Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman

31 Juli 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Amran Sulaiman menyedot perhatian. Gebrakannya bersama Satuan Gugus Tugas Pangan menggerebek gudang pabrik penggilingan beras PT Indo Beras Unggul di Bekasi pada Jumat dua pekan lalu membuat kehebohan. Ahli ilmu statistik dari Universitas Hasanuddin, Makassar, itu berkilah bahwa gebrakan harus dilakukan untuk membenahi tata niaga pangan. "Keuntungan harus terdistribusi adil dan proporsional," kata Amran kepada Agus Supriyanto dan Ali Nur Yasin dari Tempo, di kantornya, Selasa pekan lalu.

Apa kesalahan PT Indo Beras Unggul?

Itu kewenangan polisi. Kami tidak boleh berasumsi. Kami sepakat bahwa proses hukum yang mengkomunikasikan adalah polisi. Kementerian Pertanian berbicara masalah disparitas harga, termasuk masalah penataan rantai pasokan. Jadi persoalan rantai pasokan komoditas beras salahnya di mana?

Kita berbicara umum dulu. Masalah rantai pasok ini adalah disparitas harganya sangat tinggi. Beras dibeli di petani dengan harga Rp 7.000 per kilogram, sementara gabah Rp 4.000. Tapi kenapa jatuhnya di pasar Rp 20 ribu, bahkan ada yang Rp 25 ribu? Selisihnya lebih dari Rp 12 ribu sampai Rp 18 ribu. Sedangkan petani untungnya hanya 10 persen. Padahal mereka yang berjibaku selama tiga bulan.

Tapi harga beras tentu mengikuti mekanisme pasar….

Bukan. Kalau petani hanya untung katakanlah seribu rupiah, tapi mereka untung Rp 13 ribu, mana lebih banyak? Apakah adil?

Mekanisme pasar itu salah?

Secara etika dan moral bagaimana?

Ini urusan bisnis. Apakah pemerintah harus ikut campur?

Ada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. Kementerian Pertanian ingin keuntungan terdistribusi adil dan proporsional. Ingat, petani tulang punggung di lapangan. Kalau ada banjir dan hama, mereka tanggung sendiri. Berjibaku sendiri tiga bulan. Semua risiko ditanggung. Kemudian terjadi disparitas harga Rp 13-18 ribu. Konsumen jadi membayar mahal.

Benarkah ada laporan dari pengusaha penggilingan kecil yang kalah bersaing dengan pengusaha besar?

Saya belum sampai sana. Tapi itu benar terjadi. Dia beli gabah lebih tinggi dari petani, kelihatan petani untung, tapi dia membunuh kiri-kanan. Perusahaan kecil nanti bisa mati semua. Saya ingin petani sejahtera, pedagang untung, konsumen tersenyum. Muaranya nanti inflasi menurun, kemiskinan menurun.

Kapasitas gudang PT Indo Beras Unggul 2.000 ton, artinya tidak terlalu besar….

Angka 2.000 ton untuk satu gudang itu kalau diputar kan besar sekali. Dan tidak hanya satu. Saya selalu bercerita lingkup nasional. Makanya, kerugiannya Rp 10 triliun. Angka itu saya ambil 2,2 persen dari 45 juta ton produksi beras. Misalkan disparitasnya Rp 10 ribu per kilogram, kalikan 1 juta ton, hasilnya sekitar Rp 10 triliun.

Polisi bilang kerugian ratusan triliun?

Yang dimaksud ratusan triliun itu disparitasnya. Perhitungannya, kalikan total produksi 45 juta ton dengan disparitas yang normal seluruh Indonesia Rp 3.500 per kilogram. Hasilnya Rp 161 triliun. Yang bikin pusing, mereka yang memprotes angka itu tidak bisa membedakan ton dengan kilogram.

Anda bilang ada kelebihan luas tanam tahun ini, tapi kenapa stok beras Bulog tidak tercapai?

Siapa bilang? Sampai hari ini, ada 1,7 juta ton. (Amran lalu menelepon Direktur Pengadaan Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh, menanyakan berapa stok saat ini. Tri menjawab stok per hari itu 1,7 juta ton, cukup untuk kebutuhan delapan bulan. Setiap hari masih bisa masuk 15-16 ribu ton per hari.)

Anda dikabarkan ketar-ketir karena stok Bulog hanya 1,2 juta ton pada awal Juli sehingga meminta Indo Beras Unggul membantu Bulog, tapi ditolak….

Bajingan betul orang yang menyebarkan isu ini. Anda kan dengar sendiri omongan Direktur Bulog.

Ada gudang lain yang dipantau?

Setelah reda yang ini, baru yang lain. Tidak boleh berhenti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus