Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menunggu Sanksi Tegas bagi Pelaku Pelecehan di KPI

Penelusuran Tempo menunjukkan keterangan terbuka korban pelecehan seksual di KPI Pusat bukan isapan jempol. Pelaku pantas diberi sanksi tegas.

4 September 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana kantor lama KPI di Gedung Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jalan Gadjah Mada, Gambir, Jakarta, 21 Oktober 2016. Dok.TEMPO/Frannoto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Komisi Penyiaran Indonesia menggelar investigasi internal kasus dugaan perundungan dan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kantor KPI.

  • Kemarin, tim investigator KPI memanggil dan meminta keterangan para terduga pelaku perundungan dan pelecehan seksual.

  • Jika memang pelaku terbukti melakukan perundungan hingga pelecehan seksual, tak ada alasan lagi bagi KPI untuk mempertahankannya.

JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggelar investigasi internal kasus dugaan perundungan dan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kantor KPI. Kemarin, tim investigator KPI memanggil dan meminta keterangan para terduga pelaku perundungan dan pelecehan seksual.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komisioner KPI, Irsal Ambia, mengatakan tim investigator sedang mendalami dua kejadian utama sesuai dengan cerita yang dituturkan korban. Pertama, rangkaian peristiwa perundungan verbal yang diduga terjadi pada 2012-2014.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kedua, kejadian kekerasan seksual berupa penelanjangan dan pencorat-coretan alat kelamin korban. "Kami berusaha menggali informasi sebanyak mungkin di lingkup internal kami," kata Irsal ketika dihubungi, kemarin.

Informasi adanya perundungan dan pelecehan seksual di KPI Pusat ini menjadi viral setelah MS alias MSA membuat rilis sekaligus surat terbuka pada Rabu lalu. Surat ini diberi keterangan sebagai rilis pers dengan judul dalam huruf kapital "PELECEHAN SEKSUAL BERAMAI-RAMAI DI KPI PUSAT, PELAKU-KORBAN SAMA-SAMA PRIA".

Surat terbuka ini dimulai dengan permintaan tolong kepada Presiden Joko Widodo atas dugaan perlakuan tak senonoh yang dialami penyintas. “Tolong, Pak Jokowi, saya tak kuat dirundung dan dilecehkan di KPI. Saya trauma buah zakar dicoret spidol oleh mereka,” demikian kalimat pembuka dalam surat itu.

Selanjutnya, penyintas mengenalkan diri sebagai seorang pria dengan nama inisial MS yang bekerja di KPI Pusat. Perihal inisial nama ini, belakangan, setelah ada laporan terbaru, polisi lebih memilih menggunakan inisial MSA. Inisial tiga huruf ini sesuai dengan singkatan tiga kata yang diambil dari nama lengkap pelapor.

Dalam surat, MS menyatakan, sepanjang 2012-2014, ia di-bully dan dipaksa membelikan makanan bagi rekan kerja senior. Menurut MS, seniornya bersama-sama mengintimidasi, yang membuatnya tak berdaya. Padahal, kata dia, kedudukan mereka setara dan bukan tugas MS melayani rekan kerja. “Tapi mereka secara bersama-sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh,” kata MS.

Pada 2015, korban mendapat pelecehan seksual. Para pelaku memegang kepala, tangan, hingga menelanjangi MSA. Selanjutnya, pelaku mencoret-coret alat kelaminnya memakai spidol. Walhasil, aksi jahat itu membuat korban trauma dan kehilangan kestabilan emosi.

Pada 11 Agustus 2017, korban mengadukan pelecehan dan penindasan tersebut ke Komnas HAM melalui e-mail. Komnas membalas dan menyimpulkan apa yang dia alami sebagai kejahatan atau tindak pidana. Korban lantas diarahkan membuat laporan ke polisi.

Tangkapan layar kronologi perundungan dan pelecehan seksual yang dialami pegawai KPI berinisal MSA beredar di media sosial. Twitter

Korban, dalam tulisan yang terkirim itu, melaporkan peristiwa pelecehan dan perundungan yang diterimanya ke Polsek Gambir pada 2019. Namun polisi tidak merespons. Setelah kasus ini ramai, MSA didampingi kuasa hukum dan perwakilan KPI membuat laporan ke Polres Jakarta Pusat, Rabu lalu. Hingga kini polisi masih mendalami kasus MSA.

Penelusuran Tempo menunjukkan, sejumlah orang yang bekerja di lembaga itu memberikan kesaksian bahwa benar telah terjadi perundungan dan pelecehan seksual terhadap MSA. Peristiwa pelecehan pada 2015, misalnya, melibatkan sejumlah orang yang bekerja dalam satu tim dengan MSA.

Sejumlah orang melecehkan MSA setelah melihat dia muncul dari ruangan lain ke dalam ruangan tempat kerja para analis siaran televisi. Ada yang memegang tangannya, memegang kepalanya, dan menarik bajunya. MSA, yang semula berdandan rapi, menjadi acak-acakan.

Berdasarkan penelusuran Tempo, sejumlah pelaku menganggap perbuatannya sebagai candaan, atau mengerjai MSA. Pelaku tak berpikir bahwa tindakannya berdampak traumatis kepada MSA.

Irsal Ambia mengatakan lembaganya akan mendukung penuh penyelidikan yang dilakukan polisi. Irsal berharap penyelidikan polisi bisa membantu proses investigasi yang dilakukan lingkup internal komisi.

Meski begitu, Irsal menyebutkan proses investigasi internal komisi memiliki tantangan. Sebagai contoh, dugaan perundungan dan pelecehan seksual terjadi di kantor lama KPI, yakni di Gedung Badan Pengawas Tenaga Nuklir, di Jalan Gadjah Mada, Gambir, Jakarta Pusat. Adapun KPI kini menempati gedung sendiri di Jalan Juanda, Gambir, Jakarta Pusat. "Sekarang sudah jadi kantor pihak lain. Lalu ada beberapa pegawai yang pensiun dan sudah tidak bekerja di KPI," kata Irsal.

Meski begitu, Irsal optimistis investigasi internal yang dilakukan KPI masih bisa diselesaikan. Ia yakin tim investigator bakal menemukan solusi untuk menghimpun fakta sesungguhnya dari rangkaian peristiwa tersebut.

Salah satu hal yang didalami komisi adalah memastikan perundungan verbal yang dialami korban murni aksi bullying atau sekadar candaan. Namun sampai saat ini tim investigasi belum bisa memaparkan temuan awal.

KPI memutuskan membebastugaskan para terduga pelaku perundungan dan pelecehan seksual. Tujuannya agar memudahkan kepolisian memeriksa mereka.

Selain itu, KPI memastikan akan ada mekanisme kepegawaian yang mengikuti perkembangan pemeriksaan kepolisian. "Jika mereka (terduga pelaku) masih saksi, status pegawainya seperti apa. Dan kalau sudah tersangka, seperti apa, kami sudah ada itu," kata Irsal.

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) batal berjumpa dengan MSA dan pendampingnya, kemarin. Sesuai dengan jadwal, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, menjadwalkan penerimaan aduan MSA kemarin pagi. Menurut Beka Ulung, pihak pendamping meminta Komnas menjadwalkan ulang pelaporan lantaran MSA membutuhkan istirahat.

"Komnas HAM menghormati dan akan menjadwalkan ulang sesuai dengan waktu dan kesediaan sepanjang korban merasa nyaman dan aman," kata Beka Ulung secara tertulis, kemarin.

Menurut dia, kasus yang dialami MSA membutuhkan penanganan khusus. Komnas akan mengutamakan perlindungan hak korban. Sembari menunggu kesiapan korban, Komnas HAM akan menyisir fakta dari pihak lain, termasuk KPI dan kepolisian. "Kami akan segera mengirimkan surat permintaan keterangan kepada KPI dan Polri," kata Beka Ulung.

Pegiat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Adelita Kasih, mengatakan pengusutan investigasi internal KPI merupakan keputusan tepat. Namun Adelita menganggap langkah tersebut sudah terlambat. Sebab, investigasi dilakukan setelah cerita MSA menjadi viral di media sosial.

Padahal, berdasarkan rilis yang ditulis atas nama MSA, perundungan dan pelecehan seksual sudah terjadi beberapa tahun lalu. "Ini membuktikan bahwa KPI sebagai lembaga tidak mampu mengendus dan menyikapi masalah ini sejak awal," kata Adelita ketika dihubungi, kemarin.

Selanjutnya, Adelita berharap KPI bisa menuntaskan investigasi internal sejujur mungkin. Ia pun berharap komisi bisa bersikap tegas terhadap para terduga pelaku. Jika memang mereka terbukti melakukan perundungan hingga pelecehan seksual, tak ada alasan lagi bagi KPI mempertahankan mereka.

Menurut Adelita, sikap tegas bisa dimaknai sebagai komitmen KPI untuk menuntaskan perkara tersebut. "Tidak ada lagi yang perlu dibenarkan dari tindakan seperti itu," kata dia.

INDRA WIJAYA | DEWI NURITA PILIANG

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus