SETENGAH abad lalu penyakit polio mengguncang masyarat seperti AIDS di masa kini. Penyakit yang menimbulkan kelumpuhan ini menyerang terutama anakanak belia. Di Amerika Serikat dan Eropa Barat, tempat pencatatan angka statistik dilakukan cermat, tercatat ratusan ribu korban jatuh dalam setahun. Bertahuntahun polio meluas tanpa perlawan. Menjelang abad ke-20, vaksin polio ditemukan. Dan ini tercatat sebagai sebuah peristiwa besar dalam ilmu kedokteran: kemenangan atas polio. Pada tahun 1954 vaksin polio mulai disebarkan secara luas. Kini vaksin polio merupakan media pencegahan yang mapan dan mampu menekan ancaman polio di seluruh dunia. Tiga dokter Amerika -- Dr. Jonas Salk, Dr. Albert Sabin, dan Dr. Hilary Koprowski -- tercatat berjasa menemukan vaksin polio. Salk mengembangkan vaksin ini lewat suntikan. Sabin mengembangkannya menjadi vaksin oral, dan Koprowsky, paling akhir, menemukan metode semprot. Kini jasa besar itu diutak-atik. Pangkalnya, media yang digunakan untuk membuat vaksin adalah ginjal monyet yang didatangkan dari hutan belantara. Persoalannya, ada teori yang percaya bahwa HIV (human immunodeficiency virus) penyebab AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah virus yang berjangkit dari monyet ke manusia. Pertanyaannya, mungkinkah kera yang dijadikan media pembuatan vaksin polio itu mengidap HIV. Sebelum menerpa Amerika Serikat, AIDS diketahui muncul pertama kali di kawasan ekuator Afrika. Bukti awal, pada 1959 ditemukan plasma darah di Kinshasa, Zaire, yang mengandung virus aneh. Virus ini diduga berasal dari monyet yang strukturnya sangat dekat dengan virus manusia. Pertanyaannya kemudian, bagaimana virus aneh itu menyusup ke tubuh manusia. Ada praktek seksual, untuk meningkatkan gairah seksual di Afrika Tengah, yaitu dengan mengoleskan darah kera ke pinggang, paha, dan pantat. Ini teori pertama bagaimana virus kera itu menular ke manusia. Teori lain, di Afrika monyet adalah salah satu binatang buruan untuk dimakan. Yang mungkin terjadi si pemburu tak sengaja melukai anggota tubuhnya ketika menguliti monyet. Maka, kontak darah terjadi dengan darah monyet yang mengandung virus. Namun, seorang dokter dari Oxford menulis di majalah ilmu pengetahuan Nature, mengajukan teori baru yang mengejutkan: HIV menyebar melalui eksperimen kedokteran dan vaksinasi pada tahun 1950-an. Ketika itu darah simpanse dan monyet disuntikkan langsung ke tubuh manusia "percobaan". Dalam catatan kepustakaan medis, vaksin tahun 1950-an yang paling dekat dengan kemungkinan itu adalah vaksin polio. Bukti-bukti pun ada. Dalam vaksinasi massal pada setengah juta orang di daerah tropis Afrika tahun 1957 sampai 1960 pernah dilaporkan ada vaksin yang terkontaminasi virus monyet yang tidak diketahui. Pada dasawarsa 1980 banyak ilmuwan membangun teori tentang penyeberangan virus dari satu spesies ke spesies lainnya melalui vaksinasi. Contohnya Canine parvovirus atau CPV yang tiba-tiba muncul pada anjing tahun 1977 dan menyerang usus dan otot jantung. CPV ini ternyata virus kucing Feline panleukopenia, yang diduga masuk dan kemudian menjadi virus anjing melalui vaksinasi. Penyeberangan virus binatang ke manusia secara teoretis harus melalui berbagai hambatan alam. Bila penembusan terjadi, virus ini akan berubah menjadi mematikan karena "ia" berhasil mengatasi kesulitan besar dalam penembusan itu. Penyeberangan ini tidak terjadi melalui proses alam, tapi lewat "bantuan" manusia. Vaksin polio, menurut para ahli, salah satu contoh. Vaksin polio adalah virus polio yang dilemahkan. Dimasukkan ke tubuh manusia dengan tujuan memancing antibodi. Bila virus itu suatu ketika menyerang, tubuh manusia sudah siap dengan perlawanan. Dalam pembuatannya, virus ini dikembangkan dalam kultur jaringan selsel hidup dari jaringan manusia atau monyet. Dalam pembuatan vaksin polio, para peneliti memilih jaringan ginjal monyet. Bahaya yang tak disadari: secara genetis, kera mirip dengan manusia dan terdapat kemungkinan besar beberapa virus monyet dengan mudah menyeberang ke manusia. Albert Sabin, kini 86 tahun, dan tinggal di Washington, membuka pengakuan. Ia mengisahkan, seorang koleganya di Rumah Sakit Bellevue, New York, suatu ketika digigit monyet percobaan. "Setelah itu ia lumpuh, dan tak lama kemudian meninggal," kata Sabin, mengingat peristiwa 60 tahun lalu. "Dalam otopsi, saya menemukan beberapa virus dan mengisolasinya," katanya. Tapi karena virologi di masa itu belum maju, Sabin tak bisa membuat kesimpulan apaapa. Ketika pada tahun 1949 bekerja di Cincinnati, Ohio, Sabin menemukan kembali gejala yang sama. Peristiwanya terjadi ketika ribuan monyet disiapkan untuk membuat vaksin. Sepuluh atau lebih petugas yang memindahkan ginjal monyet kembali menderita sakit yang sama dan mati. Maka, monyet B, yang mengakibatkan beberapa kematian itu, akhirnya disingkirkan dalam pembuatan vaksin polio. Namun, ada virus SV 40 yang luput dari peneliti polio. Virus yang kebal pada formalin ini berasal dari kera macaques yang didatangkan dari Asia dan Afrika Utara. Pada tahun 1954 sampai 1963, diduga 10 sampai 30 juta orang Amerika dan jutaan lainnya di seluruh dunia terjangkit virus yang menimbulkan gangguan ini. Penelitian kemungkinan penyebaran SV 40 ini mulai dilakukan di tahun 1961. SV 40 disuntikkan langsung ke aliran darah bersama vaksin polio. SV 40 tidak terbukti menimbulkan penyakit pada manusia. Namun, peneliti di Universitas John Hopkins, Amerika Serikat, barubaru ini menemukan SV 40 menimbulkan sarkoma kaposi pada tikus. Kanker kulit ini menyerang kebanyakan korban AIDS. Walaupun hampir tidak terhitung jumlah orang yang menerima vaksin polio yang mengandung SV 40, tak ada satu pun penelitian epidemiologi di AS menemukan akibat virus ini. Tapi, di tahun 1968, seorang ilmuwan Australia menemukan hubungan antara imunisasi polio dan kanker pada anak-anak. Di Jerman SV 40 ditemukan pada 30 penderita tumor otak. Ada indikasi tumor otak ini berkaitan dengan vaksin polio yang tercampur dengan virus monyet. Pada pertengahan Agustus 1967, masuk laporan dari lembaga-lembaga penelitian di Jerman dan Yugoslavia. Terungkap bahwa 31 orang teknisi yang membuat vaksin polio tiba-tiba sakit, tujuh di antaranya meninggal. Semua terinfeksi langsung darah monyet atau kultur jaringannya. Dalam satu kasus, seorang wanita tertular SV 40 dari air mani suaminya yang terinfeksi tiga bulan sebelumnya. Namun, semua catatan ini dianggap tidak berarti. Soalnya, jutaan monyet telah digunakan untuk pembuatan vaksin polio dan tidak ada laporan munculnya penyakit. Tidak ada catatan dari Afrika. Mungkin karena pelacakan di negara-negara ini sulit dilakukan. Padahal, kawasan tropis Afrika dalam sejarah medis tercatat sebagai tempat percobaan vaksin oral polio secara massal (1957-1960). Vaksinasi massal ini berlangsung di Rwanda dan Burundi. Daerah-daerah ini sekarang tercatat sebagai pusat wabah AIDS di Afrika. Proyek percobaan itu dikepalai Hillary Koprowski, kini 75 tahun, penemu vaksin polio dengan metode semprot. Untuk melaksanakan proyeknya, Koprowski punya kampung yang dihuni 150 simpanse di Kisangani, Zaire. Dalam percobaan itu penduduk desa dipanggil dengan genderang ke tempat vaksinasi. Mereka berbaris dan mendapat semprotan cairan vaksin ke mulut. Dalam enam minggu tercatat hampir seperempat juta orang mendapat vaksinasi dengan metode semprot ini. Yang menjadi pertanyaan, apakah metode penyampaian vaksin lewat semprotan itu dapat memindahkan virus dari monyet ke manusia? Albert Sabin yakin, virus HIV tidak dapat bertahan di udara. Karena itu, penjangkitan lewat vaksin semprot tidak mungkin terjadi. Namun, Dr. Robert Gallo, peneliti AIDS dan Kepala Lembaga Kesehatan Nasional AS, meragukan pernyataan Salk. Ia berpendapat, virus HIV bisa menyusup ke selaput lendir yang terdapat dalam mulut maupun kelamin. Dr. Tom Folks, kepala kelompok ahli retrovirus (HIV termasuk keluarga retrovirus) di Pusat Pengawasan Penyakit di Atlanta, sependapat dengan Gallo. "Luka di mulut bisa terjadi setiap waktu. Lewat luka ini virus masuk," katanya. Ada indikasi lain yang bisa memojokkan para peneliti vaksin polio. Pada 1957, monyet macaques dari India disingkirkan dari percobaan karena khawatir menyeberangkan SV 40. Pada 1961 pembuatan vaksin beralih ke ginjal kera hijau Afrika. Kera ini sekarang dikenal sebagai pembawa HIV. Pada kera hijau ini ditemukan pula "saudara HIV". Virus yang mempunyai struktur persis sama, disebut SIV (simian immunodeficiency virus). Dari struktur genetiknya, sekitar 40 persen mirip dengan HIV. Namun, SIV dikenal tidak seganas HIV. Robert Gallo menemukan SIV ini hampir tidak dapat dibedakan dari HIV 2, virus penyebab AIDS di Afrika Barat. Tak seorang pun yang terlibat dalam proyek Koprowski, dan masih hidup, ingat monyet jenis apa yang digunakan pada percobaan di 1957 sampai 1960. Kecuali Koprowski, yang sampai kini masih aktif di Lembaga Wistar di Philadelphia. Namun, Koprowski belakangan mengaku tak dapat menemukan satu pun catatan tentang spesies yang digunakan untuk proyek di Zaire itu. Mereka yang berspekulasi tentang adanya hubungan vaksin polio dengan AIDS tentu semakin penasaran. Mereka mencoba memburu semua data yang ada, dan menemukan Kaprowski melaporkan dalam jurnal kedokteran Inggris 1958, vaksinasi massal pertama di bagian timur laut Zaire. Tiga puluh tahun kemudian kawasan ini diidentifikasi sebagai daerah penyebaran HIV tertinggi. Anehnya, di Distrik Kivu, di timur Zaire, para peneliti menemukan penduduk yang mempunyai antibodi melawan HIV. Mereka bebas dari gejala AIDS apa pun. Dulunya, di sinilah Koprowski dan rekan-rekannya melakukan vaksinasi pada 215.504 orang anakanak dan dewasa. Dalam percobaan dengan monyet di laboratorium, terlihat bahwa virus yang menyeberang sebenarnya memerlukan waktu lama untuk menimbulkan wabah. Namun, masa itu bisa menjadi pendek bila ada faktor yang mempercepat. Penelitian di Lembaga Kesehatan Nasional AS membuktikan hal ini. Para peneliti mengambil virus SIV dari seekor kera mangabey sehat yang berasal dari pegunungan Afrika. Ketika SIV disuntikkan ke monyet macaque, virus itu menjadi ganas dan menimbulkan penyakit. Dan menjadi semakin mematikan setelah berjangkit di antara macaque. Ketika virus yang sudah berkeliling ini disuntikkan kembali ke kera mangabey, kera yang tadinya tahan kini terjangkit penyakit. Proses seperti itu yang membuat HIV yang berasal dari monyet hijau Afrika menjadi ganas pada manusia. Proses menjadi ganas itu diperkirakan para ahli memakan waktu yang kurang lebih sama dengan munculnya wabah di AS dan Eropa Barat. Pada 1987 seorang peneliti Belgia mengaku menemukan tujuh kasus penyakit yang mirip AIDS di Zaire dan Burundi antara tahun 1962 dan 1976. Tiga di antaranya, setelah ditinjau kembali, dipastikan AIDS. Sementara itu, pada yang lain ditemukan antibodi mengahadapi HIV. Ini, kata peneliti Belgia itu, membuktikan bahwa AIDS sudah ada di Afrika Tengah sebelum muncul di Amerika Serikat. Diringkas dari tulisan Tom Curtis, Rolling Stones, 19 Maret 1992
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini