Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Buka Data agar Tak Ada Dusta

Kroni Jokowi diminta membeberkan data untuk mendukung klaim aspirasi masyarakat yang menyetujui masa perpanjangan masa jabatan. Berbagai lembaga survei opini publik menemukan hal berkebalikan.

18 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebelum mengikuti rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, 29 November 2021. ANTARA/Hafidz Mubarak A

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kroni Jokowi diminta membeberkan data yang mendukung narasi mereka tentang perpanjangan masa jabatan.

  • Sebab, sejak setahun terakhir, berbagai lembaga riset dan survei opini publik menemukan hal berbeda.

  • Jika data dan metodologi dibuka, riset bisa direplikasi.

JAKARTA – Kroni pendukung Presiden Joko Widodo yang masih mengkampanyekan penambahan masa jabatan presiden atau Jokowi 3 periode diminta menunjukkan data atau hasil riset. Hal itu untuk membuktikan klaim mereka soal aspirasi masyarakat mengenai perpanjangan masa jabatan presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebab, sejumlah lembaga survei dan lembaga opini publik menemukan hal yang berbeda dari klaim kelompok pendukung Jokowi. Dari berbagai sigi setahun terakhir, tak ada satu pun temuan tentang dukungan penambahan masa jabatan. “Maka, jika ada klaim itu, kami ingin melihat metodologi dan hasilnya agar risetnya bisa direplikasi,” kata Ismail Fahmi, dari Drone Emprit, dalam diskusi Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) di Jakarta, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Drone Emprit merupakan lembaga riset opini publik di sosial media. Mereka menjaring percakapan warganet yang menggunakan kata kunci tertentu dan menjadikan jutaan percakapan itu sebagai basis riset. Hal inilah yang, kata Ismail Fahmi, disebut sebagai big data atau maha-data—ketika populasi menjadi basis analisis, bukan hanya sampel. “Proses yang kami lakukan ini transparan dan kami sangat terbuka,” kata dia.

Drone Emprit bukan satu-satunya. Setahun terakhir, lembaga maha-data Lab 45 mendapati percakapan warganet mengenai perpanjangan masa jabatan presiden cenderung bernada negatif. Dari penarikan data periode Juni 2021 di Twitter, Lab 45 menemukan 89,2 persen percakapan menyuarakan penolakan.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 1 November 2021. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Pada akhir Februari lalu, jumlah percakapan yang kontra terhadap isu perpanjangan masa jabatan presiden tak berubah banyak—di kisaran 87 persen. Padahal, waktu itu, tiga ketua umum partai mulai menggulirkan gagasan sumbang tersebut. “Data ini kami kumpulkan dari sekitar sepuluh ribu pengguna akun Twitter yang aktif. Jadi kami heran, klaim seratus juta big data itu dari mana?” kata Diyauddin, peneliti Lab 45.

Klaim aspirasi seratus juta pengguna media sosial soal perpanjangan masa jabatan presiden pertama kali diluncurkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar pada akhir Februari lalu. Tanpa menjelaskan apa metodologinya, dia mengatakan, dari 100 juta pengguna media sosial itu, 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak. Dia selalu menghindar setiap wartawan menanyakan soal sumber data itu.

Pada akhir pekan lalu, giliran Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengucurkan narasi serupa. Luhut mengklaim ada 110 juta pengguna media sosial yang menginginkan masa jabatan Jokowi diperpanjang. Begitu wartawan meminta penjelasan soal metodologi, dia pun ngeles. “Ya, janganlah. Buat apa dibuka?” kata dia, Selasa lalu. 

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta. TEMPO/Imam Sukamto

Ketidakjelasan sumber data dalam dua pernyataan tersebut bisa dinilai sebagai pembohongan publik. Upaya kroni Jokowi untuk memperpanjang masa jabatan presiden disebut oleh akademikus sebagai pengkhianatan konstitusi. Berbagai alasan yang mereka kemukakan, dari pandemi Covid-19, kepuasan kinerja terhadap pemerintah, hingga pemindahan ibu kota negara, juga tak didukung oleh riset opini publik yang transparan.

Sebab, berbagai lembaga survei menemukan hasil sebaliknya. “Kok, semena-mena sekali mengatasamakan rakyat dalam berbagai pernyataan mereka,” kata Burhanuddin Muhtadi dari lembaga survei Indikator Politik Indonesia. “Rakyat dalam demokrasi sangat penting nilainya. Kenapa mudah sekali diklaim, dibungkus dalam angka 110 juta, dan semua mendukung penundaan?”

Dalam survei yang Indikator selenggarakan pada 25 Februari hingga 1 Maret lalu, lembaga ini mendapati bahwa sebagian besar—sekitar 68 persen—publik menolak wacana itu. Jika dibagi berdasarkan demografi, dari usia, pendidikan, pendapatan, hingga akses media massa, hasilnya juga tak banyak berubah, antara 50 dan 90 persen. Data hasil riset Indikator bisa diakses di situs web resmi mereka.

Adapun peneliti dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Deni Irvani, menemukan 82 persen publik menolak Jokowi memperpanjang takhtanya. Jika dibedah berdasarkan penggunaan media sosial, survei pada September 2021 juga sama—sebagian besar menolaknya. “Aspirasi ini merata di setiap kelompok masyarakat, baik pengguna media sosial maupun bukan,” kata Deni. SMRC juga membagikan hasil survei ini agar bisa diakses publik di situs mereka. Pembukaan data menjadi tanda agar kroni Jokowi melakukan hal sama dalam klaim mereka mengusung Jokowi 3 periode ataupun perpanjangan masa jabatan presiden.

INDRI MAULIDAR | DEWI NURITA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus