KETIKA berusia enam tahun, Gary West terserang penyakit polio. Penduduk Houston, Amerika Serikat, itu pun diserang kelumpuhan berat dari leher ke bawah. Namun, melalui ikhtiar rehabilitasi yang berat dan menyakitkan, Gary tak sampai harus terlentang seumur hidup di tempat tidur. Melalui latihan fisik intensif, Gary akhirnya bisa mengaktifkan kembali tangan kirinya, juga kedua kakinya - sementara tangan kanannya tetap lumpuh. Dengan kondisi itu, ia bisa bekerja sebagai penjaja barang, bahkan juga masih bisa berolah raga, seperti menyelam, tenis, golf, dan angkat besi. Ia juga bersepeda sejauh beberapa kilometer setiap minggu. Tak tampak tanda-tanda ia cacat. Ia bahkan lebih aktif daripada rekan-rekannya yang normal. Namun, dua tahun terakhir keletihan menyerang Gary. Lututnya melemah, dan ia tak lagi mampu berolah raga intensif. Terutama olah raga angkat besi. Ketika ia merasa sakit dada, ia dimasukkan ke rumah sakit. Kini, pada usia 36 tahun, keadaan Gary sangat parah. Ia bahkan tak mampu lagi mengangkat tangannya untuk menyisir rambut. Ada semacam kelumpuhan total menyerangnya. Para dokter bahkan mengkhawatirkan kelumpuhan juga akan menyerang saraf-saraf pernapasan. Di rumah sakit kadang-kadang Gary memerlukan alat pembantu pernapasan. Gary, menurut para dokter yang merawatnya, diduga menderita penyakit pascapolio - polio untuk kedua kalinya, penyakit yang kini masih penuh tanda tanya. Menurut catatan, diAmerika Serikat gejala penyakit itu mulai bisa dideteksi. Tanda-tandanya: rasa letih yang luar biasa, melemahnya otot-otot, rasa nyeri pada persendian, kesulitan pernapasan, dan ketakmampuan menahan dingin. Tapi sebegitu jauh belum ditemukan tanda-tanda bahwa penyakit itu berakibat fatal. Menurut Dr. Mary Codd, dari Lembaga Penelitian Epidemiologi Rochester, serangan penyakit pascapolio sudah mulai bisa dianalisa, walau belum bisa dipastikan. Dalam keterangannya yang dimuat International Herald Tribune dua pekan lalu, ahli epidemiologi itu mengatakan, sekitar 25% penderita polio di AS terserang penyakit pascapolio ini. Angka ini diperkirakan meningkat jumlahnya kelak karena kini gejala-gejala pascapolio sudah semakin dikenal. Lebih jauh, Codd menguraikan bahwa gejala pascapolio sudah dipelajari dan terlihat sekitar lima tahun lalu. Namun, tak ada dokter yang menyangkanya serangan pascapolio. "Hampir semua dokter melakukan kekeliruan diagnosa," ujar Codd. Mereka umumnya menyangka terjadi penurunan aktivitas otot akibat melanjutnya usia - suatu kejadian yang biasa saja. Namun, sampai kini, menurut Codd lagi, belum ada kesepakatan dalam melakukan diagnosa dan prognosa. Sejumlah dokter, dalam mengatasi keadaan, mcngambil cara yang sangat umum: mengurangi kegiatan ketika rasa letih menyerang kemudian, setelah tenaga pulih, mulai melatih kembali anggota badan yang terserang lumpuh. Toh, sebagian penderita tak bisa ditolong karena keadaan tubuhnya memburuk kembali. Ada yang akhirnya terpaksa menggunakan kursi roda, tongkat penyangga, dan alat bantu lainnya. Pasalnya, sebagian dari mereka terserang atrophy - pengecilan sebagian organ tubuh. Dr. Lauro S. Halstead, dari Pusat Rehabilitasi Polio Houston, menemukan hal lain. Dokter ini menyebarkan angket pada 700 penderita yang diduga terserang pascapolio. Hasilnya menunjukkan, serangan datang tidak tiba-tiba. Sebagian besar penderita pernah sekitar 10 kali masuk rumah sakit karena penyakit berat, selama kurun waktu 20-30 tahun. Antara lain infeksi berat, kesulitan bernapas, dan sejumlah lagi menunjukkan tanda-tanda kelumpuhan sementara. Sementara itu, Institut Kesehatan Nasional Bethesda, Maryland, menemukan sejumlah penderita pascapolio progresif - tertolong berat. Pada penderita-penderita ini kelumpuhan terbilang merata. Di institut kesehatan ini penelitian dilakukan lebih intensif. Dilakukan tes dan analisa terhadap darah dan cairan tubuh lainnya. Juga pengetesan aktivitas saraf di samping dilakukan pula biopsi - pengambilan sedikit - bagian-bagian otot untuk penelitian patologi di laboratorium. Kesimpulan sementara pascapolio muncul bersamaan dengan turunnya daya tahan tubuh. Menurut sebagian ahli di Maryland itu, tampak ada hubungan antara turunnya daya tahan tubuh itu dan proses ketuaan yang datang terlampau cepat, yang terlihat dengan menurunnya aktivitas beberapa sel saraf. Sebagian ahli lain melihat hubungan menurunnya aktivitas sel dengan penyakit ALS (amyotrophic lateral selerosis) - yang pernah dihebohkan banyak terdapat di Irian Jaya. Penyakit ini dikhawatirkan mengancam jaringan saraf penggerak. Namun, semua kesimpulan sementara ini masih sulit dibuktikan. Dr. Marinos C. Dalakas dari institut kesehatan Maryland itu malah menyebutkan, hubungan turunnya daya tahan tubuh dan pascapolio masih serba teka-teki. Ahli saraf itu menunjukkan hasil penelitian yang mcnyimpulkan bahwa tak ada tanda-tanda menurunnya produksi antibodi, walau pada 20 pasien memang terlihat muncul sel-sel yang bisa menekan produksi antibodi itu. "Semua kontradiksi itu masih membuat kita bertanya-tanya," ujar Dalakas, "walau gejala klinisnya sudah pasti." Dalakas sementara ini cuma bisa berteori. Seperti ahli lainnya, ia memperkirakan pascapolio muncul akibat saraf dan otot-otot terlampau dipaksa bekerja berat. Mereka umumnya berlatih dan bekerja keras untuk menunjukkan bahwa mereka tidak cacat. Dr.Jacquelin Perry, dari Fakultas Kedokteran Universitas California Selatan, menguraikan hal ini lebih jelas. Polio, menurut dokter itu, tak menyerang semua sel-sel saraf, hanya sebagian saja yang dilumpuhkan. Ketika seorang pendenta dinyatakan sembuh, ia mencoba mengaktifkan kembali gerak anggota badan atau organ tubuh lainnya dengan memaksa otot-otot yang tersisa. Sel-sel saraf yang menggerakkan otot-otot itu pun dipaksa bekerja keras. Ini menimbulkan semacam ketegangan. Pada keadaan normal, otot-otot manusia, menurut Perry, mencapai puncak kekuatannya pada usia 25 tahun. Kemudian menurun. "Pada penderita pascapolio, yang pada dasarnya memiliki jumlah sel-sel saraf lebih sedikit, menurunnya kekuatan otot datang lebih cepat," ujar Perry. Karena itu, menurut Perry, para dokter sebaiknya tidak memaksa penderita polio. "Jangan menganggap mereka sama kuatnya dengan orang normal," katanya. Lalu perlukah latihan pada penderita pascapolio? Ternyata, masih perlu. "Lakukan apa saja selama tidak menimbulkan rasa sakit," ujar Dr. Richard Owen, dari Klinik Rehabilitasi Minneapolis. Dokter ini kini sedang mencoba menyusun latihan-latihan bagi penderita pascapolio. Sementara ini, yang sudah dicobakannya pada sekitar 200 penderita adalah latihan fisik selama 20 menit tiga kali seminggu. Hasilnya masih perlu ditunggu karena 200 penderita itu pun masih belum bisa dipastikan apakah menderita pascapolio. Memang masih sulit memastikan apakah seorang penderita terserang pascapolio atau tidak. Tapi indikasi paling kuat seperti tampak pada ikhtiar keras Gary West. Ia terlampau banyak berolah raga, terlampau aktif, dan akhirnya terlampau memaksa otot-ototnya bekerja keras. Bisa dimengerti, ia ingin disamakan dengan orang normal. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini