Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AKHIR Agustus ini merupakan saat menentukan bagi Antasari Azhar. Masa penahanan tersangka kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen itu sudah dua kali diperpanjang sejak ia ditahan 4 Mei lalu. Masa penahanan 120 hari akan berakhir pada 31 Agustus. ”Kalau hingga akhir bulan berkas penyidikan belum lengkap, hak Antasari untuk bebas,” kata pengacara Antasari, Maqdir Ismail, kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Berkas penyidikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif itu memang masih hilir-mudik antara kepolisian dan kejaksaan. Sudah dua kali polisi melimpahkan berkas penyidikan tersebut, tapi jaksa mengembalikannya karena ada syarat formal dan materiil yang menurut kejaksaan mesti dilengkapi.
Selain berkas Antasari, ada berkas tiga tersangka yang dijadikan satu paket dalam perkara ini dan belum menemui titik terang. Mereka adalah mantan Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Wiliardi Wizard, pengusaha Sigid Haryo Wibisono, dan Jerry Hermawan Lo, yang diduga menjadi penghubung antara Wiliardi dan para eksekutor pembunuhan Nasrudin. Menurut Jaksa Agung Hendarman Supandji, berkas empat tersangka ini bakal diajukan bersamaan ke persidangan. ”Kami terus berkoordinasi dengan kepolisian,” kata Hendarman.
Menurut sumber Tempo, berkas itu bolak-balik karena jaksa belum yakin Antasari bakal terjerat kasus pembunuhan Nasrudin, yang terjadi pada 14 Maret lalu. Alasannya, berkas itu belum menunjukkan bukti Antasarilah yang memerintahkan pembunuhan Nasrudin. Padahal jerat hukum yang dikenakan pada Antasari adalah Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pembunuhan berencana, yang ancamannya hukuman mati. ”Harus jelas bagaimana perintah (pembunuhan) itu diberikan,” kata sumber Tempo ini.
Kendati ada bukti rekaman pertemuan Antasari, Wiliardi, dan Sigid yang ”diambil” oleh kamera closed-circuit television (CCTV) yang terpasang di kediaman Sigid di kawasan Kebayoran Baru, gambar tersebut dinilai tak bisa menjelaskan apa yang terjadi ketika itu. ”Karena tidak ada suaranya,” ujar sumber itu. Jaksa, kata dia, juga ekstra-hati-hati karena punya ”trauma” dengan perkara Muchdi Purwoprandjono yang bebas di pengadilan dalam kasus pembunuhan Munir. ”Kalau tak yakin menang, buat apa sampai ke pengadilan?” katanya.
Hendarman Supandji membantah soal ekstra-hati-hati karena adanya trauma seperti yang disebut sumber Tempo tersebut. Menurut Jaksa Agung, kasus Antasari jauh berbeda dengan perkara Muchdi. Hendarman memberikan contoh, dalam perkara Muchdi, ada hubungan komunikasi antara Muchdi dan Pollycarpus yang tidak diakui keduanya. Adapun dalam perkara Antasari, ada sejumlah hubungan telepon yang dilakukan empat tersangka itu dan mereka mengakuinya. ”Saya memang bicara dengan dia, isinya begini-begini,” kata Hendarman mengutip pengakuan salah satu tersangka itu. Namun Hendarman menolak mengungkapkan isi percakapan tersebut. ”Nanti saja di persidangan.”
Berita acara pemeriksaan ahli teknologi informasi Ruby Zukri Alamsyah menyebutkan sedikitnya terjadi empat kali komunikasi antara Antasari dan Nasrudin sebelum peristiwa penembakan itu. Komunikasi tersebut berlangsung sejak 5 sampai 25 Februari 2009. Ada pula 17 kali hubungan telepon Wiliardi dengan Jerry, Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo, dan Hendrikus Kia Walen alias Hendrik, yang menjadi eksekutor pembunuhan.
Pada periode Januari-Maret 2009, tercatat juga lebih dari 30 kali hubungan komunikasi antara Antasari dan Sigid. Namun dalam berita acara tersebut tidak disebutkan isi pembicaraan mereka berdua. Dihubungi Tempo pekan lalu, Ruby menolak menyebut apa saja hasil analisisnya terhadap isi komunikasi antara Antasari dan Nasrudin serta Antasari dan Sigid. ”Nanti saja di persidangan,” ujar pakar digital forensik yang juga pernah diminta menjadi saksi ahli dalam kasus tewasnya artis Alda Risma di Hotel Grand Menteng, Jakarta, pada Desember 2006 itu. Alasan Ruby, ia terikat kode etik.
Pengacara Antasari, Maqdir Ismail, menegaskan tidak ada satu pun bukti percakapan yang menunjukkan Antasari meminta Nasrudin dibunuh. Menurut dia, percakapan yang terjadi dan dianalisis Ruby adalah percakapan biasa. Apalagi, ujarnya, nama Antasari juga tidak disebut dalam dakwaan terhadap lima eksekutor pembunuhan yang Selasa pekan lalu sudah mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Tangerang. ”Mata rantai (ke Antasari) terputus,” katanya.
Dakwaan terhadap para eksekutor, kata Maqdir, menyebutkan nama Wiliardi sebagai orang yang meminta nyawa Nasrudin dihabisi dengan alasan membahayakan negara. ”Sehingga tergantung keterangan Wiliardi,” ujarnya.
Pada awal pemeriksaan sebagai tersangka, kata Maqdir, Wiliardi dan Sigid mengaku Antasari terkait dengan pembunuhan itu. Namun keterangan tersebut tidak diungkapkan ketika Wiliardi dan Sigid menjadi saksi untuk Antasari. ”Itu hanya keterangan mereka dalam berkas mereka sendiri sebagai tersangka, bukan keterangan mereka saat menjadi saksi untuk Antasari,” ujar Maqdir.
Kuasa hukum para eksekutor, Agustinus Payong Dosi, mengatakan tiga kliennya, yaitu Daniel Daen Sabon, Hendrikus, dan Heri Santosa, tidak dapat dihukum karena tak mengenal dan tak memiliki kepentingan apa pun terhadap Nasrudin. Agustinus berharap dalam kasus ini jaksa dapat merangkai seluruh mata rantai peristiwa pembunuhan Nasrudin dan menjelaskan peran masing-masing. ”Semua yang terlibat harus diungkap,” kata Agustinus.
Menurut Hendarman, tidak adanya nama Antasari dalam dakwaan para eksekutor bukan berarti Antasari tidak memiliki peran dalam kasus tersebut. ”Karena disebutkan nama Wiliardi,” ujarnya. Menurut dia, wajar jika para eksekutor tidak mengenal Antasari karena mereka hanya pelaksana di lapangan.
Hendarman menegaskan, pengakuan percakapan itu menjadi salah satu bukti yang menguatkan keterkaitan di antara para tersangka dalam pembunuhan Nasrudin. Hendarman memperkirakan berkas Antasari dan tiga tersangka lain bakal masuk penuntutan akhir bulan ini. ”Kelihatannya bisa langsung P-21 (dinyatakan lengkap),” katanya.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Chrysnanda Dwi Laksana juga optimistis penyidikan Antasari akan rampung akhir bulan ini. ”Kami berusaha menguatkan pembuktiannya,” ujarnya.
Rini Kustiani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo