ''Tidak terkecuali pula dengan cahaya,'' kata Richard Gott. Berkas cahaya akan membelok gara-gara gravitasi dawai kosmis. Gejala pembelokan gerak, perubahan tarikan gravitasi, yang berlanjut dengan penambahan kecepatan gerak, menurut Gott, akan memberikan kemungkinan istimewa bagi pesawat ruang angkasa yang beruntung mengalaminya. Pesawat itu akan tersedot masuk jendela lorong waktu. Dia bakal mengalami kenisbian waktu. Menurut kalkulasi Gott, lewat rumus yang cuma dimengerti oleh segelintir orang, dipastikan bahwa tarikan lorong waktu itu tak akan terlalu kuat. Gulungan dawai tak cukup rapat untuk membuat sentakan gravitasi yang besar. Orang di dalam pesawat cuma akan mengalami sedikit perubahan dalam perhitungan waktu. Ia akan mengalami perlambatan proses penuaan, tapi tak akan terlempar ke masa lalu. Gott punya teori baru untuk memanfaatkan dawai itu menjadi mesin pelontar ke masa lalu. ''Kita memerlukan dua buah dawai,'' ujar guru besar kosmologi itu. Dalam bayangan Gott, dawai kosmis itu berkeliaran di angkasa raya dalam gerak acak, dan kadang ada dua dawai yang berpapasan. Dengan bantuan dua dawai, perjalanan menembus dimensi waktu serta ruang dapat dilakukan maju atau mundur: menengok masa lalu atau melongok masa depan. ''Kita bisa merasakan bagaimana pesawat itu nantinya mendarat, pada saat pesawat baru berangkat,'' kata Gott. Sebaliknya, awak pesawat bisa pula merasakan saat-saat menjelang penerbangan, padahal sebetulnya pesawat sudah ada di perjalanan. Untuk sampai ke lorong waktu itu, kata Gott, pesawat ruang angkasa itu harus melakukan manuver khusus, di dekat dua dawai yang akan segera berpapasan. Mula-mula, pesawat harus terbang menyongsong salah satu dari dawai. Begitu satu dawai lewat, pesawat harus membuat manuver kedua, berbelok tajam, dan memunggungi dawai kedua (lihat gambar). Tentu saja, itu bukan manuver yang mudah. Sebab, kedua dawai tadi bergerak berpapasan dalam kecepatan tinggi. Untuk memberikan jaminan keberhasilan menembus lorong waktu itu, menurut Gott, kedua dawai harus bergerak sedikitnya dengan kecepatan 99,999999992% dari kecepatan cahaya. Dengan begitu, apakah pesawat harus bergerak dengan laju di atas kecepatan cahaya? Tidak harus begitu. Sebab, begitu pesawat masuk ke wilayah gravitasi dawai, kecepatan relatifnya menjadi besar. Secara relatif, posisi dawai bergerak dengan kecepatan rendah terhadap pesawat, begitu konon. Dengan demikian, pesawat itu bisa terbang mengitari dua dawai sekaligus tanpa menghadapi persoalan kecepatan. Arah perjalanan waktu oleh pesawat bergantung pula pada arah pesawat. Bila wahana angkasa bergerak melingkar ke kanan menghasilkan tarikan ke masa depan, putaran ke kiri, sebaliknya, ke masa lampau. Dan yang menarik, gerak putar akan memberikan lontaran ke satu dimensi waktu, ke masa sebelum para awak itu lahir, misalnya. Kalau putaran itu mencapai 15 kali, yang terjadi adalah keajaiban yang tiada tara: para awak akan mengalami suasana saat dia berada di 15 zaman sekaligus. Boleh percaya, boleh tidak. Tapi itulah teori Gott. Masalahnya kini adalah bagaimana menemukan posisi dawai-dawai seumur alam raya ini. Bagi Gott, itu bukan persoalan yang maharumit. Keberadaan dawai itu bisa diintip dengan lensa, atau teropong bintang, yang memiliki akurasi ekstratinggi. ''Kalau kita melihat cahaya-cahaya langit dibelokkan, di situlah adanya dawai kosmis,'' kata Gott. Benda ganjil dawai kosmis ini, menurut Gott, sewaktu-waktu dapat saja hancur berantakan. Peristiwa ini melahirkan gejala unik, sebuah rentangan ruang vakum, tapi punya massa besar, muncul. Inilah lubang hitam, atau black hole, benda tidak bermateri yang punya daya gravitasi besar. Setiap benda yang melayang di dekatnya, seperti pesawat ruang angkasa, bisa tersedot masuk ke dalamnya dan lenyap. Gott tak suka pertanyaan yang menghubungkan lenyapnya pesawat itu dengan persoalan lorong waktu di lubang hitam. ''Saya tak punya jawaban,'' katanya. Gott mengaku telah rampung menyiapkan metode mencari dawai kosmis itu. Malah skenario-skenario selama perjalanan pesawat telah pula dirancang. Hanya saja, pesawat untuk keperluan ini memang belum ada. Gott tidak cukup mampu meyakinkan lembaga besar semacam NASA, lembaga penerbangan dan angkasa luar Amerika, untuk terlibat dalam proyeknya yang ambisius itu. Memang sebagian ahli kosmologi masih menganggap soal dawai kosmis, lubang hitam, dan perjalanan menembus batas waktu itu sebagai sebuah mimpi si pandir. Dari semua teori yang menjelaskan pembentukan semesta alam ini, separuhnya tak menyebut-nyebut soal lubang hitam ataupun dawai kosmis. ''Secara statistik, saya harus mengakui bahwa kemungkinan adanya dawai kosmis itu cuma 50%,'' ujar guru besar berambut cokelat tipis itu. Tampaknya Gott sendiri menyadari, hasil eksplorasi terhadap alam semesta itu masih banyak yang kontroversial di sana-sini. Ketika dia merasa bisa menyibakkan rahasia di balik rumus persamaan relativitas Einstein, dan menemukan hal-hal baru, ada ahli lain yang merumuskan masalah yang sama dengan cara yang berbeda. Adapun biang yang menyebabkan lahirnya berbagai teori menembus waktu itu sendiri, ''imam'' teori relativitas, Albert Einstein, tak bisa menjelaskan secara gamblang bagaimana menerapkan teorinya untuk hal-hal praktis. Ini sangat disayangkan oleh Aharonov. ''Sayang sekali, Einstein tidak bisa hadir membantu orang menerapkan teorinya,'' ujarnya. Mungkin, bila Einstein terlibat langsung, penembusan lorong waktu bisa dilakukan lebih cepat. Tapi, siapa tahu, jangan-jangan Einstein sudah ada di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus