Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menjelajahi Estetika baru

SEPANJANG 2017, sejumlah pencapaian dalam bidang seni dan sastra disuguhkan pelaku seni, baik tua maupun muda. Itu menggembirakan karena membuktikan bahwa dunia seni kita tak henti-hentinya melakukan eksplorasi. Dunia seni dan sastra seyogianya memang tak stagnan atau beku. Selalu ada gairah keberanian menjelajahi kemungkinan wilayah-wilayah artistik baru. Maka pergulatan utama dalam seni dan sastra adalah pergumulan melawan klise. Setelah menyeleksi, mendiskusikan, dan memperdebatkan dengan para kritikus seni dan sastra, Tempo memilih beberapa seniman sebagai tokoh sastra dan seni pilihan Tempo. Dalam karya mereka pada 2017, Tempo menemukan keberanian bereksperimen, keberanian mengeksekusi gagasan yang langka, atau keberanian berkolaborasi. Tidak asal berbeda atau nyeleneh, tapi inovasi itu dilakukan dengan kematangan, pertimbangan, dan keterampilan sungguh-sungguh. Inilah tokoh seni 2017 pilihan Tempo.

14 Januari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pancaran kubah akrilik dan ratusan lampu LED membentuk bayangan indah di langit-langit Paviliun Indonesia, baik di Arsenale, Venezia, maupun di lantai 6 Senayan City, Jakarta. Pada saat bersamaan, kamera pengawas di atas mesin merekam dan saling mengirim obyek video secara langsung. Rekaman itu kemudian dipantulkan membentuk bayangan yang sama. Bayangan manusia di Paviliun Indonesia di Arsenale adalah pancaran orang-orang di Senayan City. Begitu pula sebaliknya.

Melalui prinsip konektivitas itulah perupa Tintin Wulia mengajak penonton pameran berinteraksi dengan mesin instalasi seninya yang bekerja secara simultan. Mesin itu mentransmisikan gerakan manusia yang mendekat dan menjauh ke obyek kubah. Sensor akan menghidupkan lampu yang membentuk tiga kata: "We", "Are", dan "Not Alone", dengan ejaan terbalik.

Tintin memamerkan karyanya yang menautkan seni, kamera, akses Internet, dan layar video secara digital itu di Paviliun Indonesia di aula Arsenale, Venezia, Italia, pada Mei-November 2017. Di aula itu, tersaji tiga proyek kembar Tintin, yaitu "Not Alone", "Under the Sun", dan "1001 Martian Homes". Disebut kembar karena Paviliun Indonesia itu identik dengan ruang pamer di lantai 6 Senayan City, Jakarta. Walau berada di lokasi berbeda dan waktu yang tidak sama, pengunjung dapat berinteraksi secara real time melalui proyeksi video yang terhubung dengan Internet. Karya instalasi itu berkisah tentang kenyataan dan masa depan kelangsungan hidup manusia yang berinteraksi.

Karya instalasi Tintin Wulia, yang mewakili Indonesia di Biennale Venezia ke-57, merupakan satu di antara puluhan karya seni rupa yang kami anggap menarik pada 2017. Seperti tahun-tahun lalu, di awal Januari ini, kami berusaha menengok perkembangan dunia seni dan sastra pada tahun sebelumnya. Kami memilih karya-karya seni dan sastra yang kami anggap inovatif, menyegarkan, serta membuka kemungkinan-kemungkinan artistik baru. Untuk penjurian seni, sastra, dan musik pilihan Tempo 2017 ini, kami mengundang pengamat sastra dan penulis Seno Gumira Ajidarma, kritikus sastra Zen Hae, pengamat seni rupa Hendro Wiyanto, pengamat seni pertunjukan Bambang Bujono, serta pengamat musik David Tarigan.

Selain karya Tintin, sepanjang 2017 di dalam negeri berlangsung beberapa pameran seni rupa yang kuat. Di antaranya yang kami perhatikan adalah pameran Mulyono ("Geger Pabrik Gula"), Akiq A.W. ("Patung KB"), Aliansyah Chaniago ("The Sky is Portable"), Wiyoga Muhardanto ("3-in-1"), serta pameran Made Wianta dan Hanafi tentang Pulau Run. Lalu juga pameran tunggal Windi Apriani bertajuk "Tracing the Subtle Signs" di Edwin’s Gallery, Jakarta, pada 24 Januari-4 Februari 2017. Windi menampilkan gambar dirinya sendiri-dengan berbagai pose serta suasana hening dan meditatif. Di antaranya pose duduk di dekat jendela. Ia menggunakan bolpoin bernuansa ungu di atas kanvas yang sangat halus.

Lewat karyanya itu, Windi mengembalikan lagi teknik menggambar dengan bolpoin, yang sudah dianggap kuno dan jarang digunakan perupa. Teknik menggambar Windi tinggi. Gambarnya ada yang seperti diambil dengan kamera speed lambat. Juga ada yang seperti diambil dengan kamera yang menjepret obyek secara double exposure moving. Secara keseluruhan, suasana dalam gambar-gambar Windi mistis, memancarkan atmosfer auratic. Ada intimasi, suatu kecenderungan yang lama hilang dari karya seniman. Windi berani berpaling dari tren mutakhir seni rupa. Tapi idenya tetap kontemporer

Dari sekian karya itu, setelah melalui diskusi cukup liat, kami akhirnya memutuskan instalasi On Paradise karya Jompet Kuswidananto sebagai karya seni rupa terbaik pilihan Tempo 2017. Instalasi multimedia karya seniman asal Yogyakarta itu ditampilkan di Museum MAC’S Grand-Hornu di Kota Mons, Belgia, dalam rangka Festival Europalia Indonesia. On Paradise menampilkan empat karya yang saling mengikat: lampu kristal yang terserak, buku Sunda Straits Miracles, video proyeksi, dan instalasi tambur.

Di ruang pamer itu, lampu-lampu kristal yang masih menyala berserakan di lantai, pecah, dan saling tumpuk. Di dinding ruangan, terdapat video yang menampilkan semburan-semburan lumpur disertai nyanyian tentang jihad. Sebuah "buku tua bergambar" berjudul Sunda Straits Miracles 1850-1888 ditaruh di atas meja kecil. Lalu ada instalasi tambur-tambur yang berbunyi sendiri. Keempat karya itu semula tampak berdiri sendiri. Tapi, begitu kunci ditemukan, maknanya mengikat satu sama lain. Terasa konteks sosial yang kuat.

On Paradise bercerita tentang individu atau masyarakat yang memperjuangkan apa yang mereka anggap sebagai dunia ideal. "On Paradise adalah karya Jompet yang merakit lapisan-lapisan ketegangan dan unsur-unsur kontradiktif antara iman dan nalar," kata Hendro Wiyanto.

Dunia sastra 2017 diwarnai dengan munculnya beberapa novelis dan penyair muda yang berani bereksperimen dalam bentuk. Mereka menyuguhkan kesegaran dan kebaruan dalam pengolahan estetik. Dari ratusan karya sastra, kami memilih tujuh besar prosa dan tujuh besar kumpulan puisi. Tujuh besar prosa pilihan kami adalah 24 Jam Bersama Gaspar (Sabda Armandio), Sungging (Alan T.H.), Buku Merah (Nirwan Dewanto), Semua Ikan di Langit (Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie), Alkudus (Asef Saeful Anwar), Telembuk (Kedung Darma Romansha), dan Gentayangan (Intan Paramaditha).

Adapun tujuh besar kumpulan puisi pilihan kami adalah Di Ampenan, Apa Lagi yang Kau Cari? (Kiki Sulistyo), Badrul Mustafa, Badrul Mustafa, Badrul Mustafa (Heru Joni Putra), Rekaman Terakhir Beckett (Ari Pahala Hutabarat), Manurung: 13 Pertanyaan untuk 3 Nama (Faisal Oddang), Pemanggil Air (Jamil Massa), Kembang Sepasang (Gunawan Maryanto), dan Buku Latihan Tidur (Joko Pinurbo).

Setelah melalui tukar argumentasi yang panjang, pilihan prosa akhirnya mengerucut pada tiga kandidat: Semua Ikan di Langit, Telembuk, dan Gentayangan. Novel Semua Ikan di Langit karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie unik. Naratornya sebuah bus. Cerita mengalir berdasarkan penuturan bus. Sedangkan Telembuk karya Kedung Darma Romansha menyuguhkan perincian yang cukup mendetail tentang alam Indramayu dan fenomena pelacuran di kawasan Pantai Utara.

Adapun Gentayangan menampilkan prosa dengan alur beragam. Banyak alur alternatif, yang berlangsung simultan. Boleh dibilang, format novel ini memang tak biasa. Intan tak hanya membuat satu alur cerita linier yang berakhir pada satu penutup. Ia merancang 11 alur cerita dan membuat 15 versi penutup. Pembaca novel dapat menentukan sendiri alur yang diinginkan dan melihat bagaimana alur itu berakhir. Jadi pembaca bisa memilih sendiri plotnya.

Hal-hal itulah yang akhirnya membuat kami sepakat menobatkan novel Gentayangan sebagai karya sastra bidang prosa terbaik pilihan Tempo 2017.Untuk kumpulan puisi, kami sepakat memilih Badrul Mustafa, Badrul Mustafa, Badrul Mustafa karya Heru Joni Putra. Puisi-puisi Heru dalam buku ini berhasil menampilkan kekuatan khazanah lokal-nasional dengan perspektif atau pengucapan yang menyegarkan. "Penyair tidak hanya dekat dan menyelam ke dalam khazanah kampung halaman, tapi juga berjarak dan bersikap kritis terhadap apa-apa yang telah menjadi kebenaran umum," kata Zen Hae.

Cara Heru membolak-balik susunan pepatah-petitih Minangkabau kerap memberi kita humor yang segar. Dengan menggunakan satu tokoh sentral, Badrul Mustafa, Heru secara konsisten menimbang kembali apa yang sudah telanjur diagungkan dalam tradisi Minangkabau. Ia kemudian tidak hanya mengkritik tradisi, tapi juga bermain-main dalam tegangan antara menaati dan memberontak terhadap konvensi. Puisi-puisi Heru bergerak lincah, keluar-masuk, antara berlagu dan berkisah. "Kita juga patut bergembira karena semua itu ia tuturkan dengan kejernihan dan kelincahan bahasa Indonesia yang di atas rata-rata," ujar Zen.

Akan halnya seni pertunjukan, dari puluhan pentas sepanjang 2017, pilihan kami mengerucut pada komposisi gamelan Rahayu Supanggah untuk film bisu Setan Jawa karya Garin Nugroho. Komposer gamelan Rahayu Supanggah tampil sangat menonjol dengan komposisi untuk film Setan Jawa itu. Panggah-sapaan akrabnya-bersama timnya memainkan secara langsung gamelan di depan layar sebagai musik pengiring. Komposisinya menjadikan film bisu hitam-putih tentang dunia perklenikan Jawa era kolonial itu jauh lebih hidup dan impresif.

Pertunjukan itu punya tingkat kesulitan tinggi karena Panggah harus menyesuaikan komposisinya dengan adegan demi adegan. Komposisi itu membawa kita ke berbagai kekayaan suasana: megah, syahdu, magis, gembira, takut akan ajal, dan sebagainya. Meski sebagai pengiring, komposisi musiknya dapat dinikmati sebagai pertunjukan tersendiri di luar film. Poin-poin itulah yang membuat kami sepakat menobatkan Rahayu Supanggah sebagai tokoh seni pertunjukan Tempo 2017.

Di bidang industri rekaman musik, kami mengamati tahun 2017 diwarnai dengan munculnya sejumlah musikus folk yang mencuri perhatian, seperti Jason Ranti, Sisir Tanah, dan Iksan Skuter. Dengan bermodalkan gitar kopong dan harmonika, mereka melontarkan kritik sosial lewat lirik-lirik satire lagu folk. Mereka juga merilis album baru.

Selain para musikus folk itu, sejumlah musikus Indonesia merilis album pada 2017. Beberapa di antaranya album debut. Awalnya kami menyeleksi puluhan album. Kami kemudian menyaringnya menjadi sepuluh album. Dari sepuluh album itu, kami memilih satu untuk dinobatkan sebagai album terbaik pilihan Tempo 2017. Setelah melalui diskusi cukup panjang, tiga album menjadi kandidat kuat: Akibat Pergaulan Blues (Jason Ranti), Lintasan Waktu (Danilla), dan Spectrum (Heals).

Kami cukup sulit menentukan pilihan karena ketiganya sama-sama memiliki kekuatan dan kelemahan. Akhirnya, kami memilih Lintasan Waktu dari Danilla. "Lintasan Waktu merupakan hasil dari proses kedewasaan. Babak baru dalam kehidupan seorang Danilla," ujar David Tarigan. Album ini berhasil menerjemahkan ekspresi katarsis Danilla lewat paduan talenta mencipta lagu dan timbre suaranya yang khas, plus tafsir musik yang mengagumkan bersama Lafa Pratomo dan Aldi Nada Permana. Lintasan Waktu lebih terasa menjadi sebuah album rekaman singer-songwriter. Album ini lebih personal, lebih dewasa. "Ekspresinya jauh lebih dalam jika dibandingkan dengan album pertama, Telisik," ujar David.

Pembaca, inilah karya seni rupa, pertunjukan, prosa, kumpulan puisi, dan album musik pilihan kami 2017. Yang pasti, dengan tradisi tahunan ini, kami ingin seniman bisa punya mistar untuk mengukur diri. Termasuk mengukur laju pencapaian mereka dari tahun ke tahun.


Tim Liputan Khusus Tokoh Seni Tempo 2017

Penanggung Jawab: Seno Joko Suyono | Pemimpin Proyek: Nurdin Kalim | Dewan Juri dan Penulis: Seno Joko Suyono, Nurdin Kalim, Moyang Kasih Dewimerdeka, Prihandoko, Diko Oktara, Mustafa Ismail, Kurniawan, Seno Gumira Ajidarma, Zen Hae, Bambang Bujono, Hendro Wiyanto, David Tarigan | Penyunting: Seno Joko Suyono, Nurdin Kalim | Penyumbang Bahan: Dian Yuliastuti, Ahmad Rafiq (Solo)| Bahasa: Uu Suhardi, Iyan Bastian, Heru Yulistiyan | Foto: Jati Mahatmaji | Riset: Evan Koesumah, Danni Muhadiansyah | Desain: Eko Punto Pambudi, Djunaedi, Kendra Paramita, Rudy Asrori, Tri Watno Widodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus