DEMAM Mona Lisa melanda Jepang - tercatat di tahun 1974. Jutaan poster Mona Lisa dicetak. Juga jutaan kaus dan benda lain yang bergambar Mona yang masyhur karena senyumnya itu. Semua grusa-grusu itu semacam penghangatan bagi kedatangan Mona Lisa yang sejati - lukisan maha terkenal karya seniman besar Renaissance Leonardo da Vinci. Dan ketika saatnya tiba, Akademi Imperial Tokyo, tempat lukisan itu dipamerkan, tak pernah sepi barang sedetik. Tapi siapa nyanya: lukisan perempuan dengan senyuman yang konon bisa bikin gila itu, dan yang bikin orang Jepang kalang kabut, ternyata bukan karya asli. Si Mona yang dipelototi jutaan mata Jepang selama beberapa bulan itu tak lain sebuah reproduksi - dan dibuat hanya sekitar dua tiga tahun sebelum dibawa ke situ. Toh, kemeriahan tak terganggu. Jepang, yang rupanya begitu menggandrungi Mona Lisa, memang tak punya pilihan lain. Mona yang asli, panitiapun tahu, dipingit keras - tak boleh beranjak dari tempatnya, dalam tembok berlapis kaca tahan peluru, di Museum Louvre, Prancis. Bukan cuma karena pihak museum keberatan - tapi juga karena tak ada sebuah pun perusahaan asuransi berani menanggung risiko seumpama Mona tercuil sedikit. Apalagi sampai hilang. Mona Lisa memang terbilang lukisan paling mahal di dunia. Tahun 1911, ketika karya itu menghilang setahun lamanya (dicuri seorang pengunjung yang tergila-gila), nilainya US$ 700.000. Setelah ditemukan kembali, harganya terus-menerus naik di daftar perusahaan asuransi - sehingga mencapai, kini, US$ 50 juta. Siapa mau menanggung kalau Mona sampai mengalami nestapa. Tapi, siapakah yang - juga - begitu gegabah memberi jaminan bahwa Mona Lisa yang dikirim ke Jepang (kemudian ke Moskow) itu "seindah aslinya?" Ada. Ia pelukis reproduksinya sendiri, Antonio Bin namanya, 90 tahun umurnya. Seniman gaek ini tidak main-main. Banyak kalangan ikut menjamin: ia bukan sekadar tukang sontek lukisan kelas kacangan. Kemampuannya mengulang lukisan besar diakui sebagai bertingkat master. Apalagi Antonio memang dikenal sebagai seorang "leonardis" - satu-satunya pembuat reproduksi lukisan Leonardo da Vinci yang diakui dan yang masih hidup. Di masa lalu memang terdapat sejumlah leonardis lain - para pelukis terkenal juga. Toh, Antonio Bin, menurut para kritisi, terbilang yang paling unggul. Karena itu, panitia yang mengundang Mona Lisa ke Jepang yakin pemuja Mona di negeri Timur itu tak bakal kecewa. Panitia menjamin: kemiringan senyum Mona garapan Bin, juga anunya (rahasianya, atau apanya, yang sukar dikatakan itu) akan "tepat sama" dengan yang direkam Leonardo di kanvas. Keunggulan Bin tentu saja masuk hitungan dunia seni lukis internasional, walau dengan ukuran yang sedikit aneh. Lukisan-lukisan reproduksinya mampu mencapai harga tinggi, lebih tinggi ketimbang karya pelukis terkenal kelas menengah Eropa. Juga masuk daftar lukisan yang diburu kolektor. Di Rio de Janeiro, seorang ahli bedah kaya raya mengoleksi khusus karya-karyanya. Dokter itu kini memiliki 67 lukisan repro itu, yang nilainya diperkirakan mendekati US$ 1 juta. Di Prancis, seorang kolektor yang katanya masih kerabat Charles de Gaulle bahkan membuat sebuah balai khusus bagi lukisan Bin, yang bahkan diberi nama Balai Bin. Masih ada lagi: Museum Metropolitan di New York kini sedang melakukan tawar-menawar dengan seorang pemilik usaha penerbangan. Museum itu berminat membeli 17 lukisan repro Antonio Bin yang lain. Membuat reproduksi Leonardo da Vinci memang sudah mata pencaharian Bin. Ia mulai meneguhkan niat itu pada 1911, ketika Mona Lisa hilang. Ini bukan tekad yang segera terwujud: karya-karya da Vinci terbilang istimewa, tak mudah ditiru. Untuk menembus kesulitan itu, tak kurang dari 25 tahun Bin terus-menerus bertekun membuat reproduksi karya yang sama -ya Mona Lisa itu, lukisan yang oleh para kritisi dinilai sebagai karya puncak da Vinci. Dalam jangka itu Bin berhasil membuat sekitar 100 repro, yang untuk kelangsungan hidupnya dijualnya dengan harga US$ 2.000. Masing-masing dikerjakannya rata-rata dua sampai tiga bulan. Bin tak sampai perlu menjajakan karyanya. Keadaan sudah cukup menolongnya. Banyak pencinta seni ketika itu cemas, siapa tahu Mona Lisa hilang lagi, atau barangkali dirusak. Apalagi makin lama rasanya makin banyak teroris bukan? Karena itu, banyak orang merasa perlu membeli buah tangan Bin - masih mendingan, masih punya reproduksinya. Termasuk Museum Louvre sendiri. Antonio sendiri bukan pensiunan karyawan Museum Louvre, atau bekas korpri yang dinaikkan pangkatnya. Ia, menurut pengakuannya, sudah punya niat jadi pelukis sejak kecil. Ia bahkan membuat reproduksi pertama Mona Lisa pada usia 16. Ketika itu, sebagai pelajar ia dikirim orangtuanya ke Paris - dari Venesia, Italia, kediamannya - untuk mengikuti semacam kursus kilat musim panas. Bin segera terpikat pada senyuman si Mona. Bin memang orang Italia, seperti juga da Vinci. Ialahir di Venesia pada 1895. Setelah menyelesaikan studinya di bidang seni lukis dan seni patung, ia mengajar di Akademi Seni Rupa Bologna. Sudah pada masa itu ia tergila-gila pada Mona Lisa - dan untuk keperluan membuat reproduksi ia bolak-balik Prancis-ltalia menjenguk pujaannya. Hingga akhirnya, pada 1928, ia memutuskan pindah saja ke Paris dan tinggal di pusat seni rupa modern itu, tempat Mona Lisa berada. Toh Bin tak melupakan Italia. Ia masih sering bolak-balik ke sana, kendati dengan frekuensi makin jarang. Di samping tetap mengajar di Bologna - ia masih menjadi guru besar sampai kini - ia juga merasa perlu mengamati berbagai peninggalan Renaissance di negerinya, khususnya yang berhubungan dengan "jiwa Leonardo". * * * Masa Renaissance yang terkenal itu, yang sering disebut awal bangkitnya pemikiran Barat modern, memang mencapai puncak perkembangannya di Italia. Dan Italia, khususnya Sicilia, memang salah satu gerbang terpenting masuknya pengaruh Timur Islam yang mengilhami semangat Renaissance itu. Di sana berbagai manifestasi penting Renaissance menjadi nyata. Misalnya dasar falsafah yang dikenal sebagai munculnya kembali humanisme dengan tekad mengakhiri paham Abad Pertengahan - yang disebut pula Abad Kegelapan - yang terlalu agamis, hingga segala masalah kehidupan melulu berstruktur "vertikal". Gereja secara berlebihan telah menjadi "polisi kehidupan", kenyataan sehari-hari seolah diabaikan kehadirannya dan Eropa pun mengalami kemacetan total dalam kehidupan duniawi. Renaissance - berasal dari kata renasci, atau bangkit kembali adalah paham yang mencoba memperhatikan kembali kehidupan profan itu. Sebagai model, dasar falsafah Renaissance menoleh ke Kebudayaan Yunani Purba Prakristen - kebudayaan yang sangat maju, yang telah "diawetkan" dan dijadikan ide pengembangan oleh para pemikir Timur Islam lewat berbagai terjemahan dan telaah mereka. Dan seperti umum dikenal, perkembangan ilmu pengetahuan, filsafat, ilmu politik, dan seterusnya, yang diawali para filsuf Yunani, berlanjut. Renasci, atau Renaissance, bermaksud menandai kebangkitan kembali pemikiran-pemikiran "bebas" yang di kalangan mereka terkubur berabad-abad itu. Tidak aneh apabila hampir seluruh manifestasi kebudayaan Renaissance berbau Yunani - setidak-tidaknya, atau khususnya, di bidang arsitektur dan seni rupa. Dalam lukisan, para pelukis Renaissance mencoba meneruskan observasi para filsuf Yunani dalam analisa dan imitasi obyek alam -termasuk anatomi manusia - untuk menemukan vitalitas kehidupan yang duniawi. Di masa sebelumnya lukisan-lukisan cenderung simbolik, terdeformasi sehubungan dengan kebutuhan rasa religius, sebagian manifestasinya dikenal sampai kini sebagai ikon. Kecenderungan itulah yang didalami Antonio Bin. Gaya melukis imitatif, misalnya, bukan sekadar memotret, tapi juga memberikan napas hidup dan idealisasi bentuk tubuh. Tak sekadar anatomi, tapi anatomi yang ideal menurut citra keindahan. Segmen-segmen tubuh menurut Leonardo da Vinci, dalam bentuk ideal, tersusun mengikuti suatu konsepsi yang disebutnya Bagian Keemasan (The Golden Section). Paham idealisasi dan kecenderungan imitatif ini kemudian menancap cukup lama dalam perkembangan seni lukis Eropa. Namun, memahami Renaissance tak berarti segera memahami Leonardo da Vinci. Pasalnya, da Vinci terbilang puncak kecanggihan Renaissance, dan dalam seni lukis tak mudah menelusuri jejak kerumitan pemikirannya. Pada kenyataannya, seniman jenius itu pun tak banyak meninggalkan buah karya dalam bentuk lukisan. Yang sudah diidentifikasi tak sampai 20 jumlahnya. Maka, jurus Bin untuk mempelajari "urat-urat" da Vinci agaknya memang tepat. Da Vinci sendiri bukan cuma pelukis. Ia juga pematung, arsitek, perencana kota, ilmuwan, penemu, penulis, dan ahli musik. Di samping itu, secara tak resmi ia juga dikenal sebagai ahli mesin. Diam-diam ia pernah mencoba membuat semacam pesawat terbang, dan menemukan sistem roda gigi dan sepeda. Masih ada lagi: da Vinci seorang pengamat psikologi yang tajam, dan dengan kelebihan ini ia jadi konsultan pengadilan - bekerja sebagai semacam detektif. Masa kecil dan masa belajarnya tak banyak dikenal. Namanya mulai muncul ketika pada 1470 ia menjadi asisten - sambil belajar - pada Pelukis Andrea Verrocchio, salah seorang seniman besar Renaissance. Namun, banyak kritisi, berdasarkan penelitian belakangan, menyebutkan bahwa kebesaran Verrocchio justru ditunjang Leonardo. Semua karyanya yang dinyatakan mewakili masa Renaissance sebenarnya dilukis sang asisten, kata mereka. Dan sesudah si asisten minggat, tak ada lagi karya besar muncul dari tangan Verrocchio. Karya-karya Verrocchio inilah yang kini diteliti dengan cermat, dalam rangka mencari buah tangan Leonardo yang tak ketahuan. Penelitian tentang Leonardo da Vinci memang belum berakhir. Berbagai penemuan baru masih saja mengejutkan, dan mengundang perdebatan. Di tahun 1969, sejumlah kritisi berkaliber - di antaranya ahli-ahli estetika - mengadakan sebuah simposium internasional yang kemudian menghasilkan sebuah buku, Leonardo's Legacy, yang mengungkapkan sejumlah misteri aneh di sekitar seniman besar itu. Misalnya, ia seorang pencatat yang sangat cermat. Hampir semua pemikiran dan penelitiannya dituliskannya terinci dalam buku, lengkap dengan gambar-gambar peraga dan diagram. Namun, catatan itu tak segera bisa dimengerti - karena diwujudkan dengan huruf sandi, dan terbalik: muka-belakang, kiri-kanan. Tak jelas mengapa ia merahasiakan buah aktivitas rohaninya yang ternyata jenial itu. Andai ia agak terbuka, bisa dipastikan sudah sejak itu peradaban mengenal sepeda, umpamanya. Tapi barangkali juga sikapnya bisa dimengerti. Sepanjang hidupnya, khususnya di Italia, tak henti-hentinya ia mengundang ribut lantaran pendapat-pendapatnya yang kontroversial - di hampir semua bidang. Berbagai bidang kerja pernah dijalaninya. Tahun 1472-1499 ia dikenal sebagai master seni lukis, seni patung, dan arsitektur. Tahun 1500-1508 da Vinci bekerja sebagai ahli konstruksi satuan militer, bahkan kemudian penasihat militer dan ahli strategi. Dan sejak 1517 ia kembali dikenal sebagai pelukis - kini di Prancis, diundang ke sana oleh Raja Francis I. Berbeda dengan di negaranya, lukisan-lukisan da Vinci di Prancis mendapat penghargaan sangat tinggi dan ia segera diakui sebagai seniman besar. Tapi dengan segera, dua tahun sesudah kepindahan itu, 1519, ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan tak jauh dari Amboise, Prancis. Liku-liku ini yang ditelusuri Bin dengan sabar dan cermat. Dan ia boleh berbangga menguasainya. "Tidak sukar membuat reproduksi Fragonard, Raphael, Watteau, atau pelukis lainnya bagi saya karena saya bisa membuat reproduksi karya Leonardo da Vinci," katanya. Dalam waktu 60 tahun masa hidupnya, setiap hari ia nangkring di Museum Louvre, dari pukul 10.30 sampai sore, mengamati lukisan atau membuat reproduksi. Para pegawai museum sudah sangat mengenalnya, hingga ia mendapat tempat khusus, semacam studio, untuk menyimpan alat-alatnya atau membuat studi. Rasa simpati Museum Louvre malah tidak cuma sampai di situ. Jauh sebelum Mona Lisa bikinan Bin direkrut Museum Louvre untuk menggantikan aslinya, nama seniman itu sudah dicantumkan di brosur museum sejajar dengan para pelukis abad ke-16 - ke-17. Penghormatan luar biasa ini jadinya memang lucu: ia satu-satunya "pelukis Abad Renaissance" yang masih hidup. Pablo Picasso, pelukis paling besar abad ini yang di masa hidupnya bersahabat dengan Bin juga memandang tinggi tokoh itu. "Saya ingin punya keterampilan seperti kau," ujar Picasso suatu kali. "Kalau saya punya kemampuan itu, karya-karya saya akan lebih baik." Konon, Picasso kemudian menyesali diri: merasa cuma jadi pemuas para kolektornya dengan sekadar membuat sesuatu. Pada hari-hari akhirnya Picasso memang pernah berkata, para pelukis besar yang sejati sebenarnya cuma pelukis macam Giotto, Titian, Rembrandt, dan Goya. Kepada Bin sendiri suatu kali Picasso pernah mendemonstrasikan penyesalannya itu. Dalam suatu liburan musim panas, Bin diundang melihat Picasso bekerja. Pelukis besar itu membentangkan 10 buah kanvas, dan sekaligus menggarapnya sekali tarik. Hasilnya memang lukisan coreng-moreng dan Picasso tertawa. Lanjutan demonstrasi itu: Bin menyaksikan, bagaimana lukisan hantam kromo itu, dalam sebuah pertemuan dengan para kolektor, laku dalam waktu singkat - dan mahal, tentu. Dan Picasso tertawa lagi - kira-kira dengan arti: Anda mengerti yang saya maksud? * * * Dalam seni lukis modern, corak imitatif memang sudah tergolong gaya yang ketinggalan zaman dan kerja membuat reproduksi paling banter hanya dianggap hobi. Namun, usaha Bin merupakan kerja seni yang punya kerumitan tak kepalang tanggung. Corak imitatif, kendati tak lagi populer, tetap masih potensial untuk merekam citra keindahan - dan masih saja digumuli sejumlah pelukis. Para pelukis dalam gaya ini harus bergulat dengan sejumlah rinci yang mesti diisinya dengan segabung hasil observasi subyektif, agar lukisan yang dihasilkan tak sekadar mirip, tapi juga mengandung ekspresi. Pada lukisan sosok atau wajah, observasi subyektifitu sering menjadi semacam observasi psikologis. Tak mudah, tentunya. Para kritisi sepakat, nilai tinggi pada lukisan wajah karya da Vinci terletak pada observasi psikologisnya. Keunggulan seniman itu justru merupakan bagian dari kesulitan Antonio Bin. Tentunya tak mudah menelusuri kembali pikiran-pikiran da Vinci itu paling jauh merabanya melalui berbagai indikator, misalnya yang bisa didapat dari tulisan-tulisan dan sketsa-sketsanya. Rabaan inilah yang menentukan berhasil tidaknya ekspresi lukisan asli muncul kembali - dan bukan sekadar mirip. Menurut para kritisi, rabaan Antonio Bin - melalui melukis kembali berulang-ulang - ternyata mampu menghidupkan kembali ekspresi itu. Karena itu, ia - yang mendapat julukan Leonardis paling unggul - diharapkan bisa menyelesaikan karya-karya da Vinci yang terbengkalai atau yang keburu rusak. Dua karya besar da Vinci menunggu sentuhan tangan Bin itu. Yang sebuah adalah Perjamuan Terakhir. Lukisan dinding yang terdapat di sebuah gereja di Milano ini segera rusak tak lama setelah dibuat - dan hampir tak ada kritikus yang pernah menyaksikannya dalam keadaan utuh. Mudahnya kerusakan terjadi adalah akibat teknik melukis da Vinci sendiri: Last Supper terbilang korban percobaan seniman itu, yang mencoba menggunakan teknik cat minyak yang kala itu belum dikenal - dan karenanya belum sempurna - salah satu penemuannya yang jadi baku bagi dunia lukis di kemudian hari. Teknik yang umum ketika itu adalah fresco, yang jauh lebih tahan. Karena itu, beberapa bagian penting Perjamuan Terakhir dalam waktu singkat mengelupas dan retak. Lukisan lain yang terbengkalai: Sang Perawan dan Anak Beserta St. Anne. Ini salah satu dari tiga lukisan yang dibawa Leonardo hijrah ke Prancis dua lainnya adalah Mona Lisa dan Yahya Pembaptis. Ketiga-tiganya sudah digarapnya bertahun-tahun, sejak ia masih di Italia, tapi tak kunjung selesai. Di Prancis, belakangan, Mona Lisa dan Yahya Pembaptis bisa dirampungkannya, tapi Sang Perawan tidak. * * * Segera setelah puas melukis Mona dengan senyumannya yang mengganggu itu, Bin mengerling ke Perjamuan Terakhir. Kerja besar itu dimulainya tahun 1939, dan bertahun-tahun ia membuat studi dan sketsa - khususnya sketsa wajah para tokoh (Yesus bersama 12 muridnya) - dalam studi yang terpisah-pisah. Kerusakan berat pada Perjamuan memang menimpa wajah-wajah. Namun, usaha itu terputus pada Perang Dunia II. Sebuah komisi atas nama Hitler melarang keras ikhtiar Bin melacak wujud sebenarnya karya besar itu - entah mengapa. Hambatan itu membuat Antonio patah hati: bukankah ia sudah bersusah payah menembus kesulitan besar dalam "meraba"? Ikhtiar itu pun terbengkalai. Baru di tahun 1950 Bin mulai lagi - didesak seorang bankir Swiss kaya raya. Si bankir suatu kali melihat sketsa-sketsa wajah Perjamuan Terakhir yang dibuat Bin di masa sebelum Perang, dan kagum setengah mati. Ia pun mendesak dan memesan Perjamuan Terakhir dengan harga tak terbatas dan tetap memborong semua sketsa Bin. Anehnya, Bin tak menjadi lebih giat. Perjamuan pertama baru bisa diselesaikannya 30 tahun kemudian - saat si bankir sudah beberapa tahun meninggal. Hampir bersamaan dengan macetnya studi Perjamuan Terakhir di Perang Dunia II, Antonio Bin memulai usahanya meneruskan lukisan Leonardo yang terbengkalai, Sang Perawan dan Anak Bersama St. Anne. Lukisan ini dikerjakan Bin jauh lebih cepat - yakni 10 tahun, tak kurang. Tahun 1956 lukisan pertama selesai. St. Anne asli, yang kini berada di Museum Louvre, sebenarnya tak keseluruhannya goresan Leonardo da Vinci. Buatan Leonardo, menurut catatan, hanya sampai bagian muka, latar belakang dan sedikit kerutan baju. Di awal abad ke-18, seorang pelukis terkenal, Jacques Louis David - yang dikenal dengan lukisannya Kematian Marat - tertarik meneruskan lukisan itu. Ia mendapat izin langsung dari Napoleon. Namun, ketika David baru saja menyelesaikan gambar batu-batu di kaki St. Anne dan sedikit bagian rambutnya, izin dicabut. David dinilai tak mampu meneruskan lukisan Leonardo ia khususnya dilarang keras menyentuh bagian wajah-wajah. Padahal, David adalah pelukis dan desainer istana. Dialah yang mendesain seragam angkatan perang Prancis masa Napoleon, dan dikenal pula sebagai seorang Leonardis. Pada reproduksi Antonio Bin, lukisan St. Anne mencapai bentuknya yang lengkap. Seperti juga pada reproduksi Perjamuan, wajah-wajah dalam lukisan menjadi nyata, jelas, dan bicara. Para kurator di Louvre yakin, suatu kali reproduksi puncak buatan Bin akan dipasang di Museum Louvre, mendampingi lukisan asli Leonardo da Vinci. Dalam hal St. Anne, Bin berhasil memperkaya pengenalan pengamat kepada pelukis besar Leonardo da Vinci. Pada usia 90 tahun Bin masih bekerja. Setiap hari ia tertatih-tatih menelusuri jalan menuju Museum Louvre dari apartemennya yang tak terlalu mewah di Paris. Di apartemen itu ia hidup ditemani seorang anak lelakinya dan seorang cucu wanitanya. Enam bulan sekali ia mengunjungi negeri leluhur. Museum Louvre, dan para kritisi, masih mengharap Bin akan menghasilkan reproduksi puncak dengan mengulang dan mengulang terus lukisan Leonardo dan lukisan lain masa Renaissace. Tapi Antonio Bin sendiri tampaknya sudah lelah memburu tak yakin bisa menyamai da Vinci. "Saya sudah menyelesaikan tugas saya," katanya kepada wartawan Eric Sander dari Gamma. "Kalau saja saya bisa menjadi murid Leonardo da Vinci ...."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini