Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Indonesia disarankan membatalkan KTT G20 jika invasi Rusia ke Ukraina tak berakhir menjelang pelaksanaan kegiatan di Bali pada November mendatang.
Agar KTT G20 sukses, Indonesia mesti mendorong perdamaian Rusia dan Ukraina.
Indonesia enggan menanggapi ancaman pemboikotan agenda KTT G20 tersebut.
JAKARTA – Posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 tampaknya semakin terjepit dengan perbedaan sikap negara anggota G20. Amerika Serikat dan beberapa negara anggota G20 mengancam akan memboikot jika Rusia menghadiri konferensi tingkat tinggi G20 di Bali pada November 2022. Indonesia sendiri sudah mengundang semua negara anggota dan berkepentingan menyukseskan forum ekonomi global tahunan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Senior Fellow Center for Strategic and International Studies (CSIS), Rizal Sukma, mengatakan Indonesia mesti mempertimbangkan berbagai skenario terhadap ancaman boikot tersebut. Skenario itu, kata dia, misalnya, Indonesia mengingatkan negara anggota G20 perihal tujuan pertemuan; mempertimbangkan mengundang Ukraina, yang bukan anggota G20; atau membatalkan KTT G20.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usulan mengundang Ukraina datang Amerika Serikat. Posisi Ukraina menjadi penting akibat invasi Rusia ke Ukraina sejak Februari lalu. Amerika dan negara-negara Eropa mengecam invasi militer tersebut. Atas sikap itu, Amerika lantas menawarkan dua opsi dalam pelaksanaan KTT G20, yaitu tidak mengundang Rusia atau ikut mengundang Ukraina.
“Indonesia harus meminta komitmen negara-negara anggota untuk hadir karena pertemuan ini akan membicarakan dampak ekonomi perang Rusia-Ukraina dan ekonomi global akibat pandemi Covid-19,” kata Rizal, kemarin.
Menurut Rizal, ketika negara-negara anggota tak berkomitmen untuk menghadiri KTT, Indonesia lebih baik membatalkan pertemuan G20 ini. Sebab, pertemuan tingkat tinggi tersebut menjadi tak berguna jika tidak dipakai untuk memecahkan masalah global. Di luar itu, Indonesia juga mesti membaca peluang adanya kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina sebelum KTT G20 diselenggarakan.
G20 merupakan forum kerja sama multilateral di bidang ekonomi global yang terdiri atas 19 negara dan satu kawasan ekonomi. Anggota G20 terdiri atas Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, Cina, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Prancis, Rusia, Turki, dan Uni Eropa.
Tahun ini, Indonesia ditunjuk sebagai Presidensi G20 atau ketua tahunan. Selain berperan sebagai tuan rumah, presidensi bertugas menentukan agenda pembicaraan G20. Indonesia sudah menggelar serangkaian acara G20, sejak awal tahun ini. Rangkaian acara itu dihadiri semua perwakilan negara anggota, termasuk Rusia.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, Amerika Serikat dan negara Blok Barat meminta Rusia dicoret dari keanggotaan G20 sebagai sanksi akibat invasi tersebut. Jika tidak bisa, mereka meminta Indonesia tak mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin. Amerika dan sekutu juga mengancam akan memboikot KTT G20 jika Putin tetap menghadirinya.
“Jika Indonesia dan yang lainnya tidak setuju, kita harus mengundang Ukraina dalam pertemuan ini,” kata Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam konferensi pers, tiga pekan lalu.
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengaku telah memberi tahu Presiden Joko Widodo tentang posisinya. Ia mengatakan kehadiran Putin dalam KTT G20 akan mengakibatkan pertemuan menjadi tidak produktif. “Ini menyulitkan bagi kita kalau berpura-pura semua baik-baik saja,” kata dia dalam sebuah konferensi pers, akhir Maret lalu.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison juga menyatakan hal serupa. “Lewat ambang batas kalau Putin hadir,” katanya.
Adapun Cina menentang usul tersebut. Cina justru menyerang balik negara-negara Blok Barat yang menolak Putin dan meminta Rusia ditendang dari G20.
Sikap Indonesia atas perbedaan pendapat itu masih mengambang. Saat dimintai konfirmasi, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan tidak semua pernyataan harus ditanggapi. “Kami masih ada waktu untuk persiapan hingga November. Waktu masih panjang,” kata Faizasyah.
Ia juga meminta semua pihak menunggu sikap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ihwal usul penundaan KTT G20. Meski begitu, ia memastikan penundaan sulit dipenuhi. "Penundaan tidak bisa dilakukan karena Presidensi G20 pada 2023 akan dipimpin India," katanya.
Faizasyah menjelaskan, undangan KTT G20 kepada negara anggota, termasuk Rusia, sudah dibagikan sejak Februari 2022 atau sebelum invasi militer Rusia ke Ukraina. Ia mengatakan Indonesia berkewajiban mengundang seluruh anggota.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva bersama Kepala Atase Pertahanan Rusia untuk Indonesia Sergey Zvevlnovatyi memberikan keterangan pers rencana Presiden Vladimir Putin hadir dalam KTT G20 yang akan berlangsung di Bali, di Rumah Dinas Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Jakarta, 23 Maret 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva menegaskan ihwal rencana awal Presiden Vladimir Putin akan tetap menghadiri KTT G20 di Bali, meski Amerika Serikat menolaknya. "Merujuk pada persiapan awal, Presiden Putin memastikan niat untuk datang ke Bali. Dia menanggapi positif undangan Presiden Joko Widodo," kata Vorobieva saat diwawancarai Tempo di rumah dinas Kedutaan Besar Rusia, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 15 April 2022. Vorobieva menyebut Rusia menghargai kebijakan Indonesia yang tidak menyerah pada tekanan dari Barat.
Seorang sumber Tempo di Kementerian Luar Negeri menceritakan beberapa langkah alternatif Indonesia untuk mengurangi ketegangan di antara negara-negara anggota G20. Ia mengatakan Indonesia akan melobi Rusia agar Putin memutuskan tak menghadiri KTT dengan alasan tertentu. "Problemnya Amerika terus-menerus menekan secara terbuka, apalagi memaksakan agenda Ukraina menjadi bahasan dan meminta Ukraina diundang sebagai tamu," katanya.
Guru Besar Ilmu Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, memperkirakan pelaksanaan G20 tidak akan berjalan sukses jika invasi militer Rusia ke Ukrania terus berlanjut. Karena itu, kata dia, Indonesia mesti mendorong upaya perdamaian kedua negara, maupun antara Rusia dan Amerika Serikat. "Medan konflik sudah bergeser ke Indonesia dan negara-negara saling boikot. Padahal Indonesia tidak melakukan kesalahan apa pun,” kata Hikmahanto.
Pengamat hubungan internasional Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja, juga memperkirakan Amerika Serikat dan sekutunya tak akan menghadiri KTT G20 jika Indonesia tidak mengikuti agenda mereka. "Amerika akan menekan Indonesia dan negara-negara lain untuk menuruti agendanya, atau tidak mustahil akan dijatuhi sanksi," kata Dinna.
Ia juga menganjurkan Indonesia membatalkan KTT G20 jika perang Rusia-Ukrania tak kunjung berakhir. Sebab, kondisi itu pasti memperuncing ketegangan antara Rusia dan Amerika Serikat yang mendukung Ukraina. Di samping itu, Indonesia mesti mendorong negara anggota G20 yang tidak terlibat konflik Rusia-Amerika Serikat untuk merumuskan solusi perdamaian dan stabilitas ekonomi dunia.
AVIT HIDAYAT | JULNIS FIRMANSYAH | DANIEL AHMAD | INDRI MAULIDAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo