Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjelasan Magna Script
SAYA mengucapkan terima kasih atas tulisan berjudul Jalan Pintas Sampah Kampus yang dimuat di Majalah TEMPO Edisi 12-18 April 2004. Hanya, sebagai Direktur Pusat Konsultasi dan Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Magna Script, saya ingin meluruskan beberapa hal karena hasil wawancara yang dimuat tidak sesuai dengan fakta.
Pemberitaan TEMPO mengenai Magna Script cenderung tendensius, dipelintir, atau digiring ke arah negatif. Akibatnya, aspek positif aktivitas Magna Script sebagai pusat konsultasi dan bimbingan skripsi, tesis, dan disertasi tidak tampak sama sekali. Hadirnya lembaga ini sebagai panggilan sejarah atas makin maraknya praktek plagiat di berbagai kampus dinafikan sama sekali. Moto Magna Script ”Kami hadir untuk memerangi plagiat skripsi/tesis” yang kami sertakan pada setiap publikasi tidak dilihat sama sekali sebagai sebuah representasi dari filosofi akademik yang diemban lembaga kami. Aktivitas kami yang menggunakan pendekatan ”bimbingan dan konsultasi” tidak dilihat secara proporsional. Yang justru lebih ditonjolkan, bahkan dipaksakan, adalah aktivitas ”membuatkan”. Kalimat ”…membuatkan makalah atau karya tulis lain” dan ”…membuat skripsi” dalam pemberitaan tersebut adalah bentuk penonjolan yang tendensius dan tidak sesuai dengan fakta serta isi wawancara. Bahkan wartawan Majalah TEMPO tidak menyinggung sama sekali soal makalah.
Yang lebih tragis, TEMPO mengintrodusir program nonreguler yang dikembangkan Magna Script sebagai aktivitas membuatkan skripsi, tesis, atau disertasi. Dalam tulisan itu disebutkan, ”Mereka tinggal terima jadi bab demi bab, sedikit bimbingan untuk menghadapi dosen di kampus, dalam tempo dua bulan semua beres.” Pernyataan ini secara telanjang dapat dipahami bahwa Magna Script membuatkan skripsi, tesis, atau disertasi yang prosesnya dicicil bab per bab, tanpa penelitian lapangan sama sekali, alias datanya fiktif atau dimanipulasi sehingga semua palsu dan plagiat murni. Penyimpulan wartawan seperti ini terasa kejam. Dalam program nonreguler yang dikembangkan Magna Script, rangkaian bimbingan diset sedemikian rupa, dari berdiskusi soal judul, menyusun proposal, merangkai teori, menentukan metode penelitian, melaksanakan penelitian, menganalisis data, menginterpretasi data, sampai pada tahap menyimpulkan dan memberikan saran. Dalam setiap tahap tersebut, peserta bimbingan senantiasa terlibat. Bahkan, dalam tahap penelitian lapangan, setelah memperoleh pengarahan secara memadai, peserta bimbingan bekerja sendirian tanpa didampingi konsultan Magna Script. Jadi, berita tentang program nonreguler itu hasil pelintiran wartawan.
Untuk program bimbingan reguler, TEMPO menyebutkan, ”Untuk menyelesaikan skripsi tingkat S1 cukup dengan 14 kali bimbingan, dijamin beres.” Lagi-lagi kata ”dijamin beres” ini hasil pelintiran. Pihak Magna Script hanya mengatakan sekitar 12-14 kali bimbingan. Soal keberesan, bahkan ada yang mengikuti bimbingan cuma 5 kali sudah beres. Jadi, itu sangat bergantung pada peserta bimbingan. Peserta yang rajin, bersemangat, dan menguasai materi akan cenderung lebih cepat menuntaskan skripsinya.
Mengenai penggunaan istilah ”sampah kampus” bagi peserta bimbingan skripsi, tesis, dan disertasi, itu adalah milik wartawan Majalah TEMPO, bukan dari pihak Magna Script. Ketika kami menyebut mahasiswa bermasalah, wartawan Majalah TEMPO menyodorkan istilah ”sampah kampus” dan kami mengamini dengan kata-kata ”…ya, semacam itulah.” Jadi, hanya semacam itu, bukan yang sesungguhnya. Jika wartawan TEMPO mau sedikit lebih bijak dan bajik, seharusnya penggunaan istilah ”sampah kampus” itu dilakukan dalam tanda petik sehingga tidak bermakna sebenarnya.
Sungguh, kami tidak tega dengan penggunaan istilah itu. Kami lebih suka menyebutnya mahasiswa bermasalah, dari yang ringan sampai serius, dari masalah psikologis (gangguan emosional, neurosis, motivasional, gangguan tidur, dan lain-lain) sampai masalah fisik (gangguan mata, stroke tangan sebelah, dan lain-lain). Dus, sebagian peserta bimbingan di Magna Script memiliki stigma psikis atau fisik yang, apabila tidak memperoleh bimbingan intensif, kecil kemungkinan dapat menyelesaikan tugas akhirnya menyusun skripsi, tesis, atau disertasi.
Mereka dapat dibantu menuntaskan tugas akhir kuliahnya karena di Magna Script memang tersedia tenaga-tenaga kompeten dari berbagai disiplin ilmu, termasuk psikologi, yang dengan profesional, antusias, telaten, dan senang hati siap membantu mereka. Tenaga-tenaga kompeten tersebut tidak hanya memiliki kemampuan material sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing, tapi juga memiliki kemampuan metodologis, menulis, membimbing, dan memotivasi. Peserta bimbingan yang punya problem psikologis serius didekati dengan ancangan psikologis. Jadi, mereka betul-betul didampingi, diasuh, dan dibelajarkan dengan baik. Lebih dari itu, kami juga berusaha mengedepankan nilai-nilai sosial edukasi, terutama bagi para peserta bimbingan yang kurang mampu secara ekonomi agar tetap bisa mengikuti bimbingan.
Widodo
Direktur Pusat Konsultasi dan Bimbingan
Skripsi, Tesis, dan Disertasi Magna Script
Jalan Keuangan Raya CC-4, Rawamangun
Jakarta Timur
— Tulisan tersebut dibuat antara lain berdasarkan hasil wawancara wartawan TEMPO dengan Widodo dari Magna Script. Kami tidak memelintir, apalagi mengutip kalimat yang tidak diucapkan oleh sumber. Red.
Pemusnahan Gula Selundupan
DALAM TEMPO Edisi 12-18 April 2004, H.M. Rienaldo Thamrin menulis, dalam rubrik Surat, rencana pemusnahan gula selundupan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soewandi. Ia berpendapat bahwa rencana tersebut menunjukkan pemerintah tidak punya sense of crisis dan masih memakai paradigma lama, yakni arogansi sektoral, sekaligus tidak berpikir untuk kepentingan bangsa dan negara.
Saya juga sependapat bahwa seharusnya gula selundupan tersebut tidak dimusnahkan. Bagaimanapun, penyelundup-penyelundup gula tersebut mengimpornya dengan menggunakan devisa negara yang sulit didapat.
Kekhawatiran bahwa gula selundupan tersebut akan masuk pasaran Indonesia hingga memerosotkan harga jual gula produksi dalam negeri dapat dimengerti. Kalau gula tersebut dibagikan kepada kaum miskin yang selama ini bukan konsumen gula, di satu pihak hal itu bisa membikin senang mereka, tapi di pihak lain gula yang mereka terima akan dijual untuk dipakai buat membeli beras atau mi instan. Jadi akhirnya masuk pasaran juga.
Untuk mengatasi hal itu, saya berpendapat agar gula selundupan tersebut dijual kepada industri yang menggunakan tetes gula (melase) sebagai bahan baku yang diimpor. Saya telah menjajaki kemungkinan penjualan kepada industri MSG/vetsin, tapi mereka menolak dengan alasan trauma halal-haram. Gula selundupan itu haram hukumnya, begitu pula barang yang dihasilkan dari bahan haram. Jadi, gula tersebut harus dijual kepada industri alkohol/spiritus yang produk akhirnya termasuk barang haram.
Sunarto Prawirosujanto
Jalan Patiunus 8
Jakarta
Jawaban Telkomsel
NYONYA Srimpi Indah Z. mengeluhkan soal status kartu ”prabayar” Simpati seperti yang ditulis di TEMPO Edisi 12-18 April 2004. Kami mengucapkan permohonan maaf atas ketidaknyamanan layanan yang Ibu alami. Pada dasarnya kami sangat berkeinginan menerangkan latar belakang permasalahan yang ingin Nyonya Srimpi ketahui. Tapi kami tidak memiliki dan belum mendapatkan nomor kartu Simpati Nyonya Srimpi, sehingga kami belum bisa mem-follow-up permasalahan ini. Untuk itu, mohon kesediaan Ibu untuk memberikan nomor Ibu melalui Grapari Wisma Mulia (Jalan Gatot Subroto 42, Jakarta) dengan Ibu Erna sebagai contact person Telkomsel atau menghubungi nomor (021) 5250811 ekstensi 4018.
Sebagai informasi tambahan, seperti yang sudah berlaku umum, pada dasarnya kartu ”prabayar” memang tidak memiliki data pemiliknya (berbeda dengan kartu ”pascabayar”). Tapi, dalam hal ini, Telkomsel berupaya mengenal siapa pelanggan kartu ”prabayar”-nya melalui program ”simPATIzone”, yang registrasinya dapat dilakukan melalui tiga cara, yakni via SMS (tulis ”reg”, kirim ke 8888), mengisi formulir, dan melalui www.telkomsel.com.
Suryo Hadiyanto
Corporate Communication Telkomsel
Wisma Mulia Lt. Mezzanine-19
Jalan Gatot Subroto 41, Jakarta
Penjelasan Bandara Soekarno Hatta
KAMI mengakui bahwa layanan taksi di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta, kurang baik, seperti yang disampaikan oleh warga masyarakat yang dimuat berbagai media massa, termasuk TEMPO Edisi 12-18 April 2004. Demi perbaikan layanan kami selanjutnya, kami mohon masukan atau saran dari masyarakat. Untuk itu, izinkan kami menyampaikan beberapa kondisi yang tidak sama dengan bandar udara lain.
Bandar Udara Soekarno-Hatta terletak jauh dari pusat kota dan merupakan daerah operasi taksi secara umum, sehingga taksi (bukan yang berstiker) yang mengantar penumpang ke Bandar Udara Soekarno-Hatta selalu berusaha mencari penumpang lagi dari sana agar tidak rugi. Di bandara lain, begitu keluar, taksi sudah langsung berada di daerah operasi taksi. Karena itulah taksi nonstiker akan mencari penumpang. Mereka rela berputar-putar di bandara untuk memperoleh penumpang. Hal ini akan mengurangi jumlah rit per harinya bagi taksi resmi berstiker. Dari kemungkinan mendapat 4 rit sehari dapat turun menjadi 2 atau 1 kali dalam sehari, sehingga perolehan sehari sangat kurang, sementara mereka harus menyetor. Ini adalah salah satu penyebab beberapa sopir ”mengajak kompromi tanpa argo” dan ini tidak benar.
Banyaknya perusahaan taksi yang beroperasi di Bandar Udara Soekarno-Hatta merupakan upaya untuk menghilangkan praktek monopoli. Konsekuensinya, lebih kompleks pengaturannya.
Taksi Bandar Udara Soekarno-Hatta (berstiker), agar tertib tidak berebut, diatur dengan sistem ”Datang Dulu Melayani Dulu” (DDMD), sehingga mereka mengantre di pengendapan. Karena kesabaran mengantre dalam mengupayakan ketertiban ini, sopir diberi kompensasi (surge charge) yang ditanggung penumpang. Kompensasi ini terdiri atas tiga kategori, yaitu jarak dekat Rp 10.500, jarak sedang Rp 9.000, dan jarak jauh Rp 7.500, sesuai dengan SKEP Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.KU.506/DRJD/98. Jadi, beban penumpang secara resmi dengan menggunakan taksi berstiker adalah surge charge (Rp 10.500, Rp 9.000, atau Rp 7.500) ditambah tarif tol sesuai dengan tujuan serta tarif sesuai dengan argometer. Semua itu diserahkan sepenuhnya kepada sopir sampai di tujuan.
Setiap kendaraan, termasuk taksi, yang masuk ke area Bandar Udara Soekarno-Hatta sampai saat ini tidak harus membayar alias gratis, sehingga jumlah kendaraan masuk (walaupun tidak berkepentingan) menjadi relatif lebih banyak (tanpa risiko membayar), termasuk taksi nonstiker yang berputar-putar.
Dalam waktu dekat, sebagai bagian dari instansi pemerintah, kami akan kembali mengundang para pemimpin perusahaan taksi untuk bersama-sama membahas dan mencari solusi setidaknya untuk meminimalisasi hal-hal negatif yang terjadi dalam pelayanan taksi dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, juga atas adanya isu sopir tembak.
A. Moersantoso
Kantor Administrator Bandar Udara International Jakarta
Soekarno-Hatta
Kiat Mengobati Diabetes
HIDUP sehat merupakan dambaan setiap insan. Mungkin menjaga agar tubuh selalu dalam kondisi terbaik tidaklah mudah. Budaya sehat hendaknya selalu kita jaga dan kita lestarikan, seperti berolahraga, istirahat cukup, dan makan makanan sehat.
Salah satu anggota keluarga kami, yang kurang memperhatikan cara hidup sehat, pernah mengalami sakit diabetes selama tiga tahun. Kadar gulanya mencapai 372, kolesterol 642, trigliserida 486, gairah seks menurun, nyeri seluruh tubuh, lesu, mudah lelah, dan berat badan terus menurun, dari 76 kilogram menjadi 60 kilogram. Berbagai upaya pengobatan dilakukan, dengan obat dalam maupun luar, jamu, dan berbagai terapi pijat, tapi tidak juga menampakkan hasil.
Pada akhirnya beliau mendapatkan alternatif penyembuhan kencing manis dengan menaati olahraga (jalan kaki rutin), selalu berpikir optimistis, selalu gembira, menaati anjuran dokter, mengendalikan stres, mengurangi makanan dan minuman berlemak, dan rutin minum kefir bening 3 kali 200 mililiter tiap hari. Lima belas hari kemudian, kadar gulanya turun menjadi 166 sewaktu, kolesterol 206, trigliserida 408, seks kembali normal, nyeri hilang, badan energetik, dan berat badan naik 3 kilogram. Pada hari ke-25, kadar gulanya menjadi 101 sewaktu, kolesterol 160, trigliserida 99, seks semakin hot, dan berat badan bertambah 2,5 kilogram (kopi lembar hasil lab terlampir).
Setelah dua bulan beliau rutin melakukan cara di atas, semua keluhan benar-benar hilang dan kondisi serta berat badan kembali seperti semula. Semoga ada manfaatnya.
Arief Yuniardi
Bumi Wana Mukti Blok I.2/9
Sambiroto, Tembalang
Semarang
Keluhan Penumpang Blue Bird
PADA 16 April 2004, sekitar pukul 10.30-11.00, saya dan keempat teman saya seperti biasa pulang kuliah menggunakan taksi. Kami merupakan pelanggan setia group taksi Blue Bird karena perusahaan ini memiliki citra yang baik dalam hal keamanan dan kenyamanannya.
Namun, pada hari itu, pandangan kami mulai berubah karena kejadian berikut ini: Kami naik taksi Morante (Blue Bird Group) ke arah Grogol, Jakarta Barat, dengan nomor pengemudi 28834, NM 085, B-2085-QR. Di tengah perjalanan, kami berlima bersenda gurau dan sempat tertawa terbahak-bahak. Awalnya, si sopir sempat menegur kami. Kami sempat merasa tidak enak. Namun kami berpikir sepertinya sopir itu hanya bercanda dengan perkataannya karena ia menegur kami sambil tersenyum. Lagi pula salah satu di antara kami sempat mengajak sopir itu bercanda dan ia baik-baik saja.
Lalu kami meneruskan senda gurau kami dan tertawa terbahak-bahak lagi. Namun sopir itu berteriak kepada kami dan melontarkan kata-kata makian yang menurut kami sangat tidak layak untuk diucapkan, apalagi terhadap kaum perempuan. Masa, kami disamakan dengan binatang? Spontan kami kaget dan terdiam tidak menyangka bahwa sopir taksi dapat berkata demikian terhadap penumpangnya.
Karena kami takut selanjutnya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan, karena pada saat itu situasi jalan tidak memungkinkan kami untuk menghentikan taksi, kami memutuskan untuk diam di sisa perjalanan.
Menurut kami, sopir itu dapat saja berbicara baik-baik dan menahan emosinya.
Kiranya pihak Blue Bird perlu memperhatikan cara kerja karyawannya, agar hal yang sama tidak terjadi pada pelanggan Blue Bird yang lain. Kami harap pula pengalaman ini menjadi masukan yang berharga untuk Blue Bird.
Friska Litiani
Jakarta Barat
Harapan terhadap Wakil Rakyat
PEMILIHAN umum baru saja usai. Konon, ini pemilu yang paling demokratis yang pernah berlangsung di Tanah Air. Namun, cukup disayangkan, prakteknya masih saja diwarnai money politics, pemalsuan ijazah, kecurangan penghitungan suara, dan sebagainya. Meski demikian, banyak rakyat kecil berharap semoga pemilu kali ini bisa melahirkan sosok-sosok anggota legislatif yang benar-benar bersih dari kebusukan serta bisa menyuarakan dan mewakili suara rakyat.
Bagi rakyat kecil, sejatinya tidak banyak yang dituntut dari para anggota DPR. Cukuplah para anggota parlemen terpilih berjanji kepada diri sendiri bahwa mereka benar-benar akan mengabdikan diri demi pembangunan bangsa yang dilanda berbagai kemelut krisis yang berkepanjangan ini. Jika niat para anggota legislatif tulus, insya Allah, Tuhan Yang Mahakuasa pasti berkenan merestuinya.
Jika niat para calon anggota legislatif sekadar menginginkan kursi, jabatan, dan menimbun kekayaan materi pribadi, niscaya hanya akan membuat kondisi negara ini semakin hancur.
Lihatlah keadaan negeri ini. Betapa pelaku korupsi-kolusi-nepotisme semakin merajalela merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan; angka pengangguran dan korban pemakai narkoba terus meningkat dan seterusnya.
Politisi yang kebetulan terpilih sebagai anggota dewan semestinya sudi dan berani mengorbankan dana pribadi bagi kesejahteraan rakyat, sebagaimana yang mereka lakukan tatkala berkampanye. Jika hal itu belum memungkinkan, setidaknya mereka bisa tampil di tengah masyarakat sebagai sosok manusia yang santun, berbudi pekerti, jujur, amanah, dan punya berbagai sikap terpuji lainnya yang bisa menjadi contoh figur teladan bagi masyarakat banyak.
ERWIN SIREGAR, S.H.
Jalan Kapten Muslim 38-C
Medan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo