Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ruang kerja itu terlihat kosong. Bertumpuk buku dan berkas yang semula berjejer di lemari telah diangkut ke mobil Kijang gelap yang teparkir di halaman Gedung Utama Departemen Keuangan, Jakarta Pusat. Sejumlah lukisan di dinding juga telah ditanggalkan. Foto-foto berpigura yang diturunkan telah dibungkus rapi dengan koran dan diusung keluar.
Di tengah ruangan, tinggal Jusuf Anwar yang terlihat sibuk membereskan meja. Mengenakan batik lengan pendek warna biru, mantan Menteri Keuangan itu terlihat santai. Beberapa berkas di meja kerjanya masih tertumpuk. Di ruangan itu tampak layar monitor ukuran 54 inci yang terus menampilkan perkembangan pasar modal dan pasar uang di dalam dan luar negeri. ”Beginilah ruangan kerja saya,” kata Jusuf Anwar sambil memandang sekeliling ruangan di lantai 3 gedung di kawasan Lapangan Banteng itu.
Selasa pekan lalu itu adalah hari terakhir pria berusia 64 tahun ini berkantor di kawasan Lapangan Banteng. Sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan nama Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang baru, kegiatan Jusuf Anwar praktis tak banyak lagi. Hari itu dimanfaatkan Jusuf untuk berpamitan kepada para stafnya di lingkungan Departemen Keuangan, berkemas-kemas, dan melayani para wartawan. ”Saya ingin ruangan ini seperti ketika saya masuk dulu. Awalnya bagus, akhirnya juga harus bagus,” ujarnya.
Saat pamit, Jusuf Anwar meminta anak buahnya tetap bekerja sesuai dengan sistem dan ketentuan, juga budaya baru. ”Saya ingatkan soal kerja jangka pendek dan bagaimana mengawali 2006 dengan melangkah ’on the track’ sesuai undang-undang,” ujarnya. Satu per satu semua karyawan disalaminya, dari pejabat eselon I hingga petugas keamanan.
Setahun menjadi menteri, Jusuf mengaku tak puas dengan capaian kerjanya. Masih banyak beban yang belum diselesaikan. Dari soal otoritas fiskal, juga sejumlah RUU yang harus dirampungkan: RUU Pabean, Pajak, dan Cukai. Lalu juga soal APBN. ”Ini jadi tugas Menteri Keuangan yang baru,” katanya. Adapun dari yang sudah dicapai, Jusuf Anwar merasa langkah paling berat yang dihadapinya adalah menaikkan harga BBM. ”Meski keputusan bersama, itu paling berat buat saya,” ujarnya. ”Tapi sudah selesai, kok.”
Soal sikapnya yang sering berbeda dengan tim ekonomi kabinet lainnya, mantan Direktur Eksekutif Asian Development Bank itu mengaku secara pribadi tak jadi masalah. Jusuf lantas menceritakan kunjungannya pagi itu ke rumah Sri Mulyani di kompleks perumahan menteri di Widya Chandra, Jakarta Selatan. Kepada penggantinya itu, Jusuf membawakan daging rusa, hasil buruan kawan dekatnya. ”Maksudnya, agar larinya bisa kencang dalam mengejar pembangunan, ha-ha-ha,” kata Jusuf terbahak.
Ia mungkin merasa tugas barunya tak lagi menuntutnya harus berlari kencang. Ketika dihubungi Presiden Yudhoyono pada Senin petang, Jusuf menerima pemberitahuan penugasan barunya sebagai duta besar di sebuah negara di kawasan Asia. ”Tak jauh dari sini. Masih di Asia, sekitar tujuh jam terbang dari sini,” katanya berteka-teki.
Sambil menunggu proses pelantikan di tugas barunya itu, Jusuf Anwar berencana kembali ke kampus, mengajar ekonomi di Universitas Padjadjaran, Bandung. Tapi dalam sepekan terakhir ia ingin berlibur dulu. ”Masih banyak soal pribadi yang belum saya kelarkan karena kesibukan menjadi menteri,” ujarnya.
Adapun bekas Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab tak seberuntung Jusuf. Sejak diberi tahu posisinya digantikan Aburizal Bakrie, mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Alwi tak sempat lagi mengemasi meja kerjanya. Selasa petang, Alwi harus segera terbang ke Mekah, Arab Saudi. Ia harus menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi OKI pada 8-9 Desember, mewakili Presiden dalam menjalin kerja sama ekonomi dengan negara Timur Tengah dan organisasi Islam. Itulah tugas pertamanya sebagai penasihat dan perwakilan khusus pemerintah di Timur Tengah. Bukan cuma tak sempat membereskan meja, serah-terima jabatan pun akhirnya ditunda. ”Menunggu pulang dari Mekah,” katanya.
Kegiatan terakhirnya sebagai menteri koordinator adalah memimpin rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat di kantornya, Selasa siang lalu. Dari 11 menteri yang diundang, delapan menteri tercatat hadir. Di antaranya, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Menteri Kesehatan Siti Fadillah, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, dan Menteri Negara PAN Taufiq Effendi.
Rapat yang sedianya membahas progress report program kesra tahun 2005 itu ternyata berubah jadi pesta perpisahan. Hanya satu jam Alwi memimpin rapat rutin itu, selebihnya tawa dan canda terdengar di setiap sudut. Kepada rekan sejawatnya itu, Alwi berpamitan. Lalu, adegan peluk antarsesama menteri ini pun terjadi. Rapat koordinasi yang sedianya digelar hingga malam terpaksa berhenti. Soalnya, begitu petang datang, Alwi bergegas ke bandara.
Yang tak perlu bergegas adalah Andung Nitimihardja. Tugas baru mantan Menteri Perindustrian ini masih belum jelas. Presiden Yudhoyono hanya memberi tahu posisinya akan digantikan Fahmi Idris dan, dalam waktu dekat, ia akan segera diminta menghadap Presiden untuk diberi pengarahan soal tugas barunya kelak. Meski begitu, mantan Komisaris PT PLN ini mengaku tak ambil pusing.
Ketika kabar ia bakal diganti bertiup kencang, Senin pekan lalu, Menteri Andung malah sibuk menggelar rapat dengar pendapat dengan Komisi Perindustrian dan Perdagangan DPR. Di acara itu, Andung memaparkan hasil kerjanya selama setahun. Sayang, tak banyak anggota DPR yang hadir meski Andung tampil dengan tim penuh. ”Kami berhasil memenuhi target pertumbuhan industri sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah 2004-2009. Sampai triwulan ketiga tahun ini, pertumbuhan industri 6,76 persen,” kata Andung. Target tahun ini memang 6,8 persen.
Ia juga melaporkan penataan struktur organisasi di Departemen Perindustrian yang dilakukan setelah berpisah dengan Perdagangan. Dengan berbagai pencapaian selama satu tahun ini, mantan Wakil Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini mengaku bisa keluar dari kabinet dengan kepala tegak. Alumni Institut Pertanian Bogor tahun 1975 ini juga mengaku tak khawatir kendati dituding terkait dengan kasus tantiem PLN, yang kini tengah ditangani Kejaksaan Agung. Ia masih menunggu tugas baru dari Presiden.
Widiarsi Agustina, Retno Sulistyowati, Sutarto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo