Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Meniti Buih Ke Semifinal

Wiranto menang dalam konvensi Partai Golkar. Ada yang menghujat, ada pula yang berebut merangkulnya.

26 April 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jarum jam bergerak menuju angka 4 dini hari di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Rabu pekan lalu. Karpet putih yang digelar di lobi lantai 17 hotel itu dipenuhi tamu. Sekitar 100 orang melepaskan penat dengan duduk dan berbaring di atas permadani. Tawa lepas sesekali membuncah.

Beberapa jam sebelumnya, para pendukung mantan Panglima ABRI Jenderal (Purn.) Wiranto itu lepas dari ketegangan. Bos mereka pagi itu menjuarai konvensi Partai Golongan Karya.

Sang pemenang tak menyia-nyiakan waktu. Setelah beberapa menit bercengkerama dengan keluarga, ia keluar dari suite room untuk menemui para tamu yang memberikan selamat. Tampak mantan Kepala Badan Urusan Logistik Rizal Ramli, Ketua LSM Indonesian Democracy Monitor (Indemo) Hariman Siregar, dan aktivis mahasiswa 1978 Ibrahim G. Zakir. Sejumlah pengurus pusat Golkar, seperti Marwah Daud Ibrahim, Nurdin Halid, Aryadi Achmad, Yamin Tawary, Agung Laksono, dan Priyo Budi Santoso, pun datang.

Dengan baju koko putih dan pantalon hitam, Wiranto bersila di karpet dikelilingi tim suksesnya dan sejumlah koordinator daerah. Bekas Menteri Koordinator Politik dan Keamanan itu mengajak pendukungnya memanjatkan syukur. "Ini baru babak penyisihan dan akan masuk babak semifinal. Pekerjaan sesungguhnya baru akan dimulai," ujarnya. Sebelum beristirahat, mereka menunaikan salat tahajud, sujud syukur, dan ditutup dengan salat subuh berjemaah.

Kemenangan Wiranto dalam konvensi Partai Golkar menyentakkan banyak orang. Semula, diduga kuat Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung-lah yang bakal menjadi juara. Tapi, dalam putaran kedua konvensi, Wiranto meraih dukungan 315 suara, mengungguli Akbar, yang mendapat 227 suara. Sebelumnya, pada putaran pertama, Wiranto berada di urutan kedua (137 suara), di bawah Akbar, yang mendapat 147 suara.

Semula, Akbar diduga menang karena akan mendapat limpahan suara dari pendukung Aburizal Bakrie dan Prabowo Subianto—peserta konvensi lainnya. Wiranto diperkirakan hanya menerima limpahan suara pendukung Surya Paloh, bos media yang juga maju ke arena konvensi. Tapi semuanya meleset. Justru banyak pendukung Aburizal dan Prabowo yang masuk ke kubu Wiranto (lihat Setelah Suara Akbar Roboh).

Kemenangan Wiranto, yang menjadikannya calon presiden Partai Golkar, segera menyemarakkan ajang koalisi menuju pemilu presiden 5 Juli nanti. Sebagai calon presiden partai yang menang dalam pemilu legislatif—meraup hampir 20 juta suara (21,16 persen)—posisi Wiranto akan sangat menentukan. Ia akan bertarung dengan bekas Kepala Staf Teritorial TNI Jenderal (Purn.) Susilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat. Kandidat presiden lainnya adalah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais.

Boleh dibilang, bagi semua calon presiden, Wiranto adalah saingan terberat. Di samping posisi, wibawa, pengalaman, dan jabatannya, Wiranto memiliki tim sukses yang solid dan duit yang seolah tanpa batas. Sudah tiga tahun ini dia dan tim suksesnya beredar ke seluruh Indonesia untuk menebarkan pesona.

Dengan berkaca pada hasil pemilu legislatif, modal Wiranto untuk menang dalam pemilu presiden sudah cukup besar. Dengan merangkul 2-3 partai politik lain, ia bisa menguasai arena. Apalagi Golkar belum punya pasangan. Saling lirik pun tak terelakkan antara Mr. Whiskey, begitu Wiranto biasa disapa, dan pemimpin parpol lain.

Sejauh ini, yang hampir tak mungkin diajak berkoalisi oleh Wiranto adalah PDIP, PAN, dan Partai Demokrat. Ketiganya sudah bulat akan mengusung calonnya sendiri ke bursa pemilihan presiden.

Tiga partai yang tengah dijajaki adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Beberapa partai kecil pun dirayu untuk menggenapkan angka.

Lobi politik sebetulnya sudah dijalankan Wiranto sebelum konvensi dilangsungkan. Menteri Koordinator Politik dan Keamanan di era Abdurrahman Wahid itu, misalnya, beberapa kali bertemu dengan Abdurrahman untuk menjajaki kemungkinan koalisi. PKB diminati banyak kandidat karena partai inilah yang bertengger di urutan ketiga dalam pemilu legislatif lalu.

Repotnya, mereka masih gigih mencalonkan Abdurrahman Wahid sebagai kandidat presiden. "Pencalonan Gus Dur sudah final," kata Ketua PKB M. Mahfud Md. Salah satu upaya mengusung Gus Dur itu adalah dengan menentang persyaratan tambahan yang diterbitkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengenai kese-hatan calon presiden. Beberapa hari terakhir, Abdurrahman pun terus berupaya mengobati sakit matanya di Sukabumi, Jawa Barat.

Jika akhirnya Abdurrahman tak lolos, PKB memang sudah menyiapkan beberapa nama untuk disodorkan menjadi calon presiden. Nama yang disebut-sebut adalah Ketua Umum PKB Alwi Shihab dan adik Gus Dur, Sholahuddin Wahid. Tapi kandidat yang paling dilirik adalah Alwi. "Kalau Gus Sholah, Gus Dur kurang setuju karena nanti dibilang bau kolusi-korupsi-nepotisme," kata Mahfud.

Menurut salah seorang anggota tim sukses Wiranto, dalam pertemuan terakhir dengan Wiranto di Hotel Le Meridien, beberapa hari menjelang konvensi, Abdurrahman memang tidak menyebut nama Sholahuddin Wahid ataupun Ketua Umum Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi. Kepada Mr. Whiskey, Abdurrahman malah menyodorkan nama bekas Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar Parawangsa. "Ini yang tidak jelas, batas antara gojek (bercanda) dan serius amat tipis," kata sumber itu.

Selain ke Gus Dur, Wiranto juga aktif "berbelanja" ke Hasyim Muzadi. Beberapa kali Hasyim dikontak tim sukses Wiranto.

Jumat malam sehabis magrib lalu, tim Dewan Pimpinan Pusat Golkar yang dipimpin Ketua Golkar Marzuki Darusman malah sudah menemui Hasyim. Sebelumnya, Rizal Ramli pun telah bertemu dengannya. Kamis malam pekan lalu, antara Hasyim dan Wiranto sempat terlibat kontak telepon yang intens. Kepada TEMPO, Hasyim membenarkan adanya kontak-kontak itu. "Tapi kami belum bertemu secara langsung," ujarnya. Seorang pengurus teras NU berbisik, "Dalam dua hari ini ada tindak lanjutnya."

Dilamar Wiranto, Hasyim nyatanya juga ditaksir Megawati. Tapi, dalam urusan pencalonan menjadi wakil presiden ini, posisi Hasyim sangat ditentukan Gus Dur. Tanpa dukungan Abdurrahman, Hasyim yang tak punya partai politik itu sulit bergerak. Kabarnya, Sabtu pagi pekan lalu, Gus Dur dan Hasyim sudah bertemu di Situgintung, Sukabumi. "Gus Dur merestui Hasyim jika berkoalisi dengan Wiranto," kata seorang pengurus NU.

Selain mendekati PKB, Wiranto aktif merangkul PKS—partai dakwah yang mendapat hampir 7 persen suara pemilu legislatif. Nama Wiranto sudah pernah diusulkan pengurus PKS cabang Gorontalo dan Sulawesi Utara sebagai calon presiden. Di pusat, Wiranto disokong Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta dan Wakil Sekjen Fachri Hamzah. Sokongan kepada Wiranto ini keruan saja membuat gerah banyak pengurus PKS. Mereka menganggap Wiranto punya latar belakang yang tak cocok dengan spirit dakwah PKS (lihat TEMPO Edisi 19-25 April 2004).

Ahad pekan ini, Majelis Syuro PKS bersidang untuk memutuskan siapa calon presiden partai kampus itu. Tapi Presiden PKS Hidayat Nur Wahid berkali-kali menegaskan partainya akan berkonsentrasi pada perbaikan kinerja parlemen ketimbang ribut-ribut mengusung calon presiden.

Meski arus utama PKS menolak ikut dalam sokong-menyokong calon presiden, nyatanya kontak antara Wiranto dan petinggi PKS tetap dilakukan. Jumat pekan lalu, dalam upaya mewawancarai Wiranto, TEMPO sempat melihat Anis Matta, Fachri Hamzah, dan Abu Bakar Alhabsy keluar dari gedung Idea, sebuah lembaga swadaya masyarakat di Jalan Teluk Betung, Jakarta, tempat Wiranto biasa berkantor. Ketiganya ditemani seorang pria agak tua bertutup kepala cokelat. Siapa dia? "Itu Ustad Hilmy Aminuddin, Murakib Aam PKS," kata Erik S.W., salah satu anggota tim sukses Wiranto. Ustad Hilmy adalah orang yang sangat dihormati pimpinan dan kader PKS. "Mereka bertemu untuk mengucapkan selamat sekaligus menasihati Wiranto," kata Erik. Menurut bekas aktivis mahasiswa di Bandung itu, bukan sekali ini saja petinggi PKS datang ke Wiranto.

Sayang, keempat pemimpin teras PKS itu menghindar ketika dimintai komentar oleh TEMPO. "Ya, nanti sajalah," kata Anis, yang sibuk menelepon. Ketiga tokoh lainnya juga enggan memberikan keterangan.

Bisakah dengan demikian PKS dirangkul Wiranto? Belum tentu. "Keputusan akhir tetap dari Majelis Syuro," kata seorang pengurus PKS. "Kita sulit menjelaskan kepada konstituen kita (jika memilih Wiranto)," kata Mashadi, anggota Majelis Pertimbangan PKS.

Dari rindang Beringin juga bukan tak ada rintangan. Harap maklum, Wiranto bagaimanapun tak bisa meloloskan calon presidennya tanpa restu pimpinan pusat Golkar. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Rully Chairul Azwar, Golkar kurang srek dengan PKS karena PKS telah menyatakan anti-Golkar. "Buat apa kita berkoalisi dengan mereka kalau sudah bilang anti?" ujarnya.

Pertemuan Wiranto dengan Ketua PPP Hamzah Haz pasca-konvensi juga telah membuat marah petinggi Golkar. Tak ada komitmen pasti antara Wiranto dan Hamzah, memang. Tapi Wiranto dianggap melangkahi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar dengan jalan sendiri tanpa berbicara dengan pengurus pusat. "Ini maunya apa, sih? Mau dimenangin atau dijatuhin?" ujar seorang pengurus DPP Golkar.

Untuk mengatasi bentrokan di dalam kandang sendiri itulah DPP Golkar membentuk tim 7 untuk menjajaki lobi dengan pihak luar. Tim ini akan bersinergi dengan tim Wiranto untuk merangkul parpol lain. Tim bentukan DPP ini terdiri atas Akbar Tandjung, Mahadi Sinambela, Slamet Effendy Yusuf, M. Hatta, M.S. Hidayat, Agung Laksono, dan Budi Harsono. Tim ini juga nantinya akan bersinergi dengan tim Wiranto untuk memenangi pemilu presiden.

Dalam rapat itu juga dibahas sejumlah opsi, misalnya pembicaraan koalisi dengan orang luar partai sebaiknya setelah ada pembicaraan antara calon presiden dan DPP. Sebab, sesuai dengan aturan konvensi, pembicaraan soal koalisi dan calon wakil presiden dilakukan calon presiden bersama DPP agar bisa ditetapkan dalam rapat pimpinan. Pengurus pusat Golkar berharap nama calon wakil presiden yang dikantongi Wiranto bisa didiskusikan dengan mereka. Demikian juga hitung-hitungan koalisi.

Jumat malam pekan lalu rencananya hasil penjajakan tim dengan sejumlah partai dan tokoh dibicarakan bersama Wiranto. Tapi rencana batal karena Wiranto berhalangan. "Saya sudah menjelaskan alasan saya ke Bang Akbar dan Bang Akbar bisa menerimanya," ujar Wiranto. Kata Wiranto, timnya belum siap untuk membahas skenario koalisi dengan tim Akbar. Rapat diundurkan ke Senin pekan ini.

Siapa pun pilihan DPP Golkar yang ditawarkan kepada Wiranto sebenarnya bergantung pada pembahasan Senin ini. Rully berharap urusan calon wakil presiden bisa segera diselesaikan minggu depan agar bisa segera dibawa ke Rapat Pimpinan Golongan Karya pada 3 Mei mendatang.

Kalaupun Wiranto bisa membereskan persoalan internal partai dan koalisinya dengan partai lain, itu bukan berarti jalannya jadi semulus jalan tol. Dari luar negeri, ancaman juga datang menghambat.

Kemenangan Wiranto dalam ajang konvensi nyatanya telah memancing reaksi negatif dari luar negeri. "(Kemenangan Wiranto) itu akan menempatkan Timor Timur, Australia, negara-negara Eropa, dan Amerika Serikat dalam hubungan yang kurang menyenangkan dengan Indonesia," kata Menteri Luar Negeri Timor Timur Ramos Horta. Pernyataan keras Ramos ini terkait dengan tudingan pelanggaran hak asasi manusia berat yang dilakukan Wiranto pasca-jajak pendapat di Timor Timur dulu. Beberapa waktu lalu, Serious Crimes Unit Kejaksaan Agung Timor Timur telah mengajukan mosi hukum bagi penangkapan Wiranto.

Memang, langkah telah diambil. Anggota Dewan Penasihat Partai Golkar, Muladi, misalnya, telah diutus untuk memimpin tim khusus buat mengklarifikasi tuduhan pelanggaran hak asasi manusia oleh Wiranto ke luar negeri. Hasilnya memang belum jelas. Tapi Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Ralph L. Boyce, mengaku dapat menerima pencalonan Wiranto sebagai presiden. Padahal Amerika pernah kecewa dengan pengadilan kasus hak asasi manusia di Timor Timur yang melibatkan Wiranto. "Kami bisa bekerja dengan siapa saja yang dihasilkan oleh pemilu yang bebas," kata Boyce.

Persoalan tak sedikit bagi Wiranto. Kemenangan konvensi baru langkah awal. Mr. Whiskey harus pandai-pandai meniti buih menuju pemilu 5 Juli nanti.

Hanibal W.Y. Wijayanta, Widiarsi Agustina, Jobpie Sugiharto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus