Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ratusan karung beras dalam belasan merek kemasan dipajang rapi di gerai retail modern Hypermart, Cibubur Junction, Jakarta Timur. Beras kemasan Cap Ayam Jago dan Maknyusmerek yang sedang menjadi sorotan dua pekan terakhirdisusun di satu sudut bersama merek Jatisari dan Desa Cianjur. Empat merek beras produksi Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk itu mengisi hampir seperempat ruang etalase.
Beras dalam kemasan premium ini menyasar pembeli kelas menengah-atas, yang memang kerap berbelanja di salah satu mal terbesar di kawasan Jakarta bagian timur tersebut. "Harganya cukup tinggi, tapi banyak yang beli," kata Ella, penjaga toko. Salah satu beras yang harganya tinggi itu Topi Koki, dibanderol Rp 500.900 per 20 kilogram.
Produk beras kemasan bermerek sudah masuk ke minimarket dan kios-kios beras tradisional. Salah satunya Toko Beras Anugerah Lestari di Jalan Alternatif Transyogi, Cimanggis, Depok. Di toko ini, beras premium bersaing dengan beras curah. "Yang premium dari perusahaan besar," ujar Andy, penjaga toko.
Beras premium baru ngetren empat tahun belakangan. "Seiring dengan naiknya kelas menengah, permintaan ke produk berkualitas meningkat," kata Direktur Utama PT Tiga Pilar Sejahtera Food Stefanus Joko Mogoginta di kantornya, Jumat pekan lalu.
Peluang inilah yang dilirik para produsen beras. Grup Tiga Pilar salah satu yang berhasil mengambil segmen ini paling awal. Produsen produk makanan berbasis mi itu memulai ekspansi ke pabrik pengolahan beras pada 2012. Aksi perseroan ini melibatkan produsen mesin Satake Corporation (Japan), Jiangsu Muyang Group Co (Cina), dan The GSI Group LLC (Amerika Serikat).
Dengan mesin penggilingan yang canggih, produksinya lebih efisien dan berkualitas. Saat ini, Tiga Pilar memiliki tiga pabrik dengan kapasitas terpasang 480 ribu ton. "Kami mulai mengakuisisi penggilingan enam tahun lalu," ujar Direktur PT Indo Beras Unggul, anak usaha Tiga Pilar, Jo Tjong Seng. Di tahap awal, produk mereka mengisi supermarket saja, tapi kini sudah merangsek ke pasar-pasar tradisional.
Pada 2015, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Tiga Pilar mengumumkan menyiapkan dana Rp 7 triliun untuk ekspansi beras hingga 2020. Dengan dana tersebut, perseroan ingin menggenjot kapasitas produksi hingga 2 juta ton atau 5 persen pangsa pasar beras nasional. Modernisasi itu diikuti pabrik lain. Walhasil, persaingan makin ketat karena produsen bertambah banyak.
Joko Mogoginta mencatat ada enam pabrikan bermain di kelas premium. Ia mendefinisikan premium sebagai beras yang mencantumkan Standar Nasional Indonesia. Selain Tiga Pilar, ada PT Buyung Poetra Sembada, PT Padi Unggul Indonesia, PT Lumbung Padi Indonesia, PT Sumber Energi Pangan, dan BUMN PT Pertani.
Mantan bos Astra, Theodore Permadi Rachmat, membuka dua pabrik penggilingan beras PT Sumber Energi Pangan di Sumatera pada 2014. Satu di Palembang dengan kapasitas 125 ribu ton per tahun dan satunya lagi di Belitang dengan kapasitas 75 ribu ton per tahun.
Presiden Direktur PT Panasonic Gobel Indonesia, Rachmat Gobel, tak mau kalah. Pengusaha industri manufaktur elektronik itu menjajal sektor ini dengan membangun PT Lumbung Padi Indonesia di Mojokerto, Jawa Timur, pada 2014. Bekerja sama dengan Satake Corporation, Gobel bisa menggiling gabah hingga 150 ribu ton per tahun.
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan, bukan hanya pabrik besar, penggilingan kecil sudah mampu memproduksi beras premium. Bila ukurannya merek dengan kemasan bagus, pangsanya tak lebih dari dua persen. Tapi, bila derajat sosohnya 100 dan pecahnya kurang dari 10 persen, pangsanya bisa 50 persen. "Pemainnya banyak, jadi tidak ada monopoli," ujar Sutarto.
Sebagai pembanding, survei penggilingan beras Badan Pusat Statistik tahun 2016 mencatat sebanyak 37,81 persen produk adalah beras kualitas premium, 53,74 persen medium, dan sisanya kualitas rendah. Survei melibatkan 7.669 penggilingan. Agus Supriyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo